Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ketika Pernikahan Menjadi Jebakan Utang

21 November 2024   19:30 Diperbarui: 21 November 2024   19:43 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Pernikahan Menjadi Jebakan 

Pernikahan adalah momen paling indah dalam hidup, ketika dua hati bertemu dan bersatu. Namun, siapa sangka di balik balutan kebahagiaan tersebut, ada utang menanti dengan senyuman licik, menunggu kedua pasangan terpojok di tikungan keributan dua keluarga. Ada pasangan yang baru menikah, memilih terjun ke lautan utang yang dalam. Begitu terjerumus, mereka pun berhadapan dengan satu pertanyaan: "Siapa yang akan membayar tagihan?"

Serba Salah di Hari Bahagia

Budi dan Sari, nama pasangan muda itu. Mereka jatuh cinta seperti film romansa yang diakhiri dengan pelukan hangat. Namun, ketika tiba saatnya untuk menikah, mereka mulai bingung. Mereka beruntung dalam hal cinta, namun kurang beruntung dalam hal finansial. Setelah melihat harga pernikahan yang melonjak seperti roket, mereka pun memutuskan untuk berutang.

Dengan janji untuk 'mencintai dalam suka dan duka', mereka melangsungkan pernikahan yang megah dan meriah. Semua orang terkagum melihat kemewahan pernikahan mereka. Namun, saat pesta selesai dan para tamu pulang, Budi dan Sari terbangun di tengah tumpukan tagihan yang menggunung. Ditambah lagi, kemarahan keluarga yang sibuk menyalahkan satu sama lain.

Drama Keluarga yang Menghibur

"Kamu yang harus bayar ini, kan dari keluargamu yang minta mas kawin mewah!" teriak Sari, mengisyaratkan seragam pengantinnya yang kini menjadi simbol kesakitan.

"Apa? Kamu yang memilih tema pernikahan 'Hollywood'!" balas Budi dengan nada penuh frustrasi, sambil menunjuk foto-foto pernikahan yang kini terasa lebih seperti dokumen utang daripada kenangan manis.

Keluarga pun ikut masuk dalam drama. Keluarga Budi datang berbondong-bondong, meminta keluarga Sari untuk bertanggung jawab setelah tahu betapa mahalnya sewa gedung. Sebaliknya, keluarga Sari mengeluh tentang semua biaya dekorasi yang "kece dan harus" menurut Sari.

Tekanan Sosial dari Tetangga

Setiap hari, keributan dan pertengkaran di rumah Budi dan Sari bisa terdengar dari luar. Tetangga-tetangga mulai berbisik, "Apa yang terjadi dengan pasangan itu? Dulu mereka terlihat bahagia, sekarang terus berdebat!"

Satu tetangga tua, Eyang Reni, yang dikenal selalu memantau drama seputar rumah tangga warga, berkata, "Anak-anak muda ini tidak tahu cara mengelola keuangan! Coba lihat, pernikahan megah, tapi hidupnya malah terjerat utang!"

Dengan hidungnya yang tak pernah absen di pagar, Nyonya Reni kerap merekam setiap pertengkaran mereka, seolah-olah itu adalah reality show yang layak ditonton semua orang. Budi dan Sari tak hanya berperang melawan utang, tetapi juga melawan opini publik.

(ilustrasi olahan GemAIBot, dokpri)
(ilustrasi olahan GemAIBot, dokpri)

Cinta yang Terancam Pudar

Dalam perjalanan hidup pernikahan yang tampaknya ideal, cinta mereka terancam pudar akibat utang dan tekanan keluarga. Setiap hari di rumah, terdengar pertengkaran yang mengerikan tentang siapa yang harus membayar bunga utang, seolah-olah mereka berdua bukan pengantin bahagia, melainkan peserta reality show bertajuk "Who's to Blame?".

Suatu sore, setelah satu pekan bertengkar, Budi mengambil keputusan yang tak terduga. Ia membawa pulang dua mangkuk cokelat dari toko terdekat dan mengajak Sari duduk di sofa sambil menonton film romantis.

"Dengar, Sari. Kita memang terjebak dalam utang. Tapi mari kita lihat satu lagi sisi dari kehidupan kita," katanya sambil menyendok cokelat ke dalam mulutnya.

"Apakah kamu berusaha menawanku dengan cokelat?" Sari bertanya sambil mencoba menahan tawa.

"Ya. Karena jika kita tidak bisa membayar utang, setidaknya kita bisa membayar tawa!"

Membangkitkan kembali Cinta

Mereka sepakat untuk berdiskusi, merencanakan keuangan, dan mengatasi utang mereka bersama. Meski jalan ini panjang dan penuh liku, mereka pun menyadari bahwa cinta sejati tak selalu berjalan mulus. Ditemani utang yang menumpuk, Budi dan Sari menjalin ikatan yang lebih kuat, sekaligus berusaha untuk tidak terjerumus ke dalam utang lagi.

Utang semakin lama semakin lunas seiring cinta mereka yang semakin kuat satu sama lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun