Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Balik Angka

13 November 2024   08:58 Diperbarui: 13 November 2024   09:53 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi tentang keceriaan belajar, olahan GemAIBot, dokpri)

Di Balik Angka

 

Sinar rembulan nampak temaram. Sepi dan hening. Leko duduk di sudut kamarnya, dikelilingi oleh tumpukan buku dan lembaran-lembaran catatan. Suara detak jam di dinding mengisi hening malam, menandai waktu yang hampir habis. Dalam diam, pikiran Leko melayang ke kegalauan yang terus menghantui: Ujian Nasional semakin dekat. Keberadaan ujian itu seperti bayangan gelap, mengancam masa depannya, sementara orang tua dan guru berusaha memelihara harapan di balik angka-angka yang mengintai. Bisakah angka-angka ini mencerminkan perjalanan hidupnya? Atau justru menjerumuskannya ke dalam ketakutan yang lebih dalam?

***

Pagi-pagi ada suara gaduh dari rumah Leko. Leko, siswa kelas XII, tengah bersiap-siap menghadapi Ujian Nasional yang hanya tinggal beberapa minggu lagi. Wajahnya pucat, matanya berkaca-kaca, dan tangan kanannya terus memegang pensil dengan gemetar. Keterpurukan merasuk dalam pikirannya.

"Leko, sudah berapa soal yang kamu kerjakan?" tanya sang Ibu dengan nada lembut, berusaha mengajak bicara sambil menyuguhkan secangkir teh hangat.

"Banyak, Bu. Tapi aku merasa tidak siap. Bagaimana kalau aku gagal?" Ucap Leko, suara penuh kepanikan.

Sang Ibu menghela napas panjang. Ia tahu tekanan yang dihadapi anaknya bukan hanya sekadar ujian biasa. Berita di media sosial dan pembicaraan di kalangan orang tua, semuanya membahas betapa pentingnya Ujian Nasional untuk masa depan anak-anak mereka. Sekali lagi, terbentang di hadapan Leko adalah harapan dan rasa takut akan kegagalan.

Di sisi lain, di meja makan, sang Ayah tampak gelisah. Ia mengerutkan dahi, membaca buku referensi pelajaran yang entah sudah berapa kali dibacanya. "Leko, kita harus belajar lebih giat. Ujian Nasional ini menentukan, lho. Jangan sampai kamu ketinggalan!" serunya dengan semangat yang justru membuat Leko semakin tertekan.

"Kalau ada ujian, perjalanan hidupku akan lancar dan mulus? Apakah semua bisa berjalan baik jika aku lulus?" Leko mengingatkan kembali pertanyaan yang mengganggu benaknya.

Ia teringat kembali saat seorang guru menjelaskan tentang Ujian Nasional, "Ujian ini adalah tolak ukur sejauh mana kalian belajar selama ini. Jika kalian lulus, itu berarti kalian siap melanjutkan ke jenjang berikutnya." Namun, penjelasan itu kerap kali dirasa Leko lebih sebagai ancaman daripada dorongan.

Hari-hari Leko dipenuhi dengan belajar dan latihan soal. Tiap malam, dia terjaga hingga larut menghapal rumus, menjawab soal-soal dari buku-buku referensi, dan mendengarkan video pembelajaran di internet. Adakalanya, suara detak jam di atas meja menjadi satu-satunya teman malam yang sunyi. Leko merindukan masa-masa ketika belajar terasa menyenangkan, bukan sebagai beban pikiran yang menekan jiwanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun