Persembahan di Tengah Kekurangan: Belajar dari Janda di Sarfat
Dalam kisah nabi Elia dan janda di Sarfat, kita menemukan pelajaran berharga tentang arti sejati dari persembahan seluruh milik diri. Meskipun janda tersebut berada dalam kondisi kekurangan dan putus asa, dia memilih untuk memberikan yang terbaik dari apa yang dimilikinya, menunjukkan imannya kepada Tuhannya. Kisah ini mengajak kita merenungkan bahwa di tengah-tengah kesulitan, tindakan memberi -baik secara materi maupun dukungan moral- dapat menjadi sumber harapan dan pertolongan bagi sesama, terutama dalam menghadapi tantangan seperti bencana. Mari kita belajar untuk berbagi dengan berani, percaya bahwa persembahan kecil kita dapat membawa dampak yang besar di dalam hidup orang lain.
Bacaan pertama hari Minggu Biasa XXXII, Minggu 10 November 2024 tentang nabi Elia dan janda Sarfat dapat secara rinci dibaca dalam 1 Raja-raja 17:10-16
17:10 Sesudah itu ia bersiap, lalu pergi ke Sarfat. Setelah ia sampai ke pintu gerbang kota itu, tampaklah di sana seorang janda sedang mengumpulkan kayu api. Ia berseru kepada perempuan itu, katanya: "Cobalah ambil bagiku sedikit air dalam kendi, supaya aku minum." 17:11 Ketika perempuan itu pergi mengambilnya, ia berseru lagi: "Cobalah ambil juga bagiku sepotong roti." 17:12 Perempuan itu menjawab: "Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikitpun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan sekarang aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati." 17:13 Tetapi Elia berkata kepadanya: "Janganlah takut, pulanglah, buatlah seperti yang kaukatakan, tetapi buatlah lebih dahulu bagiku sepotong roti bundar kecil dari padanya, dan bawalah kepadaku, kemudian barulah kaubuat bagimu dan bagi anakmu. 17:14 Sebab beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Tepung dalam tempayan itu tidak akan habis dan minyak dalam buli-buli itupun tidak akan berkurang sampai pada waktu TUHAN memberi hujan m ke atas muka bumi." 17:15 Lalu pergilah perempuan itu dan berbuat seperti yang dikatakan Elia; maka perempuan itu dan dia serta anak perempuan itu mendapat makan beberapa waktu lamanya. 17:16 Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia.
Ada tiga point yang bisa kita dalami dari bacaan di atas (termasuk konteks bencana di beberapa wilayah, khususnya letusan gunung Lewotobi) ditambah sebuah pesan tentang kepahlawanan yang cocok di hari Pahlawan 10 November ini.
Pertama, Tindakan Persembahan di Tengah Kekurangan
Dalam situasi yang penuh kesulitan, janda itu menghadapi kenyataan pahit bahwa dia dan anaknya akan mati karena tidak ada makanan. Meskipun dalam posisi yang sangat terbatas, janda tetap diberi kesempatan untuk memberikan yang terbaik dari apa yang dimilikinya -- sekeping roti yang digabungkan dengan segenggam tepung dan sedikit minyak. Tindakan ini menggambarkan bagaimana kita sering kali dipanggil untuk memberikan apa yang kita miliki, walaupun tampaknya tidak cukup, sebagai bentuk penyerahan diri dan iman kepada Tuhan.
Situasi yang dihadapi janda di Sarfat mencerminkan realitas banyak orang di sekitar kita, terutama saat bencana atau kesulitan melanda. Dalam kondisi yang tampaknya tanpa harapan, ia memilih untuk bertindak dengan iman daripada menyerah pada keputusasaan. Tindakannya yang tulus, memberikan sekeping roti meski dalam keterbatasan, adalah bukti bahwa even the smallest act of kindness can make a monumental impact.
Dalam kehidupan kita, terkadang kita merasa bahwa kontribusi yang kita berikan tidak cukup untuk mengatasi kebutuhan yang ada, tetapi kisah janda ini mengingatkan kita bahwa setiap pemberian, sekecil apapun, dapat menjadi sumber berkat dan harapan bagi orang lain. Saat kita menyerahkan apa yang kita miliki kepada Tuhan, kita membuka jalan bagi-Nya untuk melakukan mujizat dalam hidup kita dan orang-orang di sekitar kita.
Kedua, Janji Tuhan dalam Tindakan Persembahan
Elia menjanjikan bahwa tepung dan minyak tidak akan habis sampai hujan turun kembali. Ini adalah pengingat yang kuat bahwa ketika kita mempersembahkan apa yang kita miliki kepada Tuhan, dengan iman dan ketulusan, kita dapat melihat karya Tuhan yang ajaib.
Dalam konteks pembelajaran tentang persembahan seluruh milik diri, kita diingatkan untuk percaya bahwa Tuhan dapat mengalirkan berkat, bahkan dari apa yang tampak sedikit atau tidak ada, bila kita memutuskan untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Nya.
Janji nabi Elia mengenai tidak habisnya tepung dan minyak menjadi pelajaran penting terkait kepercayaan kita kepada Tuhan dan janji-janji-Nya. Ketika kita menyerahkan diri dan sumber daya kita, kita bukan hanya memberikan materi, tetapi juga mengaktifkan iman kita yang mengizinkan Tuhan untuk bekerja dengan cara-cara yang seringkali di luar pemahaman kita.