Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Medali Emas

27 Oktober 2024   13:06 Diperbarui: 27 Oktober 2024   13:10 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Medali Emas

Dua sosok muda menjadi perbincangan hangat. Mereka sama-sama membawa pulang medali emas dari kompetisi panjat tebing. Namun, hanya satu di antara mereka yang benar-benar mendaki puncak dengan tangan yang penuh luka dan kaki yang penuh lecet. Dia adalah Manulalu, anak petani yang setiap hari berlatih di lereng bukit demi mengejar impiannya. Lawannya, Amboa, anak seorang pejabat, dikenal bukan karena kegigihan dalam berlatih, melainkan karena kemampuannya "memanjat" kekuasaan.

Ketika hari perlombaan tiba, Manulalu tampak fokus, mempersiapkan setiap langkah dengan hati-hati. Setiap tarikan napasnya membawanya lebih dekat ke puncak, mengatasi setiap rintangan dengan tekad membara. Di sisi lain, Amboa tampil penuh percaya diri. Bukan karena persiapan yang matang, tetapi karena keyakinan bahwa medali emas sudah hampir pasti di tangannya. Bagaimana mungkin bisa kalah, jika pendukungnya adalah para petinggi dan panitia yang pernah diuntungkan oleh ayahnya?

Begitu bendera finis dikibarkan, pengumuman pemenang membuat keributan di antara penonton. Manulalu dan Amboa sama-sama berdiri di atas podium, mengenakan medali emas. Keputusan juri dianggap tidak masuk akal. Bagi para pendukung Manulalu, kemenangan harus diraih melalui keringat dan pengorbanan. Tapi Amboa membalas kritik dengan senyum penuh sinisme, seakan berkata bahwa di dunia ini, semua bisa dibeli.

Desas-desus dan kecurigaan pun merebak di masyarakat. Para pendukung Amboa tak gentar, mereka bersorak-sorai seolah tak peduli dengan prosesnya. "Yang penting hasil," seru salah seorang dari mereka. Sinisme ini menyulut kebencian di kalangan pendukung Manulalu, seolah berusaha menantang keyakinan bahwa keberhasilan yang diraih tanpa perjuangan adalah sesuatu yang layak dipuja.

Hari-hari setelah perlombaan, Amboa kerap terlihat di acara-acara resmi, menunjukkan medali emasnya seperti sebuah lencana kebanggaan. Tapi ironisnya, medali itu lebih sering digunakan untuk mengipas-ngipas ego dan melanggengkan kekuasaan daripada menginspirasi orang lain. Setiap kali ia berbicara di depan umum, kata-katanya dipenuhi pesan ambigu, yang terkadang malah membakar api perselisihan. Medali itu, alih-alih membawa manfaat bagi banyak orang, justru menjadi alat pemisah antara mereka yang memuja kekuasaan dan mereka yang memperjuangkan kesetaraan.

Di lain sisi, Manulalu kembali ke desanya dengan medali yang sama. Tapi alih-alih memamerkannya, ia menggunakannya untuk mendorong anak-anak muda desa agar tidak takut bermimpi besar. "Medali ini bukan tentang aku," katanya suatu hari kepada sekumpulan anak yang mendengarkan kisahnya dengan mata berbinar-binar. "Ini tentang bagaimana kita bisa mengubah jalan hidup kita dengan usaha dan keberanian."

Seiring waktu, kisah Manulalu yang terus berjuang dan berbagi menjadi inspirasi bagi banyak orang. Namun, bagi Amboa, medali emas itu hanya menjadi benda kosong yang akhirnya tak bermakna apa-apa. Kekuasaan yang ia panjat tanpa usaha tidak memberinya kebanggaan sejati. Semua kemegahan yang dulu ia nikmati perlahan memudar, karena ia tak pernah benar-benar mengerti arti sebuah perjuangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun