Si pemuda termenung, menatap sisa kopinya yang mulai dingin. Di sana, di dalam gelas itu, pahit dan manis saling berbaur, tidak dapat dipisahkan. Mereka terus bertengkar, namun diam-diam, keduanya juga saling melengkapi. Pemuda itu akhirnya tersenyum kecil, meneguk habis sisa kopi dengan penuh kesadaran.
Ia meninggalkan rumah kepala suku dengan sebuah pemahaman baru, bahwa hidup memang seperti kopi, tidak akan pernah sepenuhnya manis, dan pahit itu perlu untuk membuat kita benar-benar merasa hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H