Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Tagar #Desperate yang Memanggil Kegelapan

12 Oktober 2024   21:00 Diperbarui: 12 Oktober 2024   21:01 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi hasil olahan GemAIBot, dokpri)

Tagar #Desperate yang Memanggil Kegelapan

 

Tagar #Desperate berkeliaran di berbagai linimasa. Tara, gadis yang lulus sarjana setahun lalu, seorang pencari kerja yang mulai patah semangat, melihatnya sebagai cerminan dirinya sendiri. Namun, tidak ada yang menyangka bahwa sebuah langkah sederhana di media sosial bisa membawanya ke kegelapan yang tak terduga. Ini adalah kisah tentang sebuah tagar yang membuka pintu bagi sesuatu yang lebih menyeramkan daripada sekadar keputusasaan."

***

Tara duduk di kamarnya yang remang-remang, menatap layar laptop. Pesan penolakan kerja terus berdatangan seperti tamu yang tidak diundang. Rasanya ia sudah mencoba segala cara, namun tidak ada satu pun perusahaan yang memanggilnya untuk wawancara. Ketika ia sedang berselancar di LinkedIn, tagar #Desperate muncul berkali-kali di beranda. Seolah ada yang mengarahkan tangannya, Tara menambahkan tagar itu di profilnya, berharap dapat menarik perhatian perekrut.

Tapi sejak saat itu, ada sesuatu yang aneh. Setiap malam, ia mulai mengalami mimpi buruk. Di dalam mimpinya, ia terjebak di koridor gelap yang tak berujung, suara bisikan samar mengikutinya dari kejauhan. "Desperate... desperate..." bisikan itu terus bergema, semakin lama semakin mendekat. Ia terbangun dengan keringat dingin membasahi leher, dan perasaan tak nyaman yang terus menghantui pikirannya bahkan setelah terjaga.

Di siang hari, hal-hal aneh mulai terjadi. Ponselnya sering berdering, tetapi ketika diangkat, tidak ada suara di seberang sana kecuali desahan lirih. Email anonim juga mulai berdatangan dengan subjek yang sama: "Apakah kamu sudah cukup desperate?" Tara mengabaikannya, mengira itu hanyalah ulah spam atau orang iseng di internet.

Namun, suatu malam, saat Tara sedang bekerja lembur di laptop, layar tiba-tiba berkedip dan menampilkan pesan pop-up yang aneh: "Apakah kamu ingin mengakhiri semua ini? Klik di sini." Teksnya tampak seperti berasal dari LinkedIn, dengan logo yang sama, tetapi tampilannya terlihat sedikit janggal, seolah ada sesuatu yang merusak gambar latar.

Tara ragu, tetapi rasa putus asanya membuatnya menggerakkan mouse dan mengklik tautan itu. Seketika itu juga, layar laptopnya padam, dan suara berbisik mulai terdengar di sekeliling ruangan, "Kamu sudah memilih..."

Lampu di kamar mati mendadak, dan Tara merasakan udara menjadi lebih dingin. Di tengah kegelapan, sebuah bayangan muncul di sudut kamar. Sosok itu tampak kurus dan tinggi, wajahnya kabur, namun matanya; matanya seperti lubang gelap yang dalam. "Kamu yang memanggilku," suara itu bergema di seluruh ruangan. Tara terhuyung mundur, menabrak meja di belakangnya.

Sosok itu mendekat dengan gerakan tersentak-sentak, seolah tubuhnya tak sepenuhnya terikat pada dunia ini. "Semua ini karena tagar #Desperate yang kamu pasang," bisik sosok itu. "Kamu membuka pintu, dan aku telah datang."

Tara memejamkan mata, berharap semua ini hanya mimpi buruk yang akan segera berakhir. Namun, ketika ia membukanya kembali, sosok itu sudah tepat di hadapannya, mengulurkan tangan.

"Tidak ada yang akan menyelamatkanmu sekarang, kecuali... jika kamu ingin menggantikan posisiku."

Seketika, sosok itu lenyap, dan ruangan menjadi sunyi. Lampu kembali menyala, dan Tara menyadari bahwa ia masih berdiri di sana, napasnya terengah-engah. Ia mengira semua itu sudah berakhir, hingga ia melihat sesuatu di layar laptopnya yang telah menyala kembali.

Di profil LinkedIn-nya, tagar #Desperate telah berubah menjadi #Despair, dan sebuah pesan baru muncul di bio-nya: "Tara sekarang adalah penjaga gerbang. Apakah kamu ingin melanjutkan?"

Tara menatap layar itu dengan wajah pucat, sementara dari sudut matanya, ia melihat bayangan dirinya sendiri tersenyum menyeringai, meski ia tidak pernah melakukannya. Dari sinilah dia mengerti; keputusasaannya telah memanggil sesuatu yang lebih gelap, dan kini dia telah menjadi bagian dari kegelapan itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun