Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pesan Kemanusiaan Mangunwijaya

6 Oktober 2024   13:15 Diperbarui: 6 Oktober 2024   13:29 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PESAN KEMANUSIAAN MANGUNWIJAYA DI KALI CODE, KEDUNG OMBO DAN EMBUNG GRIGAK

Semakin kita membaca berbagai literatur tentang advokasi seorang Mangunwijaya terhadap hak-hak masyarakat marginal di Indonesia, kita menemukan sumber inspirasi yang seakan tak pernah kering. Ibarat air payau, semakin ditimba semakin banyak keluarnya. 

Berikut ini beberapa simpulan atas pesan-pesan kemanusiaan yang dia sampaikan melalui pembelaan dan kehadirannya terhadap dan bersama dengan masyarakat Kali Code, Yogyakarta, Kedung Ombo, Boyolali dan Embung Grigak, Gunung Kidul:

Pertama, Hak Atas Tanah dan Lingkungan

 Sewaktu masih Salatiga tahun 1994-1995, sering mendengar atau membaca berita tentang Romo Mangunwijaya dan Arief Budiman yang gigih berjuang untuk membela hak-hak masyarakat adat dan petani atas tanah dan lingkungan mereka. Dia menentang penggusuran paksa dan merusak lingkungan yang dilakukan atas nama dan demi pembangunan. Bagi Mangunwijaya, pembangunan harus dilakukan dengan cara yang adil dan berkelanjutan, dan tidak boleh merugikan masyarakat yang paling rentan, masyarakat yang tidak bisa membela dirinya, yang hidupnya terancam oleh terkaman kekuasaan.

Romo Mangun, yang memiliki latar belakang sebagai arsitek dan rohaniwan Katolik, dikenal dengan pendekatannya yang humanis dan membumi. Ia sangat menentang penggusuran yang merugikan masyarakat miskin, terutama di kawasan perkotaan seperti proyek pembangunan di bantaran Kali Code di Yogyakarta. Baginya, pembangunan tidak bisa hanya dilihat dari perspektif ekonomi dan infrastruktur semata, tetapi harus mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan keberlanjutan lingkungan. Romo Mangun menekankan bahwa masyarakat yang paling rentan, seperti petani dan masyarakat adat, sering kali menjadi korban dari proyek-proyek pembangunan yang didorong oleh pemerintah atau perusahaan besar. Ia menolak model pembangunan yang eksploitatif dan cenderung mengabaikan kepentingan rakyat kecil, dan justru mengusulkan pembangunan yang berbasis pada keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan.

Arief Budiman, di sisi lain, adalah seorang sosiolog dan aktivis yang juga gigih membela hak-hak masyarakat adat atas tanah mereka. Ia menentang keras eksploitasi alam dan kebijakan penggusuran paksa yang sering dilakukan demi pembangunan modernisasi. Arief melihat bahwa banyak proyek pembangunan, yang sering kali diinisiasi oleh pemerintah atau sektor swasta, merusak keseimbangan ekologis dan menghancurkan struktur sosial masyarakat lokal. Selain itu, ia menyoroti bahwa pembangunan yang tidak memperhatikan keberlanjutan lingkungan hanya akan menciptakan krisis yang lebih besar di masa depan, baik dari segi sosial, ekonomi, maupun ekologi.

Kedua tokoh ini percaya bahwa pembangunan harus dilaksanakan dengan cara yang inklusif, di mana masyarakat lokal dilibatkan dalam pengambilan keputusan, dan bahwa pembangunan tersebut tidak boleh merugikan mereka. Keadilan ekologis dan sosial menjadi pilar utama dalam pandangan mereka. Selain itu, baik Romo Mangun maupun Arief Budiman menekankan bahwa tanah dan lingkungan adalah bagian integral dari identitas dan kehidupan masyarakat adat dan petani. Penggusuran tanah atau perusakan lingkungan bukan hanya menghilangkan sumber penghidupan, tetapi juga merusak struktur sosial dan budaya mereka.

Pada masa itu, perjuangan mereka sangat relevan karena Indonesia tengah mengalami berbagai konflik agraria dan penggusuran paksa yang melibatkan pemerintah, perusahaan, dan masyarakat lokal. Meski berhadapan dengan kekuasaan besar, mereka tidak gentar untuk terus menyuarakan pentingnya keadilan bagi mereka yang tidak memiliki suara, serta pentingnya menjaga harmoni antara manusia dan alam dalam setiap langkah pembangunan.

(blog.bintangasik.com)
(blog.bintangasik.com)

Kedua, Keadilan Sosial 

Bagi Romo Mangun, keadilan sosial adalah landasan dari masyarakat yang sejahtera. Ia percaya bahwa setiap orang, terlepas dari latar belakang ekonomi atau sosial mereka, memiliki hak yang sama untuk hidup secara layak, mendapatkan pendidikan, kesehatan, dan kesempatan untuk berkembang. Pemikirannya sejalan dengan gagasan bahwa pembangunan tidak hanya harus bersifat ekonomi, tetapi juga harus memberikan manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama mereka yang paling lemah dan rentan.

Meski ia menyadari bahwa kehadirannya mungkin tidak serta merta mengubah keadaan material masyarakat marginal, Romo Mangun menjadi sumber kekuatan moral yang luar biasa. Kehadirannya memberikan harapan bagi mereka yang tidak memiliki akses pada kekuasaan atau kekayaan, menunjukkan bahwa mereka tidak sendiri dalam perjuangan mereka untuk mendapatkan keadilan. Ini sangat mirip dengan apa yang dilakukan oleh Bunda Teresa di Kalkuta, yang dikenal karena dedikasinya untuk melayani mereka yang "paling miskin dari yang miskin." Kedua tokoh ini, meskipun bekerja di konteks yang berbeda, berbagi prinsip yang sama: bahwa manusia harus diperlakukan dengan martabat, terlepas dari status sosial atau ekonomi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun