Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Horor

Desa Tanpa Pengampunan

4 Oktober 2024   23:20 Diperbarui: 4 Oktober 2024   23:26 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan GemAIBot, dokpri)

Desa Tanpa Pengampunan

Hujan deras yang mengguyur Desa Rawa Gering sejak sore membuat desa mati yang tak lagi berpenghuni sejak pembantaian brutal lima puluh delapan tahun silam kian menyeramkan. Ketika itu, pasukan yang dipimpin oleh "the smiling killer" datang dengan senyum mengerikan, menghancurkan kehidupan desa. Penduduk, ternak, hingga tanaman dianggap menyimpan roh-roh yang setia kepada korban pembantaian. Sejak hari itu, Desa Rawa Gering menjadi tempat terlarang. Tiap tanggal enam bulan kesepuluh, malam itu berubah menjadi mimpi buruk, diwarnai lolongan anjing dan ratapan yang tak kasat mata.

Sekelompok orang yang haus akan harta karun mendengar desas-desus bahwa Rawa Gering menyimpan emas dan artefak peninggalan penduduk yang disembunyikan sebelum mereka dibantai. Deni, pemimpin kelompok itu, membawa tiga rekannya: Wira, Raka, dan Lisa. Tanpa rasa takut dan dengan peralatan lengkap, mereka memutuskan untuk merambah desa yang dikelilingi rawa.

Di tengah perjalanan, anjing liar tiba-tiba muncul dari kegelapan, melolong keras saat mereka mendekat. Suara tangis lirih mulai terdengar seiring langkah mereka semakin mendalam ke desa. Wira, yang berusaha terlihat berani, mulai gelisah saat mendengar langkah kaki tak kasat mata mengikuti mereka.

Malam itu seakan membungkus mereka dalam kekosongan. Udara terasa berat, pepohonan yang tampak mati seolah membisikkan cerita penderitaan. Ketika mereka mencapai jantung desa, suara aneh mulai membangkitkan ketakutan dalam hati mereka. Di antara reruntuhan rumah-rumah yang terbakar, Deni melihat bayangan anak-anak dengan wajah pucat dan mata kosong, seakan mengintip dari balik jendela yang hancur. Namun, saat Deni menoleh, sosok itu menghilang.

Saat mereka menggali di lokasi yang diyakini menyimpan harta, tanah di bawah mereka tiba-tiba bergerak. Ratapan yang sebelumnya lirih berubah menjadi jeritan histeris. Lisa, yang terkejut, menjatuhkan peralatannya dan merasakan jari-jari dingin menyentuh kulitnya. Suara-suara mulai memanggil nama mereka satu per satu, seakan roh-roh penduduk yang dibantai tahu siapa mereka dan mengutuk niat buruk mereka.

Mereka mencoba melarikan diri, tapi jalan keluar seakan hilang. Desa itu berubah menjadi labirin tak berujung. Ternak yang telah mati muncul kembali, namun tubuh mereka rusak---setengah daging setengah tulang---melolong dengan kemarahan. Wira jatuh berlutut, merasakan cengkeraman di dadanya, seolah roh-roh korban sedang mencoba merenggut hidupnya.

Di tengah kegilaan, Deni berteriak memerintahkan kelompoknya untuk melawan balik. Namun saat ia mendongak, ia melihat sesuatu yang membuat darahnya membeku. "The smiling killer," dengan senyum khasnya, muncul di antara mereka. Wajahnya dingin, namun penuh dengan kelegaan dendam. Satu per satu, roh penduduk yang tak berdosa bangkit dari tanah, melingkari mereka dengan tatapan penuh kebencian dan tuntutan keadilan.

Raka, yang mencoba lari, melihat desa perlahan tenggelam dalam rawa. Namun, sebelum ia bisa menyelamatkan diri, tangan-tangan tak kasat mata merenggutnya ke dalam lumpur, tenggelam bersama arwah-arwah yang menghuni tempat itu.

Lisa, yang ketakutan setengah mati, mendengar bisikan pelan di telinganya, "Jangan kembali... atau nasibmu akan sama." Dia pingsan di tempat, sementara Deni hanya bisa menatap tubuh rekan-rekannya yang perlahan ditelan bumi. Saat fajar menjelang, hanya ada dia yang tersisa, terikat di pusat desa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun