Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Nomor Urut dan Janji Politik antara Gimik dan Realitas

25 September 2024   22:07 Diperbarui: 26 September 2024   15:20 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(makassar.tribunnews.com)

Nomor Urut dan Janji Politik Antara Gimik dan Realitas

Pengundian dan penetapan nomor urut bagi pasangan calon dalam Pilkada 2024 selalu menjadi momen yang dinantikan oleh para peserta dan pendukungnya. Saat nomor urut ditetapkan, berbagai prioritas program mulai disusun untuk disampaikan dalam kampanye. 

Di wilayah tertentu, jumlah pasangan calon yang bertanding bervariasi, tergantung pada dinamika politik setempat. Gimik dari nomor urut juga tak jarang muncul, di mana tim sukses mencoba membangun narasi tertentu berdasarkan angka yang didapat -entah itu mengasosiasikannya dengan keberuntungan, sejarah, atau simbol yang dapat menarik simpati pemilih.

Namun, pertanyaannya, sejauh mana nomor urut ini benar-benar berpengaruh pada perolehan suara? Apakah nomor undian pasangan calon ini berbanding lurus dengan janji-janji manis yang mereka sampaikan saat kampanye, atau ini hanyalah bagian dari "judi politik" di mana para kandidat mengemis belas kasihan pemilih? Saat kampanye rakyat adalah raja dan ratu, tetapi saat setelah menang "ah siapa itu rakyat? Saya tidak mereka?"

Nomor Urut dan Janji Politik: Antara Gimik dan Realitas

Secara historis, nomor urut dalam Pilkada memang memiliki daya tarik tersendiri, terutama dalam menggiring persepsi publik. Tetapi, relevansi nomor urut dengan keberhasilan program yang dijanjikan masih diragukan. Nomor hanyalah sebuah simbol, sedangkan yang seharusnya diprioritaskan adalah substansi dari program dan kemampuan calon untuk merealisasikannya.

Kampanye politik sering kali dipenuhi dengan janji manis yang menyilaukan. Masyarakat kerap dijanjikan program-program unggulan yang terdengar ideal dan memikat, namun sering kali implementasinya jauh dari harapan. Janji-janji tersebut seringkali hanya menjadi alat politik sementara, dan begitu terpilih, kepala daerah tak jarang menghadapi berbagai hambatan yang membuat realisasi program mereka tertunda atau bahkan gagal.

Dalam konteks ini, penggunaan nomor urut tak lebih dari alat pencitraan untuk memperkuat narasi kandidat. Pemilih harus waspada terhadap gimik politik yang tidak memiliki dasar kuat dalam visi dan misi yang jelas.

(banjarmasin.tribunnews.com)
(banjarmasin.tribunnews.com)

Bisakah Rakyat Memecat Kepala Daerah yang Ingkar Janji?

Jika kedaulatan berada di tangan rakyat, pertanyaan yang layak diajukan adalah: apakah rakyat dapat memecat kepala daerah yang gagal menepati janjinya? Saat ini, mekanisme pemberhentian kepala daerah di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang tersebut, kepala daerah dapat diberhentikan melalui usulan DPRD, bukan langsung oleh rakyat. Mekanisme tersebut membuat jarak antara pemilih dan kemampuan untuk bertindak langsung apabila janji kampanye tak dipenuhi.

Perlu ada reformasi hukum yang memungkinkan rakyat untuk lebih berperan aktif dalam menilai kinerja kepala daerah, terutama dalam konteks janji-janji yang tidak ditepati. Misalnya, memperkenalkan mekanisme recall election atau pemilu ulang, di mana jika mayoritas rakyat merasa tidak puas dengan kinerja kepala daerah, mereka dapat menuntut diadakannya pemilu ulang sebelum masa jabatan kepala daerah berakhir. Sistem semacam ini telah diadopsi di beberapa negara, seperti di Amerika Serikat, dan terbukti memberikan kontrol langsung bagi masyarakat terhadap pemimpin yang mereka pilih.

Mengintegrasikan Akuntabilitas dan Transparansi

Untuk masa depan, penting bagi Indonesia untuk memikirkan mekanisme akuntabilitas yang lebih kuat. Selain kemungkinan perubahan dalam mekanisme pemberhentian, solusi lainnya bisa berupa:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun