Dampak Lingkungan dan Ekonomi yang Tak Terkendali
Pengerukan pasir laut tidak hanya mengancam lingkungan, tetapi juga memiliki dampak ekonomi yang merugikan dalam jangka panjang. Pengambilan pasir laut dalam skala besar mengakibatkan abrasi pantai, yang pada akhirnya mengancam infrastruktur dan permukiman di daerah pesisir. Menurut Zainal Arifin, peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), abrasi yang dipicu oleh hilangnya pasir secara besar-besaran dapat menyebabkan garis pantai semakin mendekat ke pemukiman warga, menambah kerentanan bencana di daerah tersebut.
Pakar kelautan lainnya, David Tickler dari Universitas Australia Barat, menyoroti dampak kekeruhan air laut yang diakibatkan oleh pengerukan pasir. Proses ini menyebabkan akumulasi sedimen di kolom air, yang mempengaruhi produktivitas ekosistem laut, seperti fitoplankton dan organisme lainnya yang bergantung pada sinar matahari. Penurunan produktivitas laut ini secara langsung berpengaruh terhadap hasil perikanan, yang pada akhirnya akan merugikan nelayan lokal dan mengganggu ketahanan pangan.
Selain itu, pakar ekonomi lingkungan Dr. Muhammad Yusran dari Universitas Hasanuddin memperingatkan bahwa keuntungan jangka pendek dari ekspor pasir laut tidak sebanding dengan biaya lingkungan yang harus ditanggung dalam jangka panjang. Kerusakan yang terjadi pada ekosistem laut dan pesisir akan memerlukan upaya rehabilitasi yang sangat mahal, dan sering kali hasilnya tidak bisa mengembalikan kondisi alam seperti semula.
Kesimpulan
Kebijakan pencabutan larangan ekspor pasir laut oleh pemerintahan Jokowi melalui PP No. 26/2023 membawa polemik antara kepentingan ekonomi jangka pendek dan keberlanjutan lingkungan jangka panjang. Di satu sisi, pemerintah berusaha memanfaatkan sedimentasi laut sebagai komoditas yang bernilai ekonomi. Di sisi lain, para pakar kelautan dan lingkungan memperingatkan bahwa eksploitasi pasir laut akan merusak ekosistem yang rapuh dan meningkatkan risiko bencana alam di wilayah pesisir.
Larangan yang diberlakukan oleh Presiden Megawati pada tahun 2002 berlandaskan pada perlindungan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat pesisir, yang pada saat itu sangat terdampak oleh pengerukan pasir. Dengan pencabutan larangan ini, risiko terhadap lingkungan dan ekosistem laut kembali muncul, menimbulkan kekhawatiran akan kerusakan yang lebih parah di masa depan. Pemerintah perlu menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan keberlanjutan ekosistem dan melibatkan para pakar dalam pengambilan kebijakan agar dampak negatif dapat diminimalkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H