Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Epistemofilia pada Anak

17 September 2024   16:03 Diperbarui: 17 September 2024   16:04 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Epistemofilia Pada Anak:
Merawat dan Mengembangkan Cinta akan Pengetahuan Sejak Dini

Saya ingin mengawali tulisan ini dengan dua kasus berikut. Pertama, ibu Ani membentak anaknya yang berusia 5 tahun karena bertanya tentang larangan pada tiang listrik (bahaya tegangan tinggi). “Jangan banyak tanya, pokoknya itu bahaya.” Ia tidak memberi tahu apa bahayanya jika memegang kabel listrik. Saat bermain sendirian di depan televisi karena rasa ingin tahu yang tinggi, dia mencolokan jari kecilnya yang basah ke saklar di samping TV. Si anak tersentrom. Dan beruntung tidak berbahaya, tetapi sudah membuatnya ketakutan. Si Ibu berteriak memarahinya, “Sudah bilang berbahaya kok tetap nekad?” sambil mencubit sang anak yang sedang menangis.

Kedua seorang ibu lain, sebut saja Oni dengan telaten menjelaskan kepada anaknya bahaya listrik. Setiap pertanyaan diladeni hingga tuntas dan sang anak memiliki gambaran yang utuh tentang bahaya listrik.

***

Anak di bawah sepuluh tahun adalah filsuf yang paling original. Karena mereka akan terus mempertanyakan segala sesuatu sampai sudah tidak ada pertanyaan lagi yang muncul. Mereka selalu ingin tahu akan banyak hal. Keingin-tahuan itu disebut dengan epistemofilia. Epistemofilia adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari dua kata: episteme (pengetahuan) dan philia (cinta atau keinginan).

Epistemofilia, atau kecintaan pada pengetahuan, adalah sifat alami yang sering muncul pada anak-anak sejak usia sangat dini. Mereka dilahirkan dengan rasa ingin tahu yang besar terhadap dunia di sekitar mereka, yang terlihat melalui pertanyaan-pertanyaan tak berujung yang sering membuat orang dewasa terkagum-kagum. Sejak usia balita, sekitar 2-3 tahun, anak-anak mulai menunjukkan minat besar untuk memahami lingkungan mereka. Mereka mulai bertanya tentang berbagai hal - mengapa, bagaimana, dan apa yang terjadi di sekitar mereka - sebagai cerminan dari dorongan alami untuk belajar.

Namun, bagaimana kita sebagai orang dewasa merespons rasa ingin tahu ini akan sangat menentukan apakah epistemofilia tersebut akan berkembang atau justru meredup seiring bertambahnya usia. Jika didampingi dengan baik, kecintaan terhadap pengetahuan ini dapat menjadi fondasi kuat bagi masa depan mereka.

Mendampingi Anak Mengembangkan Epistemofilia

Mengembangkan dan mengarahkan epistemofilia pada anak membutuhkan lingkungan yang mendukung eksplorasi, ruang bagi anak untuk bertanya, dan cara yang tepat untuk merespons keingintahuan mereka. Ada beberapa langkah penting yang bisa diambil orang tua dan pendidik dalam mendampingi anak-anak ini.

1. Menciptakan Lingkungan yang Kaya Akan Pengetahuan. Anak-anak butuh akses ke berbagai sumber pengetahuan agar rasa ingin tahu mereka bisa berkembang. Perpustakaan di rumah, kunjungan ke museum, atau kegiatan di alam bebas adalah cara-cara yang efektif untuk mendorong eksplorasi anak. Orang dewasa perlu menciptakan ruang di mana anak-anak merasa aman untuk bertanya, mencoba hal baru, dan mengajukan hipotesis sederhana berdasarkan apa yang mereka temukan. Misalnya, ajak mereka melakukan eksperimen sederhana di rumah, seperti melihat bagaimana biji tumbuh atau memahami proses terjadinya hujan.

2. Merespons Pertanyaan dengan Antusiasme. Setiap pertanyaan anak adalah jendela menuju proses berpikir dan perkembangan kognitif mereka. Ketika mereka bertanya, penting bagi orang dewasa untuk merespons dengan antusias, bahkan jika pertanyaan itu tampak sederhana atau berulang. Jika kita menunjukkan rasa bosan atau mengabaikan pertanyaan mereka, hal itu bisa meredam keinginan anak untuk terus belajar. Sebaliknya, jawablah dengan bahasa yang mudah dipahami atau, jika tidak tahu, libatkan anak dalam pencarian jawabannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun