ACROPHOBIA
Yasinta, bukan nama sebenarnya setiap melihat pohon kelapa yang tinggi selalu kaget, gemetaran dengan nafas tersengal-sengal. Wajahnya akan berkeringat dan matanya segera memerah seperti orang menangis. Setiap melihat pohon kelapa, dia selalu teringat akan ayah tercinta yang terjatuh dari pohon kelapa di kebun mereka. Selain itu, kalau ke kampung kakek dan neneknya, dia tidak berani naik ke lumbung jika diminta untuk mengambil pisang atau jagung. Dia merasa ngeri jika harus menaiki tangga bambu yang sudah dikasih pijakan untuk naik atau turun.Â
Apa nama ketakutan (atau bisa kita sebuat sebagai penyakit) yang dialami Yasinta di atas? Kita mengenal ketakutan ini dengan istilah "acrophobia".
Apa Itu Acrophobia?
Acrophobia merupakan istilah untuk menggambarkan ketakutan yang berlebihan terhadap ketinggian. Kata ini berasal dari bahasa Yunani "akron," yang berarti puncak atau ketinggian, dan "phobos," yang berarti ketakutan. Berbeda dengan rasa takut normal saat berada di tempat tinggi, acrophobia adalah ketakutan irasional yang dapat menyebabkan reaksi fisik dan emosional yang intens, bahkan ketika tidak ada ancaman nyata.
Apa Penyebab Acrophobia?
Penyebab acrophobia bisa beragam. Salah satu penyebab paling umum adalah pengalaman traumatis terkait ketinggian. Dr. Martin Antony, seorang profesor psikologi di Ryerson University, menyatakan bahwa salah satu penyebab utama acrophobia adalah pengalaman traumatis terkait ketinggian. Misalnya, seseorang yang pernah jatuh dari tempat tinggi atau melihat orang lain terjatuh mungkin mengembangkan ketakutan ini sebagai respons perlindungan.
Ada juga faktor genetik yang berperan; jika ada anggota keluarga yang menderita fobia ini, kemungkinan besar keturunan mereka juga akan mengalami hal yang sama. Selain itu, ketakutan terhadap ketinggian bisa muncul melalui proses pembelajaran atau pengondisian, di mana seseorang mengadopsi ketakutan dari orang-orang di sekitarnya, seperti orang tua atau teman sebaya. Dari sudut pandang evolusi, rasa takut terhadap ketinggian bisa jadi merupakan mekanisme bertahan hidup, yang membantu nenek moyang kita untuk menghindari bahaya jatuh dari tempat tinggi.
Selain itu, acrophobia dapat dipengaruhi oleh faktor genetik. Dr. Isaac Marks, seorang psikiater dari Institute of Psychiatry, Psychology & Neuroscience, London, menjelaskan bahwa beberapa orang mungkin memiliki kecenderungan genetik untuk mengembangkan fobia, termasuk acrophobia. Jika ada anggota keluarga yang memiliki fobia ini, risiko untuk mengalaminya juga meningkat.
Penyebab lainnya adalah pembelajaran sosial. Anak-anak yang melihat orang tua atau figur otoritas lainnya menunjukkan ketakutan terhadap ketinggian dapat mengadopsi ketakutan yang sama. Dari perspektif evolusioner, ketakutan terhadap ketinggian juga dianggap sebagai mekanisme bertahan hidup yang membantu manusia awal menghindari bahaya jatuh dari tempat tinggi.