Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pastor Fransiskus

21 Juli 2024   22:04 Diperbarui: 21 Juli 2024   22:23 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi menggunakan aplikasi GemAIBOT, dokpri)

Pastor Fransiskus

#InspirasidarivideoyangdibagikanolehseorangPastor

Pastor Fransiskus selalu bangun sebelum fajar menyingsing. Pada usia 72 tahun, tubuhnya yang renta masih memiliki semangat yang tak pernah pudar untuk melayani umatnya di pedalaman Papua. Setiap kali dia harus melewati sungai dan rawa, dia selalu berdoa dalam hati, "Tuhan, bimbinglah langkahku." Tak lupa dia selalu membawa bekal special berupa beberapa "bungkus 234". Dengan bekal ini, dia sanggup melawan cuaca yang dingin di kala tiba di lokasi tujuan. Sudah 45 tahun dia melayani di tempat yang penuh tantangan ini, dan tak sekalipun dia meragukan panggilannya.

Ketika pertama kali datang ke Papua, Pastor Fransiskus masih muda dan penuh energi. Dia menerima penugasan ini dengan hati terbuka, meski sudah diperingatkan akan kerasnya medan. Rawa dan sungai bukanlah halangan baginya, melainkan tantangan yang membuatnya semakin kuat dalam iman. Setiap kali dia menyeberangi sungai, Pastor Fransiskus merasakan kehadiran Tuhan yang menuntunnya, memberikan kekuatan pada setiap langkahnya.

Di suatu pagi, Pastor Fransiskus harus menghadiri misa di kampung yang terletak jauh di seberang rawa. Bersama beberapa umat setianya, dia memulai perjalanan panjang itu. Setiap langkah di rawa berlumpur terasa berat, namun dia tak pernah mengeluh. "Percayalah, Tuhan bersama kita," katanya kepada umatnya yang mulai kelelahan. Keyakinannya adalah tonggak yang membuat mereka tetap bersemangat.

Perjalanan itu selalu diwarnai dengan tantangan. Kadang mereka harus menghadapi banjir yang membuat rawa semakin sulit dilalui. Namun, Pastor Fransiskus selalu melihat ke depan, bukan pada kesulitan yang dihadapinya. Baginya, setiap perjalanan adalah kesempatan untuk semakin mendekatkan diri pada Tuhan. Dan setiap kali tiba di tujuan, dia merasa penuh syukur bisa melayani misa bagi umat yang sangat merindukan kehadiran Tuhan dalam hidup mereka.

Pastor Fransiskus sering merenung saat malam tiba, di bawah langit Papua yang penuh bintang. Dalam doa dan renungannya, dia merasakan kehadiran Tuhan yang selalu memberinya kekuatan. "Tuhan, aku serahkan hidupku sepenuhnya pada-Mu," bisiknya dalam hening malam. Baginya, pelayanan di pedalaman Papua bukanlah beban, melainkan anugerah yang tak ternilai. Ya, dia sudah berserah setia untuk melayani segenap jiwa 45 tahun silam. Tak ada istilah pantang maju, adanya maju terus hingga ujung kehidupan. Sebuah serah diri yang indah sejak lima windu silam hingga hari ini.

Setiap kali Pastor Fransiskus berkhotbah, umatnya selalu terharu mendengar kisah perjuangannya. Mereka melihat semangat dan ketulusan yang terpancar dari setiap kata yang diucapkannya. Dalam khotbahnya, dia selalu menekankan pentingnya iman dan penyerahan total pada Tuhan. "Hidup ini adalah perjalanan iman, dan kita harus percaya bahwa Tuhan selalu menyertai," katanya dengan penuh keyakinan. Bukankah Dia sendiri sudah menjanjikan "Aku adalah Jalan, Kebenaran dan Hidup lalu mengapa harus takut apalagi memilih jalan lain?" Begitulah dia memotivasi dirinya sehingga mampu memotivasi umatnya.

Suatu hari, Pastor Fransiskus mendapat kabar bahwa ada seorang umat yang sakit parah di kampung yang sangat terpencil. Meski tubuhnya mulai renta, dia segera memutuskan untuk pergi. "Aku harus membawa sakramen terakhir padanya," katanya. Dengan semangat yang tak pernah padam, dia kembali menyeberangi rawa dan sungai, kali ini dengan penuh rasa urgensi: cura animarum, keselamatan jiwa umatnya.

Dalam perjalanan itu, Pastor Fransiskus tersesat di tengah hutan. Hujan turun dengan deras, membuat medan semakin sulit dilalui, air sungai naik, speed boatnya harus bekerja lebih keras. Namun, dia tidak menyerah. "Tuhan, tunjukkanlah jalan-Mu," doanya dalam hati. Ketika dia merasa hampir putus asa, tiba-tiba dia melihat cahaya dari kejauhan. Ternyata, itu adalah rumah umat yang sakit tersebut. Pastor Fransiskus merasakan keajaiban Tuhan yang selalu menuntunnya.

Setelah memberikan sakramen terakhir dan mendoakan umat yang sakit, Pastor Fransiskus kembali pulang dengan hati penuh rasa syukur. Perjalanan panjang dan sulit itu terasa ringan karena dia yakin Tuhan selalu bersamanya. Di usia senjanya, dia tetap setia melayani dengan penuh kasih dan pengabdian.

Pastor Fransiskus adalah teladan iman dan pengorbanan. Di usia 72 tahun, dia terus berjalan dengan langkah teguh, melintasi rawa dan sungai, membawa cinta dan harapan bagi umatnya. Baginya, hidup ini adalah anugerah untuk melayani Tuhan dan sesama, dan dia akan terus melangkah sampai akhir hayatnya.

Kaki Merapi, 21 Juli 2024

Freddy Benedict

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun