PANGGILAN AMOS YA PANGGILAN KITA
Bacaan pertama hari Minggu Biasa XV pada 14 Juli 2024 ini diambil Amos 7 :12-15. Ada tiga pesan yang bisa kita petik dari bacaan hari ini, khususnya dalam konteks kita sebagai bangsa Indonesia yang plural dalam hal suku, agama, antargolongan dan ras.
Pertama, kerendahan hati dan kesederhanaan. Amos adalah seorang peternak dan pemungut buah ara hutan, bukan seorang nabi dalam arti tradisional. Ini menunjukkan bahwa Tuhan dapat memilih siapa saja, tanpa memandang latar belakang atau status sosial, untuk menjadi pesan-Nya.Â
Bagi umat Katolik dewasa ini, ini berarti bahwa kita semua, terlepas dari profesi atau latar belakang kita, dipanggil untuk menjadi pembawa pesan Tuhan dalam cara kita hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Kita tidak perlu memiliki posisi tertentu dalam gereja atau pendidikan teologi untuk menjadi alat dan sarana Tuhan.
Kedua, panggilan dan ketaatan. Meskipun Amos bukan bagian dari "golongan nabi," dia tetap menjawab panggilan Tuhan untuk menjadi nabi Israel. Bagi umat Katolik dewasa ini, ini menunjukkan bahwa kita harus selalu siap dan bersedia untuk menjawab panggilan Tuhan dalam hidup kita, bahkan jika itu berarti keluar dari zona nyaman kita atau melepaskan harapan dan rencana kita sendiri.Â
Dalam konteks Indonesia, pesan Amos ini mengajarkan kita untuk menghargai keanekaragaman. Seperti Amos yang bukan bagian dari "golongan nabi" tetapi tetap dipanggil Tuhan, ini menunjukkan bahwa Tuhan bisa bekerja melalui siapa saja, tanpa memandang latar belakang agama, suku, ras, atau antargolongan. Ini mengajarkan kita untuk menghargai dan merespek semua orang, tidak peduli latar belakang mereka.
Ketiga, pelayanan bagi sesama. Amos, meskipun bukan nabi dalam arti tradisional, dipanggil Tuhan untuk melayani umat-Nya dengan menyampaikan pesan-Nya. Ini mengingatkan umat Katolik dewasa ini bahwa kita semua dipanggil untuk melayani sesama kita dengan cara kita sendiri.Â
Baik itu melalui profesi kita, pelayanan gereja kita, atau dalam interaksi sehari-hari kita dengan orang lain, kita dapat menjadi saluran kasih dan kebenaran Tuhan bagi dunia. Dalam konteks Indonesia yang plural, ini berarti kita dipanggil untuk melayani dan mencintai sesama warga negara kita, terlepas dari perbedaan yang ada. Karena perbedaan bukanlah penghalang untuk berbuat baik. Melalui tindakan nyata dan sikap saling menghargai, kita bisa membantu membangun masyarakat yang lebih inklusif dan damai.
Semoga ketiga pesan ini menginspirasi kita untuk tidak takut seperti Amos dalam menjawab panggilan Tuhan, terutama dalam usaha untuk berbuat baik bagi sesama yang hidup bersama kita dalam perbedaan.
Selamat hari Minggu