NEVER JUDGES (Tak Pernah Menghakimi)
Oleh: Alfred B. Jogo Ena
Â
"Menghakimi seseorang dengan pandangan sinis dan melecehkan jauh lebih sakit dibandingkan dia tertindis sebuah beban berat" (ABJE).
Â
Penting untuk diketahui....
Menghakimi orang lain selalu berkaitan dengan mengampuni (pengampunan). Apakah Anda seorang yang mudah menghakimi? Apakah Anda seorang yang mudah mengampuni dan memaafkan? Â Menghakimi ataupun mengampuni selalu berkaitan dengan diri kita. Dan kita sendirilah yang memilih apakah mau menghakimi atau mengampuni.
Pengampunan adalah suatu karunia yang diberikan padamu. Pengampunan bukanlah sesuatu yang Anda lakukan UNTUK orang lain. Ketika Anda mengampuni, Anda lakukan untuk diri Anda sendiri. Tidak seorangpun yang pernah Anda ampuni selain diri Anda sendiri. Sebab Anda memilih untuk mengampuni, bukan berarti Anda ingin bertahan dalam persahabatan. Itu semata-mata pilihan Anda. Pilihan untuk mengampuni hanya dan selalu karena dirimu. Ketika Anda merasakan bahwa mengampuni itu penting, jangan pertama-tama lakukan bagi orang lain. Tetapi lakukan itu pertama-tama bagi dirimu sendiri. Memang...alangkah luar biasanya bila mereka datang kepada Anda dan meminta pengampunan. Tapi Anda harus menerima kenyataan bahwa tidak semua orang bisa melakukan demikian. Itu pilihan mereka. Mereka tidak BUTUH untuk diampuni. Mereka lakukan apa yang dapat mereka lakukan bagi diri mereka sendiri. Dan itu sekali lagi pilihan mereka. (abje)
Penting untuk direnungkan....
Seorang Guru Mahabijak menasihati, "Mengapa engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui? Keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." Seringkali dalam hidup, kita lebih mudah untuk melihat kesalahan yang ada pada orang lain. Kita lebih peka pada kekeliruan yang dibuat sesama.
Mengapa orang begitu mudah menghakimi sesamanya? Karena orang sulit untuk mengakui kesalahannya sendiri. Orang lebih mudah melihat ke luar dirinya daripada melihat ke dalam dirinya. Hal itu tanpa disadari sering kita lakukan. Kita dengan mudah menunjuk pada orang lain dengan satu jari, sedangkan tiga jari menunjuk pada diri kita sendiri. Mana jari yang satunya? Itulah manusia, tidak puas menunjuk sesama, masih juga menunjuk Sang Pencipta sebagai yang ikut bersalah.
Seorang sahabat sejati, meski dia tahu bahwa sahabatnya itu berbuat suatu kesalahan, dia tidak akan serta merta menyalahkannya. Ia mungkin akan berusaha untuk menegurnya secara pribadi (empat mata). Itulah teguran yang dilandasi cinta kasih, suatu teguran yang memungkinkan sang sahabat berubah tanpa harus merasa disakiti. Teguran seorang sahabat setiawan bagai air yang mencuci bersih, bagai lampu yang menerangi kegelapan, bagai tongkat penuntun bagi sang sahabat yang bersalah. Ia selalu berprinsip, menghakimi tidak memperbaiki kesalahan, tetapi berusaha mendampinginya secara sabar dan memperlihatkan kesalahannya secara santun. Bukankah setiap orang cenderung membela diri bila disalahkan? Maka cara yang terbaik adalah tidak menyalahkan atau menghakiminya, tetapi sama-sama berusaha menemukan letak kesalahan dan memperbaikinya. (abje)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H