Pertama kali tiba di Pulau Jawa tahun 1994, ke mana-mana terlihat sepeda. Banyak orang memakai sepeda ke kantor, ke sekolah atau ke tempat ibadah. Tanpa perlu jalur khusus, sepeda berbagi jalanan dengan sepeda motor, mobil bahkan bus. Saling hormat antarpengguna jalan masih sangat tinggi. Bahkan ketika tahun 1995 saya mulai menetap di Yogyakarta, ke mana-mana menggunakan sepeda. Maklum kami yang kuliah di fakultas para calon imam itu transport utama ke kampus memang pakai sepeda. Kalau ada kesempatan ke Selatan, ke arah Bantul, pengguna sepeda dayung menguasai jalan. Sampai-sampai ada joke, "Dari Selatan gosong kanan, dari utara gosong kanan." Maksudnya kalau orang Bantul berangkat kerja, sekolah atau kuliah ke arah Yogyakarta, bagian kanan badan yang kena matahari bagi, lalu saat pulang sore, ya bagian kanan juga yang kena sinar matahari, sehingga badannya gosong sebelah. Itu hanya candaan yang bikin semangat para pedayung sepeda.
Setelah hampir 20 tahun kemudian, transportasi sepeda mulai kehilangan tempatnya di jalanan. Sudah mulai oleh kendaraan bermotor roda dua atau roda tiga. Seleksi alam terjadi, yang kuat di jalanlah yang menang. Memang ada beberapa ruas jalan yang menyediakan trotoar untuk pejalan kaki, yang kadang dipakai oleh para pengguna sepeda. Bahkan jika tidak sabaran para pengguna sepeda motor pun tidak mau kalah. Jika sore hari, trotoar pun berubah jadi lapak-lapak pedagang aneka kaki, dua, tiga dan lima.
Ketika Covid Menyapa, Polusi, Gaya dan Pola Hidup SehatÂ
Setelah tersingkir sekian lama dari peredaran dan peradaban, kala pandemi Covid melanda, pola hidup sehat untuk berjalan kaki dan bersepeda mulai menggeliat. Jika dua puluh tahun silam masih sebagai alat transportasi, dewasa ini sepeda lebih sebagai alat olahraga.
Euforia hidup sehat begitu memengaruhi masyarakat, sehingga membanjir kembali sepeda di jalanan. Sekalipun belum ada jalur khusus untuk sepeda, para pemakai yang selalu rombongan mulai menguasai kembali jalanan.
Apakah mungkin dibuatkan jalur khusus sepeda? Sangatlah mungkin! Karena jalur sepeda yang terpisah dapat menjadi langkah yang baik untuk mendukung mobilitas berkelanjutan dan mempromosikan gaya hidup yang lebih sehat. Inisiatif semacam itu tidak hanya membantu mengurangi polusi udara dengan membatasi asap kendaraan bermotor, tetapi juga meningkatkan keselamatan bagi pengendara sepeda dengan memberikan ruang yang aman dan terpisah dari lalu lintas kendaraan.
Dengan meningkatnya minat masyarakat untuk bersepeda sebagai sarana transportasi yang ramah lingkungan, investasi dalam infrastruktur jalur sepeda dapat memperluas aksesibilitas bagi mereka yang ingin beralih ke mode transportasi ini. Hal ini bisa mendukung pertumbuhan ekonomi lokal dengan mendorong wisata sepeda dan memperkuat komunitas bersepeda.
Namun, penting untuk mempertimbangkan kondisi lokal dan kebutuhan masyarakat dalam merancang jalur sepeda. Konsultasi dengan para pemangku kepentingan dan melakukan evaluasi terhadap pola lalu lintas serta keamanan jalur tersebut menjadi langkah penting dalam implementasinya. Terutama menyangkut kedewasaan, keterbitan dan ketaatan pengguna sepeda untuk mengormati pengguna jalan lain.Â
Jika memang ada jalur khusus sepeda, hendaklah berjalan di jalur sepeda. Bukan di trotoar milik para pejalan kaki atau di jalur kendaraan bermotor roda dua atau lebih. Sebab ketertiban selain menjadi pangkal keselamatan juga menjadi pangkal kesehatan. Sehingga keinginan untuk bersepeda bukan hanya keinginan aksidental yang mana suka alias suka-suka gue.
Untung Ruginya Jalur Khusus Sepeda
Dengan tingkat kesadaran dan kedisiplinan yang rendah dari para pengguna jalan, maka ada beberapa hal yang patut diperhatikan baik keuntungan atau kerugian dari adanya jalur sepeda (yang pasca covid ini terasa eforianya semakin menurun, peminat sepeda mulai sepi).