Mereka yang minta maaf duluan setelah bertengkar, mungkin bukan karena mereka bersalah, tapi karena mereka menghargai orang lain.
Mereka yang mengulurkan tangan untuk menolongmu, mungkin bukan karena mereka merasa berhutang, tapi karena menganggap kamu adalah sahabat.
Mereka yang sering mengontakmu, mungkin bukan karena mereka tidak punya kesibukan, tapi karena kamu ada di dalam hatinya.
Mereka yang sering menyanjungmu setinggi langit, mungkin bukan karena engkau pahlawan, tapi mungkin karena mereka memaafkan keburukanmu.
Mereka yang selalu menghinamu dan menghakimimu, mungkin bukan karena mereka membencimu, tapi karena mereka ingin menguji ketulusan cintamu. (Sumber: //www. islampos.com, diunggah dari FB FamilyGuide)
Penting untuk direnungkan....
Sahabat sejati selalu berusaha untuk bertindak jujur dan terbuka. Ia tidak akan berlaku curang dan menghilang begitu saja. Ia selalu berusaha untuk bersama sang sahabat. Apapun yang terjadi, apapun keadaan yang sedang menimpa, dia akan selalu berusaha memberi waktu, kesempatan, budi dan hati untuk berbagi dengan sahabat.
Sahabat sejati, tidak akan dengan mudah meninggalkan sahabatnya sendiri atau kehilangan jalinan/ikatan persahabatan tanpa "berita". Ia akan selalu berusaha untuk setia dan konsisten dengan sahabatnya.
Secara manusiawi, bukankah kita biasanya bersahabat hanya ketika sedang senang dan untung? Ketika sahabat kita sedang mendapat kelimpahan rezeki? Ketika dia masih menyayangi kita? Ketika dia masih menuruti segala kemauan dan kehendak kita? Ketika kita sedang sama-sama senang dan sehat? Lalu, ketika menderita dan sakit, apalagi menderita penyakit yang mematikan, berakhirlah masanya dia menjadi sahabat kita? Memang ada tipe orang yang opportunis dan hanya membutuhkan orang lain jika sedang menderita dan susah. Namun jika sedang senang dan bahagia, orang lain menjadi musuh yang patut diwaspadai, bila perlu dijauhkan sama sekali.
Seorang sahabat sejati tidak akan pernah melakukan itu. Seorang sahabat sejati akan selalu berkorban bagi sahabatnya. Apapun yang terjadi, seorang sahabat akan berupaya agar sang sahabat bahagia, termasuk bahagia dengan setiap pilihan dan keputusan hidupnya. Janganlah tinggalkan atau campakkan sahabatmu ketika dia sedang "sekarat" dalam segala hal. Hanya padamu dia berharap sembari menyerahkan hidupnya pada Sang Kehidupan. Persahabatan yang abadi ibarat emas yang selalu diuji dalam api, sehingga keemasannya semakin tampak.
Kisah sang istri yang rela ditinggal sang suami di atas mengingatkan kita sekali lagi bahwa dasar dari segalanya adalah cinta, cinta dan cinta. Kita tidak perlu berpuruk sangka pada apa yang dilakukan orang lain, hanya karena kita melihat mereka "seperti" mengorbankan orang lain. Kita hanya membutuhkan waktu dan keberanian untuk menyatakannya kepada mereka yang kita cinta sebelum segala sesuatu yang buruk terjadi pada kita. Akankah kita juga akan menyesal bila tidak pernah menyatakan cinta pada sahabat, anak, istri atau suami kita? Pilihan di tangan Anda. (abje)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H