Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisiku Sehabis Hujan (1)

15 April 2024   13:12 Diperbarui: 15 April 2024   13:24 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PUISIKU SEHABIS HUJAN (1)

Oleh: Alfred B. Jogo Ena

Angin yang mendesir seusai hujan tidak cukup menghapus panas. Meski banjir-banjir melintas lincah di atas paving-paving desa, tak cukup ia mengusap sejuk. Angin mendesir bagai banjir yang berlalu, hampir tak cukup waktu buat singgah sejenak: menggenangi tanah leluhur, resapkan cadangan buat anak cucu.

Tak aku heran lorong-lorong desa penuh aspal dan paving tanpa sedikitpun memberi ruang pori-pori buat buana menguapkan penat yang menghujam bersama pupuk-pupuk anorganik yang mencabik-cabik cacing-cacing di pematang-pematang sawah, bagai cacing pita menggeliat di perut anak busung lapar.

Angin yang mendesir berlalu saja, tak peduli aku yang mandi keringat. Ah inikah akibat ozon yang menipis kala manusia-manusia mencabik-cabik jantung dunia: menebang dan membakar sesuka hati, tanpa merasa bersalah bukan hasil karya tangannya. Itu hasil budi daya leluhur ribuan abad.

Oh, aku menantimu mendesir lagi bersama air hujan yang memindahkan anak-anak sungai ke lorong-lorong desa, belum lagi banjir-banjir yang membuih di kota-kota mencari jalannya yang sudah jadi beton-beton megah tanpa punya empati pada ibu bumi yang terus meranggas. Ya itu ironi, banjir dan meranggasnya tanah terbelah seakan bermusuhan oleh ulah manusia. Terlalu rakus!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun