Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, sedang dalam ujian yang mahabesar, ketika mereka mengumumkan ke publik untuk mengusungkan calon Kapolri baru, Komjen Pol Budi Gunawan. Pengumuman ini ditanggap serius oleh Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK), dengan mengumumkan bahwa Komjen Pol Budi Gunawan menjadi tersangka korupsi. Tanggapan umum di media online pun bermunculan.
Disatu pihak, pengusungan Komjen Pol Budi Gunawan oleh pemerintahan Joko Widodo-JK dengan alasan ‘politik’ yaitu strategi praduga tak bersalah, sehingga menuai umpan balik dari KPK. Dan dipihak lain, KPK mengklaim diri bahwa pemerintahan Joko Widodo-JK tidak mau mengikuti kebiasaan baik yang sudah dimulai oleh pemerintahan terdahulunya yaitu SBY ketika mau mengusung calon pejabat publik melibatkan institusi KPK. Namun, kenyataan dengan kebiasaan ini ditolak pemerintahan Joko Widodo-JK karena melibatkan KPK, tidak ada landasan konstitusi. Justru dengan sikap pemerintahan Joko Widodo-JK yang baru ini, sebenarnya ada esensi kebenaran disana. Esensi kebenaran adalah ‘mereka (dibaca: Jokowo Widodo-JK)membiasakan yang benar sesuai dengan konstitusi negara ini’. Mereka justru ‘tidak mau’ membenarkan kebiasaan yang tidak sesuai dengan konstitusi. Sikap inilah, hemat saya sebagai sikap Joko Widodo-JK melaksanakan ‘reformasi mental’. Mereka memulai dari yang sederhana dan ternyata yang sederhana ini rupanya juga selama ini dililit oleh banyak kepingan rantai pengikat.
Dari sikap pemerintahan ini, muncul beberapa pertanyaan reflektif dibenak saya. Pertanyaan itu begini. ‘Mengapa kasus korupsi yang sudah lama begitu, tidak juga dibongkarkan KPK? Mengapa menunggu moment diumumkan calon Kapolri baru oleh Joko Widodo-JK? Apakah KPK merasa diri tidak dihormati oleh pemerintahan baru ini? Mengapa begitu cepat diumumkan menjadi tersangka, setelah Joko Widodo-JK mengusungkan nama calon Kapolri yang baru?
Pemerintahan Joko Widodo-JK berada dalam ‘badai’
Badai politik yang sedang dihadapi Joko Widodo-JK, saya melihat ada tiga hal dasar. Pertama, badai itu datang dari keputusan KPK bahwa Komjen Pol Budi Gunawan menjadi tersangka dalam waktu yang begitu dekat. Itu artinya bahwa bukti-bukti menjadi tersangka sudah ada, namun belum diumumkan. Ada apa ini? Dalam politik, pengumuman menjadi tersangka ketika moment diumumkan sebagai calon Kapolri baru, itu adalah sebuah keputusan politik yang ‘memeca belah’ integritas pemerintahan Joko Widodo-JK dan masyarakat umum. Sama saja dengan menciptakan persoalan baru, sehingga konsentrasi kerja pemerintahan Joko Widodo-JK untuk rakyat menjadi bias.
Kedua, badai itu datang dari keputusan di DPR untuk meloloskan Komjen Pol Budi Gunawan untuk menjadi Kapolri yang baru. Mengapa ini saya sebut ‘badai’? Secara luas, rakyat sudah mengetahui bahwa Komjen Pol Budi Gunawan telah diumumkan KPK menjadi tersangka korupsi. Sudah diumumkan KPK berarti alat-alat bukti sudah lengkap memenuhi hukum. Mengapa di DPR mau mengambil keputusan untuk meloloskan Komjen Pol Budi Gunawan menjadi Kapolri yang baru? Sikap DPR ini, sama dengan memberikan ‘bola api’ kepada pemerintah Joko Widodo-JK. Dalam sikap DPR yang mendukung Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri yang baru, DPR justru tidak mendengarkan suara rakyat. Sekali lagi, disini sikap DPR dapat terbaca bahwa disatu sisi posisi Komjen Pol Budi Gunawan, belum terbukti bersalah dihadapan hukum dan disisi lain, DPR dengan sikap implisit ‘menolak’ pengumuman KPK. Ini peta perpolitikan lama yang harus dibaca secara integral bila dihubungkan dengan masa-masa DPR yang lama yang juga bersikap antipati terhadap KPK.
Ketiga, badai yang terakhir ini berasal dari sikap dan komentar rakyat Indonesia. Ketika diumumkan calon Kapolri baru, Komjen Pol Budi Gunawan ada betita banyak komentar yang baik dan juga tidak baik yang muncul di media sosial online. Komentar di media online semakin semarak ketika KPK memutuskan bahwa calon Kapolri baru yang diusung Joko Widodo-JK menjadi tersangka KPK. Orang lalu berpikir dan mempertanyakan kepada pemerintahan Joko Widodo-JK, mengapa memilih calon Kapolri baru yang pernah terjerat dalam tindakan karupsi? Mengapa pemerintah Joko Widodo-JK memilih calon penguasa publik tetapi tidak melibatkan KPK? Terbaca sangat jelas disini bahwa ‘seakan KPK’ pemegang kartu AS setiap calon penguasa publik. Sebenarnya bahwa dalam posisi demikian ini, KPK semestinya tidak ‘meramu’ dalam dunia politik jika mau konsen dalam pemberantasan korupsi. Dalam arti bahwa tidak semestinya mengumumkan seseorang menjadi tersangka ketika dalam moment yang tidak terlalu lama, Joko Widodo-JK mengumumkan Komjen Pol Budi Gunawan, calon Kapolri baru. Disinilah letaknya, bahwa ternyata tanpa diduga-duga, KPK pun terlilit dalam dunia perpolitikan. Sensasi politik, menuai kritik.
Jadilah Pemadam Api yang Bijaksana
Menjadi presiden, Joko Widodo-JK adalah pilihan rakyat banyak. Inilah dukungan pemerintah yang baru pada pilpres bulan Juli 2014 yang lalu. Dengan pilihan rakyat yang banyak, sebenarnya ‘demokrasi’ di negeri ini perlahan-lahan bangkit. Karena itu, suara rakyat tidak bisa diabaikan. Suara rakyat tentu menjadi pertimbangan sang pemimpin pilihan rakyat.
Secara kasatmata, pilihan rakyat melalui wakilnya di DPR telah setuju. Namun, persekutuan DPR sangat banyak dililiti oleh ‘situasional’ politik. Traumatis politik setelah pilres perlu dipikirkan, karena bisa jadi berdampak pada situasi saat ini. Karena itu, pemerintahan Joko Widodo-JK perlu bijaksana dalam kepastian mengambil keputusan calon Kapolri baru. Perlu mempertimbangkan dengan bijaksana dengan memperhatikan ‘suara rakyat’. Suara rakyat dalam dunia teknologi dewasa ini, bisa terlihat dan terbaca dengan gamblang. Karena itu, tim Joko Widodo-JK yang selama ini memantau lewat dunia mass media, perlu memberikan catatan kritis yang mendukung kepada pemerintahan Joko Widodo-JK. Selain itu, ada banyak media sosial juga, dalam kurun waktu selama polemik pencalonan calon Kapolri baru, pun membuat survei. Percayakan servei yang kredibel, terukur, dan percaya. Melalui survei-survei di media sosial, bisa jadi pemerintahan Joko Widodo-JK mendapat informasi suara rakyat dengan lebih baik.
Melalui tulisan ini pun, saya secara pribadi, memberikan pendapat, bahwa perlu juga pilihan lain. Indonesia ini masih banyak yang baik dan bersih. Masih banyak yang bisa diandalkan. Cari calon Kapolri baru yang lain. Dengan memilih calon yang lain, dengan memperimbangkan landasan konstitusional, dan menslidekan rekam jejak calon lain, keputusan untuk memilih Kapolri baru, pemerintahan Joko Widodo-JK telah memperhatikan dan mempertimbangkan suara rakyat yang banyak. Saya sendiri sangat yakin, bahwa pemerintahan Joko Widodo-JK pasti akan mampu mengatasi persoalan polemik dengan diselimuti nuansa politik ini. Jadilah pemadam api yang bijaksana, biar rakyat pun ikut tersenyum melihat kerja pemerintahan Joko Widodo-JK. Akhir kata, sebagai sebuah pesan, jangan membenarkan sebuah kebiasaan yang tidak berlandas pada konstitusional tetapi membiasakan sebuah kebenaran yang berlandas pada konstitusi di negara ini. Salam tiga jari.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H