Mohon tunggu...
Alfonsus G. Liwun
Alfonsus G. Liwun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memiliki satu anak dan satu isteri; Hobi membaca, menulis, dan merefleksikan.

Dum spiro spero... email: alfonsliwun@yahoo.co.id dan alfonsliwun16@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cara Pedagang Kaki Lima Membuka Puasa... Benar Unik!

22 Juli 2014   22:25 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:33 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14060180501728736942

Saya sering membeli makan di luar rumah. Hari itu, Hari Sabtu, 19 Juli 2014, pukul 17.45 wib. Seperti biasa, saya singgah di pinggir jalan, di Jalan Sungai Selan, Kota Pangkalpinang. Saya tahu bahwa di pinggir jalan ini, ada banyak pedagang kaki lima yang setiap sore berjualan di situ. Macam-macam makan yang mereka jual. Ada roti bakar. Ada jualan kepala muda. Ada jualan martabak. Dan banyak jualan lain.

Pulang kerja, saya mampir membeli soto dan sate di pinggir jalan itu. Saya secara pribadi, tidak mengenal secara dekat dengan para pedagang kaki lima itu. Biasanya, saya datang lalngsung pesan dan tidak lama mereka sudah membungkusi dan memberi kepada saya.

Hari itu, agak berbeda. Ibu yang sering membungkus soto dan sate itu, meminta saya untuk duduk di bangku. Saya jawab, ok lah bu. Sambil ibu itu mengatakan kepada saya: pak, tunggu sebentar ya? Soalnya sate mau dibakar dulu. Sotonya sudah ada. Saya hanya mengangguk-angguk saja. Lebih kurang 8 menit kemudian, terdengar suara adzan dari sebuah mesjid yang terdekat di pinggir jalan itu. Saya pun memperhatikan keluarga yang menjual soto dan sate itu. Dalam hati saya, kok mereka semua meninggalkan soto dan sate? Tapi, saat itu mata dan perhatian saya tertuju kepada arah gerak mereka. Bapak yang sedang duduk di batu, berdiri dan berjalan ke meja yang biasanya menjadi tempat duduk makan para pembeli soto dan sate. Anaknya perempuan mungkin masih SD Kelas 4 pun bergerak berdiri dihadapan bapaknya. Demikian juga, ibunya. Berjalan menuju meja tadi dan menghadap bapak, suaminya.

Apa yang terjadi? Bapak itu mengambil cerek yang berisi air di atas meja tadi, lalu menuang air ke dalam sebuah mok plastik. Mok plastik yang berisi air itu, diberikan kepada istrinya dan istrinya meneguk air itu, tetapi tidak habis. Mok yang sama diover kepada anaknya, anaknya pun kemudian meneguk air didalam mok plastik itu. Mok kembali kepada bapak. Bapak itu kemudian meneguk air yang sama yang sudah beredar dari istrinya ke anaknya dan kembali ke bapak itu. Begitulah, keluarga pedagang kaki lima itu cara sederhana membuka puasa. Sebuah cara sederhana dan tentu sangat murah meriah.

Menarik bagi saya, yang bukan orang yang ikut berpuasa. Cara ini sangat menyentuh rasa batin saya. Saya memahami dengan penuh ketulusan bahwa o...beginilah cara orang sederhana membuka puasa. Padahal keluarga ini, sedang menjual soto dan sate. Bisa saja mereka mengambil keputusan untuk membuka puasa dengan memakan soto dan sate yang mereka jualkan. Tetapi, mengapa mereka tidak melakukan?

Hal yang sangat dasar saya melihat bahwa sungguh mereka orang sederhana. Dan dalam kesederhanaannya mereka, mereka mampu mengendalikan diri untuk bertahan dalam rasa keinginan dan kenikmatan akan makanan yang enak. Saya pulang dengan penuh rasa iba, karena ternyata bahwa orang-orang sederhana semacam inilah, Allah sungguh dekat dengan mereka. Allah yang jauh namun dekat didalam diri mereka. Karena apa? Kesetiaan untuk bertahan dalam keinginan dan kesetiaan mereka dalam beribadah.

Lewat beberapa menit kemudian, saya melihat bapak berjalan keluar dari trotoal menuju mesjid. Mau sembayang kata ibu penjual soto dan sate itu. Tidak lama menyusul anak ceweknya, yang diantar oleh saudaranya yang datang menjemput. Mereka pergi ke mesjid terdekat. Sedangkan ibu membungkus soto dan sate lalu memberikan kepada saya. Saya pun membayar soto dan sate itu, kemudian pulang.

Di atas kendaraan pikir saya berkelana berusaha memahami kesederhanan hidup. Kesederhanan hidup itu, rupanya sederhana saja, yaitu setia bertahan dalam situasi yang ada, dan menerima apa yang ada pada diri sendiri. Berusaha untuk mengendalikan diri terhadap segala hal yang bukan milik sendiri, dan berjuang untuk bertahan dalam hidup dengan cara sederhana, asalkan dalam hidup senantiasa membangun relasi kepada Allah, agar berkat dan karunia Allah senantiasa merasuk dalam diri dan tetap berjuang untuk melayani sesama. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun