Dalam wasiat Sri Paus Emiritus Benediktus XVI, sepenggal kalimat ditulisnya dalam Bahasa Italia sebagai berikut: Non mi preparo per una fine, ma per un incontro Kalimat tersebut  diterjemahkan sebagai berikut: "Saya tidak mempersiapkan diri untuk suatu akhir, tetapi untuk suatu perjumpaan."
Tulisan saya ini merupakan hasil refleksi dari sepenggal kalimat wasiat spiritual almahrum Benediktus XVI. Mengenai isi wasiat spiritual Bapa Suci Benediktus dapat dibaca disini!
"Saya tidak mempersiapkan Diri untuk suatu akhir, tetapi untuk suatu perjumpaan", ditulis Benediktus XVI pada tanggal 29 Agustus 2006, setahun setelah beliau menjadi Paus.
Kalimat wasiat penuh bernas di atas terdiri dari dua kalimat yang mengandung dua unsur waktu yaitu waktu yang disebut masa lalu dan waktu yang berikutnya adalah waktu, masa depan. Waktu masa lalu diungkapkan dengan kalimat "Saya tidak mempersiapkan diri untuk suatu akhir", sementara waktu masa depan diungkapkan sang Teolog yang perumus dokumen Gereja Konsili Vatikan II (1963-1965) dengan "... tetapi untuk suatu perjumpaan".
"Saya tidak mempersiapkan diri untuk suatu akhir." Kalimat ini mau mengungkapkan bahwa apa yang dikerjakan selama hidup Benediktus XVI baik dalam keluarga, masa pendidikan, dan tempat kerja, maupun dalam relasi dengan semua orang yang dijumpainya, bukan merupakan titik akhir dari hidup yang dijalankan. Justru Benediktus XVI memaknai keseluruhan hidupnya, sebagai suatu proses persiapan yang panjang, yang didalamnya diartikannya sebagai sebuah tanggungjawab dan anugerah. Didalamnya membantu dirinya menyibak sebongkah makna dari suatu misteri dalam alam berpikirnya dan alam keimananya.
Kalimat "Saya tidak mempersiapkan diri untuk suatu akhir" ini mendorong diri Benediktus XVI Â melihat keseluruhan rangkaian hidupnya sebagai secercah cahaya pengharapan untuk masa depan hidupnya. Tidak heran, Benediktus XVI, penulis Katekismus Gereja Katolik melanjutkan kalimat pertama dengan "... tetapi untuk suatu perjumpaan." Sampai disini, pengharapan Benediktus untuk suatu perjumpaan yaitu berjumpa dengan Tuhan-nya yang telah hadir dan menyertai seluruh hidupnya selama ini. Pengharapan yang beriman. Disinilah, Paus Emiritus Benediktus XVI yang dikenal sebagai seorang yang kritis dengan pisau ilmu filsafat yang didalami, sungguh digunakan sebagai pelayan bagi ilmu ketuhanan.
Dunia dewasa ini yang serba berubah, yang menantang hidup keimanan akan Tuhan yang menciptakannya, Benediktus tak merasa tergoyahkan. Iman dan ilmu pengetahuan yang diterima, dihayati, dan dihidupinya, yang menghantarnya untuk memampukannya membagikan "kerendahanhati dan kebijaksanaannya" untuk seluruh orang yang dijumpainya. "Saya tidak mempersiapkan diri untuk suatu akhir, tetapi untuk suatu perjumpaan."Paus Emiritus benediktus XVI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H