R.A. Kartini, bukan nama asing bagi kita masa sekarang. Namanya menlenggenda di negeri yang demokratis ini. Jasanya, sangat besar tidak hanya untuk perempuan Indonesia, tetapi untuk seluruh rakyat Indonesia.
Berkat kegigihan dalam perjuangannya, gelar pahlawan nasional dan hari lahirnya 21 April ditetapkan sebagai Hari Kartini dengan SK Presiden Ir. Soekarno, Nomor 108 1964 pada 2 Mei 1964. Baca disini
Kartini, Reformis menuju Transformasi Sosial
Figur R. A. Kartini, memberikan makna tersendiri untuk hidup perempuan Indonesia. Citranya, menjadi model reformasi yang menghantar perempuan untuk berkiprah di ruang publik negara ini.
Karena, bagi Kartini perempuan memiliki kesetaraan dengan pria. Kesetaraan sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai individu, perempuan dan pria sama dihadapan sang Pencipta dan sama dihadapan hukum. Beda secara biologis, itulah desainnya sang Pencipta. Peran dan tanggungjawab, pada zaman Kartini, tak bisa lagi dibedakan ditengah situasi sekarang.
Zaman telah berubah. Dan didalam perubahan itu, reformasi yang sederhana yang diperjuangkan Kartini, telah membawa dampak tranformasi sosial dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Kartini memang layak sebagai perempuan yang membawa angin segar bagi semua kalangan untuk hidup dalam angin segar demokrasi. Jasa Kartini, tidak hanya menjadi kenangan, tetapi harus selalu "dilakukan untuk membangkitkan ingatan" pada masa yang akan datang.
Perempuan Dewasa Ini
 Ruang publik di republik ini telah terbuka, tidak terkungkung seperti zaman Kartini. Pendidikan telah mengubah akan situasi zaman. Masa pencerahan telah dan akan hidup. Walau pendidikan dengan gaya memberantas buta aksara, enam tahun di bangka SD, atau 12 tahun hingga jenjang SMA, dan seterus digemakan. Peran pendidikan, membebaskan manusia dari masa gelap kepada pencerahan hidup. Inilah yang menghantar perempuan bisa mengambil peran dan tanggungjawab pada ruang publik seperti sekarang ini. Bisa menjadi guru, dosen, dokter, manejer, direktur, dan lain sebagainya.
Kesetaraan mengubah cara berpikir dan menghantar masa gelap kepada terang, tidak hanya perempuan tetapi semua kalangan. Wajarlah, Kartini mengedepankan motto: "habis gelap terbitlah terang". Gelap telah usai. Kini terang bersinar, memancarkan peradaban baru di ruang publik.
Ruang terang harus dijaga dan dirawat. Cara menjaga dan merawat sederhana saja. Cukup berpikir jernih dan mengedepankan suasana kritis serta demokrasi. Suasana demokratis, alam republik ini tak boleh dinodai, hanya karena setitik omelan, sepenggal kata-kata dusta, secuil sakit hati karena harga barang-barang di pasar melonjak kegirangan. Padahal, sebagai makhluk individu, perempuan yangyang mengalami pendidikan tentu kedewasaan berpikir dan berperilaku dalam menghayati nilai-nilai ideologi Pancasila, yang sudah menjadi cara hidup negeri ini; yang sederhananya juga menjadi semangat atau spiritnya Kartini dulu.