Dari penjelasan ini, termaktub bahwa sila-sila dalam Pancasila tak terpisahkan satu sama lain. Bahwa praktek sosialitas manusia Indonesia merupakan gambaran dirinya sendiri, yang berakar pada relasi intimnya dengan "Engkau yang abadi, kekal."
Karena Pancasila adalah kulminasi dari seluruh elemen kehidupan manusia Indonesia, maka manusia Indonesia adalah manusia yang seutuhnya. Hakekatnya ialah manusia yang berkualitas.
Itu artinya bahwa secara idealis, manusia Indonesia itu memiliki keselarasan, keseimbangan, dan keserasian antara hubungannya dengan Tuhan Yang Mahaesa dan hubungan dengan alam semesta, akal budi, jasmani dan rohani, perasaan, kehendak, diri dan masyarakat. Disinilah kita menemukan manusia Pancasila model manusia Indonesia.
Kemudian, dalam praksis hidup, manusia Indonesia yang berkualitas itu, manusia yang mampu mengaktualisasikan pengetahuan dan mampu belajar dan menggunakan teknologi, dengan berlandas pada iman dan taqwa, yang berakar pada budaya Pancasila.
Pancasila, Ideologi yang terbuka
Di tengah-tengah masyarakat yang kerja keras memperjuangkan hidup keseharian, terkadang kita dhebohkan dengan berbagai ideologi lain yang berasal dari luar. Ideologi itu kemudian dibenturkan dengan Pancasila. Entah sadar atau tidak, kekuatan Pancasila benar-benar menghadirkan kembali spiritnya. Bahwa Pancasila itu khas Indonesia. Beratus tahun, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu memekarkan kembali bunga-bunga yang menyejukkan. Menganyun dan mengikapas keluar ideologi luar.
Pancasila kembali kokoh dan subur tumbuh dalam diri masyarakat Indonesia. Karena didalamnya berwujud nilai-nilai dasar serta prinsip-prinsip kehidupan bersama masyarakat yang sudah disepakati, bukan sebagai teori dari luar yang dipropagandakan, melainkan sebagai perumusan nilai-nilai dan cita-cita yang memang hidup dalam masyarakat, dalam konteks ketekadan bersama bangsa Indonesia untuk membentuk negara kesatuan (Suseno: 1992).Â
Karena begitu dalamnya nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang terkandung didalam Pancasila, sudah saatnya kita tetap berikhtiar baik untuk selalu menghidupkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip hidup kita, yaitu Pancasila.**
Referensi:
- Dr. Zainul Ittihad Amin, Drs., M. SI, Pendidikan Kewarganegaraan, MKDU4111, Banten: 2019, cet. Ke-32.
- Franz Magnis-Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, Yogjakarta: Kanisius, 1992.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H