Rutinitas kerja di kantor selama pandemi Covid-19 tiba-tiba berubah. Berubah karena dari kantor diminta untuk mengikuti kebijakan protokol bahwa harus menjaga jarak lebih kurang 1 meter dengan orang orang lain (physical distancing dan sosial distancing), memakai masker, cuci tangan, dan lain-lain. Rutinitas berubah menjadi 1 atau 2 kali masuk kantor selama seminggu dengan pengaturan jadwal kerja.Â
Perubahan kerja rutinitas, awalnya begitu susah untuk menyesuaikan diri. Mentalitas rutinitas rupanya telah berakar bahwa bangun pagi, siap siap diri untuk berangkat kerja, nyatanya belum siap dengan perubahan itu. Bahkan tanpa sadar, jadwal yang sebenarnya orang lain masuk, karena terbiasa, ikut masuk kerja juga.Â
Tidak heran sampai di kantor saling bertanya, hari ini siapa yang sebenarnya masuk kerja? Jadi bingung sendiri. Geleng geleng karena lupa atau karena terbiasa.
Perubahan rutinitas kerja adalah sebuah krisis. Dikatakan krisis karena ada masalah. Masalahnya ialah ada kebingungan, ada ketakutan, ada pesimistis, ada enggan untuk tidak mau tidak bekerja rutin, ada penurunan kewibawaan jika dibilang tidak kerja atau dikatakan kena PHK, dan lain lain lagi. Lebih jauh dari itu, saya mencoba untuk memahami krisis yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19.Â
Memahami krisis dengan mencari tahu apa sih krisis itu. Krisis sebuah kata yang dalam arti tertentu menakutkan dan menakuti banyak pihak termasuk saya sendiri.Â
Kata krisis dalam bahasa Yunani, cremein yang artinya menilai diri, mengerti diri, dengan melihat keadaan atau kondisi yang ada dan terjadi. Arti kata iniah memotivasi diri saya. Karena memiliki makna positif. Bahwa cremein membantu anda dan saya untuk jeli melihat, menilai diri dan situasi yang ada dan berkembang saat ini dengan maksud mengambil suatu jalan baru untuk mengisi lowongan yang sedang terjadi.Â
Memang bahwa mengubah rutinitas dengan sesuatu yang baru juga tidak gampang apalagi menyangkut pemasukkan, biaya dan sistem operasional. Tetapi bagaimana pun tuntutan situasional mendorong anda dan saya untuk mau tidak mau harus diambil keputusan.Â
Krisis membantu kita mengatur waktu, mendorong anda dan saya untuk melihat kembali masa depan kita. Bukan harus menangisi, atau mempersalahkan situasi atau bahkan orang lain.Â
Krisis harus dipandang positif dalam filosofis kemanusiaan kita. Bahwa ada harapan potensi kita yang selama ini dipenjarakan karena rutinitas, kini saatnya untuk dikembangkan.Â
Kini saatnya melaui krisis mendobrak jalur kemanusiaan kita untuk mewujudkan potensi diri yang ada dan tersimpan baik dalam 'tidur nyenyak manusia' kita.Â