Hanya ada anggaran rutin. Tak ada pembangunan baru. Rancangan pembangunan dan visi misi yang dilakukan Wali Kota terpilih Respati-Astrid, tersandera, tidak bisa berjalan. Â Layanan publik terganggu. Dan, semua fraksi tidak akan menerima gaji satu semester alias 6 bulan mulai awal tahun 2025. Â
Sebanyak 45 wakil rakyat DPRD Solo telah (meng)gagal(kan) membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Solo 2025, karena telah melewati tenggat pembahasan  dan pengesahan 30 November 2025. Perlu diketahui,  sesuai UU No 33 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Perda APBD 2025 harus disahkan pada 30 November 2024. Maka, karena sudah lewat, berarti RAPBD Solo 2025 gagal disahkan.
Apa saja dampaknya ketika RAPBD Solo 2025 gagal disahkan? Berikuti ini beberapa dampaknya.
Pertama, yang paling dirugikan adalah warga Solo. Betapa tidak, mulai tahun baru 2025, tak ada lagi anggaran untuk pembangunan. Ibaratnya, pembangunan baru yang yang sudah dirancang, sesuai visi misi Wali Kota Solo-Wakil Walikota terpilih Respati-Astrid, mandek. Jadi, warga Solo akan merasakan itu berbulan-bulan lamanya. Â Jangan harap ada pembangunan baru. Mungkin, yang ada hanya pemeliharan saja, itu pun kalau ada anggaran.
Kedua, karena gagal disahkan, otomatis APBD 2025 akan mengacu pada  APBD 2024. Itu berarti, hanya bisa menjalankan anggaran wajib dan mengikat saja. Jika ada, misalnya, gedung sekolah yang mau ambruk, atau butuh renovasi, ini tentunya juga tidak bisa dilakukan perbaikan /renovasi, karena memang anggaran tidak ada. So, jika ada gedung sekolah atau fasilitas lainnya ambruk, ya itu bagian dari konsekuensi tiadanya anggaran.
Ketiga, para wakil rakat tidak menerima gaji dan tunjangan selama 6 bulan ke depan. Tentu, ini bukan hal yang harus disesali, karena ini adalah konsekuensi dari para wakil rakyat yang berusaha menggagalkan dan mengesahkan RAPBD 2025. Tentu, dampak bagi mereka tidak sesengsara rakyat, sebab mereka sudah menerima gaji dan tunjangan selama 4 bulan sejak dilantik. Â Itu pun sudah diprotes, seharusnya, gaji yang sudah diterima dikembalikan saja, Â karena dianggap sudah tidak amanah kepada konstituen, kepada rakyat.
Keempat, gagalnya pengesahan RAPBD  2025 terasa berbau politis. Para wakil rakyat  baru saja bertarung di ajang pemilihan kepala daerah, mempertahankan calonnya masing-masing, dan dimenangkan oleh Respati Astrid yang diusung KIM, sementara calon dari PDIP Teguh-Bambang kalah. Banyak yang menduga, perseterun inilah yang berlanjut hingga ke pengesahan RAPBD Solo 2025  gagal dilakukan.
Kelima, pertarungan politik di kota Solo akan terus memanas. Bukan hanya para politikus saja yang memanas, rakyat juga akan terdampak. Sudah mulai ada narasi di berbagai platform media sosial, misalnya, apakah rakyat hanya akan diam? Apakah rakyat yang notabene wong cilik, akan protes, demo? Hal ini sudah menjadi perbincangan di medsos dan wedangan-wedangan ala HIK di kota Solo.
Keenam, utamakan kepentingan rakyat. Ya, seharusnya para anggota dewan, dalam pengesahan RAPBD Solo 2025, tak lagi terkotak-kotak. Mereka mengesahkan anggaran untuk kelanjutan pembangunan, berjalannya rutinitas sebuah roda pemerintahan. Jika semua menggunakan egonya masing-masing, sekali lagi, perseteruan politik ini akan berlanjut hingga lima tahun ke depan. Itu berarti, tidak akan ada pembangunan, tidak akan ada perubahan. Kecuali, ada terobosan baru, dari Wali Kota terpilih Respati dan wakil Walikota Astrid dalam menyelesaikan masalah ini mulai tahun 2025.
Kita berharap, gonjang-ganjing politik di Kota Bengawan Solo ini segera berakhir. Agar rakyat tidak menjadi tumbal. Jangan tumbalkan rakyat dan kepentingan orang banyak. Semoga. **
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H