Mohon tunggu...
Politik

Yuk, Telusuri Transformasi BASYARNAS di Indonesia

12 April 2018   10:12 Diperbarui: 12 April 2018   10:27 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah perubahan dari Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) yang merupakan salah satu wujud arbitrase Islam yang pertama kali didirikan di Indonesia. Pendiriannya bertepatan dengan tanggal 21 oktober 1993 M. Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) didirikan dalam bentuk badan hukum yayasan sesuai dengan Akta Notaris Yudoparipurno, SH.

Nomor 175 tanggal 21 oktober 1993 oleh Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat yang diwakili oleh K.H. Hasan Basri dan H.S Prodjokusumo, masing-masing sebagai ketua umum dan sekretaris dewan pimpinan pusat MUI. Sebagai saksi yang yang ikut menandatangani akta notaris masing-masing H.M Soedjono dan H. Zainulbahar Noor, SE.

Kemudian selama kurang lebih 10 tahun menjalankan perannya dan pertimbangan yang ada bahwa anggota pembina dari pengurus Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) sudah banyak yang meninggal dunia dan bentuk badan hukum yayasan sebagaimana yang diatur dalam UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan tidak sesuai lagi dengan kedudukan BAMUI tersebut, maka atas keputusan rapat Dewan Pengurus MUI Nomor : Kep- 09/ MUI /XII / 2003 tanggal 24 Desember 2003 nama Badan Arbitrase Mu'amalah Indonesia (BAMUI) diubah menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).

Perubahan nama ini juga didasarkan pada rekomendasi dari Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) MUI pada tanggal 22-26 Desember 2002. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) berada di bawah MUI dan merupakan perangkat organisasi dari MUI, yang diketuai oleh Yudoparipurno, SH.

Dalam konteks ini Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) jelas memiliki hubungan dengan pendirian Bank Mu'amalat Indonesia dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang berdasarkan Syariah, serta asuransi Takaful yang telah lebih dahulu lahir.

Dalam UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan belum diatur mengenai perbankan syariah, tetapi menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang senantiasa bergerak cepat, Kompetitif, dan integrasi dengan tantangan yang semakin kompleks, serta sistem keuangan yang semakin melaju, diperlukan kebijakan dalam bankan ekonomi termasuk perbankan. Bahwa dalam memasuki era globalisasi dan dengan telah diratifikasikannya beberapa perjanjian internasional di bidang perdagangan barang dan jasa, tentu diperlukan penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian termasuk sektor perbankan.

Oleh karena itu, diterbitkanlah UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang ikut juga mengatur perbankan syariah. Kedua undang-undang ini ternyata juga belum cukup jelas dan tegas mengatur perbankan syariah, padahal dalam kehidupan ekonomi, perdagangan dan perbankan yang menerapkan prinsip syariah saat ini memerlukan suatu payung hukum yang cukup kuat dan jelas. Realita inilah yang mendorong pemerintah dan DPR melahirkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Dan akhirnya maka semua sengketa yang terjadi antara perbankan syariah atau lembaga keuangan syariah dengan nasabah, maka penyelesaiannya harus melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).

Era globalisasi yang melanda seluruh dunia dunia mempengaruhi seluruh bidang kehidupan. Yang paling tampak dan terasa adalah dalam bidang ekonomi, khususnya perdagangan. Era ini ditandai dengan lahirnya berbagai perjanjian multilateral dan bilateral, pembentukan blok-blok ekonomi menjurus kepada kondisi bonderles dalam dunia perdagangan juga secara otomatis memerlukan lembaga penyelesaian sengketa yang nantinya terjadi salah satunya yakni Basyarnas. Di Indonesia terdapat Badan Nasional Indonesia (BANI) dan Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) yang berubah menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).

Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) didirikan atas prakarsa Kamar Dagang Indonesia (KADIN) pada tanggal 3 Desember 1977, yang bertujuan memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengkete-sengketa perdata yang timbul mengenai soal-soal perdagangan, industri dan keuangan baik yang bersifat nasional maupun internasional.

Undang-undang perbankan Nomor 7 Tahun 1992 membawa era baru dalam sejarah perkembangan hukum ekonomi di Indonesia. Undang-Undang tersebut memperkenalkan "sistem bagi hasil" yang tidak dikenal dalam Undang-Undang tentang Perbankan Nomor 14 Tahun 1967. Dengan adanya sistem bagi hasil itu maka perbankan dapat melepaskan diri dari usaha-usaha yang mempergunakan sistem "bunga".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun