Ditulis bersama M. Rohmadi.
Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.
Kalimat legendaris ini dipekikkan oleh Bung Karno untuk memberikan api semangat kepada generasi muda dalam membangun bangsa. Pemuda menjadi tokoh sentral dalam suatu peradaban. Karena pada fase ini, pemuda dipenuhi dengan perasaan semangat dan fisik yang masih kuat. Namun, tidak semua pemuda bisa menjadi bagian generasi muda yang terbaik. Perlu adanya semangat, keterampilan, serta konsistensi untuk menjadi pemuda harapan bangsa.
Pada era digital saat ini, kemajuan teknologi bergerak dengan cepat. Bukan lagi hitungan tahun, tapi setiap bulan pasti ada gebrakan baru  dengan munculnya berbagai gawai dengan spek yang lebih canggih. Pergerakan teknologi yang cepat tentu memberikan dampak pada seluruh kalangan, termasuk para generasi muda. Generasi muda atau yang kebih dikenal dengan istilah gen Z merupakan generasi yang lahir pada rentang tahun 1996 hingga 2015. Itu berarti usia generasi ini berada pada rentang 27 hingga 8 tahun, di mana sebagian besar masih dalam fase menempuh pendidikan. Gen Z dengan memanfaatkan kecanggihan gawai yang mereka punya, dapat mengakses berbagai informasi dari belahan dunia manapun.
Sejatinya perkembangan teknologi memberikan dampak positif pada setaiap sektor kehidupan. Misalnya dengan adanya kecanggihan teknologi muncul alat-alat yang dapat membantu keefisienan pekerjaan di rumah, kantor, ataupun tempat publik. Adanya berbagai barang elektrokonik seperti gawai, laptop, ataupun komputer juga sangat bermanfaat dalam menunjang aktivitas. Terutama pada gen Z yang masih menjalani bangku perkuliahan sebagai seorang mahasiswa. Namun, tidak hanya kebermanfaatan saja, kemajuan teknologi juga memberikan dampak negatif pada kehidupan gen Z era sekarang.
Dampak negatif ini muncul dari berbagai sisi, namun yang ditonjolkan pada artikel ini adalah bagaimana generasi muda sekarang terombang-ambing dalam kebudayaan yang beragam. Cepatnya dalam pemerolehan informasi, membuat gen Z dengan mudah mengetahui budaya dari belahan dunia lain. Terkadang budaya baru dari negara lain tersebut masih sejalan dengan adat istiadat bangsa kita, namun juga tak dipungkiri banyak budaya yang tak sejalan dengan tata krama budaya bangsa kita. Hal ini pulalah yang membuat banyak generasi muda melupakan budaya lokal dan nasionalisme bangsa.
Isu mengenai tidak adanya nasionalisme bangsa pada diri generasi muda sebenarnya sudah aja sejak Indonesia sebelum merdeka. Kala itu para pemuda dalam menyerang penjajah, masih mengandalkan kekuatan dari suku masing-masing. Tidak ada persatuan yang menanungi untuk mencapai kesatuan pemuda bangsa. Hingga kemudian tercanangkanlah untuk mengadakan Kongres pemuda, sebuah pertemuan untuk mewadahi pemuda dari berbagai suku bangsa agar bisa berkumpul dan merembug persatuan bangsa dalam mengusir penjajah. Pertemuan tersebut dikenal dengan Kongres pemuda I yang dilaksanakan pada 30 April -- 2 Mei 1926. Kongres yang bertujuan untuk mengobarkan persatuan dan kesatuan ini sayangnya belum tercapai karena masih terdapat sifat kedaerahan yang ditonjolkan serta kendala bahasa.
Kemudian untuk menjawab permasalahan dari Kongres pemuda I, kaum mahasiswa berusaha membuat organisasi pelajar yaitu Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) untuk kembali merancang kongres berikutnya agar sesuai dengan tujuan awal, adanya persatuan dan kesatuan bangsa. Seiring berjalannya waktu, kongres pemuda II akhirnya diadakan pada 27-28 Oktober 1928. Pada kongres ini akhirnya para pemuda menghasilkan gagasan yang kita kenal sekarang sebagai Sumpah Pemuda. Terdapat tiga poin penting dalam ikrar Sumpah Pemuda, yaitu:
- Kami Putra dan Putri Indonesia Mengaku Bertumpah Darah yang Satu, Tanah Indonesia,
- Kami Putra dan Putri Indonesia Mengaku Berbangsa yang Satu, Bangsa Indonesia,
- Kamu Putra dan Putri Indonesia Menunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia.
Sumpah Pemuda ini kemudian dijadikan pilar semangat dalam menumbuhkan nasionalisme bangsa. Tidak ada lagi perbedaan antar suku dan ras, semua sama di bawah naungan bangsa Indonesia. Tidak ada lagi kendala bahasa, karena kita punya bahasa persatuan bahasa Indonesia.
Berkaca dari peristiwa lahirnya Sumpah Pemuda ini, generasi muda sekarang hendaknya kembali membangkitkan semangat nasionalisme. Nilai nasionalisme ini diharapkan dapat membuat generasi muda bangsa memiliki dasar untuk tetap semangat menjaga persatuan, kesatuan, dan keutuhan bangsa. Kita, sebagai pemuda, harusnya bisa menjaga budaya lokal yang ada dan mempertahankan segala tata krama warisan bangsa yang bernilai baik.
Mahasiswa menjadi salah satu elemen dari para generasi muda, sudah kita ketahui bersama sejarah panjang para mahasiswa dalam mempertahankan bangsa. Mahasiswa yang diberikan kemewahan berupa akses pendidikan yang mumpuni hendaknya bisa menyuarakan nasionalisme demi kemajuan bangsa. Balik lagi dengan kalimat pembuka pada artikel ini. Mari kita menjadi pemuda yang dapat mengguncang dunia. Menjadi pemuda harapan bangsa dibutuhkan semangat, keterampilan, serta konsistensi. Merdeka!