Mohon tunggu...
alfi rahmi mubarak
alfi rahmi mubarak Mohon Tunggu... Guru - Dosen

Bekerja di sbeuah perguruan tinggi agama islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bias Budaya Dalam Konseling Lintas Budaya: Etnosentrisme dan Kungkungan Budaya Konselor

5 Desember 2024   09:05 Diperbarui: 5 Desember 2024   09:25 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

BIAS BUDAYA DALAM KONSELING LINTAS BUDAYA; ETNOSENTRISME DAN KUNGKUNGAN BUDAYA KONSELOR

Konsep Bias Budaya 

Bias  budaya  dalam  konseling  lintas  budaya;  Etnosentrisme  dan  kungkungan  budaya konselor. Bias budaya dalam konseling lintas budaya dapat terjadi  ketika konselor tidak memahami  atau  tidak  menghargai  perbedaan  budaya  antara  dirinya  dan  kliennya.  Dua bentuk bias budaya yang sering terjadi dalam konseling lintas budaya adalah etnosentrisme dan kungkungan budaya konselor.

Bias budaya dalam konseling lintas budaya dapat dijelaskan sebagai ketidaksadaran atau ketidaktahuan konselor tentang perbedaan budaya yang ada antara dirinya dan klien, yang dapat memengaruhi kualitas konseling dan hasilnya. Menurut Pedersen (2002), "bias budaya dapat didefinisikan sebagai penilaian yang tidak objektif terhadap orang atau kelompok yang berbeda budaya, atau pengabaian terhadap keunikan dan perspektif mereka" (hal. 51).

1.  Etnosentrisme 

Etnosentrisme adalah pandangan bahwa budaya sendiri lebih baik atau lebih benar daripada budaya lain. Konselor yang bersikap etnosentris dapat menganggap bahwa cara hidup, nilai, atau keyakinan kliennya tidak sesuai dengan standar budaya konselor. Hal ini  dapat  menghambat  konseling  yang  efektif,  karena  konselor  akan  cenderung memaksakan  nilai  dan  pandangan  budaya  sendiri  pada  kliennya,  tanpa mempertimbangkan perbedaan budaya yang ada.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya etnosentrisme, antara lain:

  • Kurangnya interaksi antarbudaya: ketika seseorang tidak memiliki pengalaman yang cukup  dalam  berinteraksi  dengan  orang-orang  dari  budaya  lain,  ia  cenderung mengandalkan stereotip dan pengalaman pribadi dalam menilai budaya lain.
  • Pengaruh lingkungan: lingkungan sosial dan budaya di mana seseorang dibesarkan dapat mempengaruhi pandangan dan sikapnya terhadap budaya lain.
  • Pendidikan: kurikulum pendidikan yang tidak memperkenalkan siswa pada berbagai budaya  dan  perspektif  yang  berbeda  dapat  menyebabkan  ketidaktahuan  dan ketidaksadaran tentang perbedaan budaya.
  • Media: media massa dapat memperkuat atau menciptakan stereotip dan pandangan negatif terhadap budaya lain.
  • Akibat  etnosentrisme  dalam  kehidupan  sehari-hari  dapat  memicu  diskriminasi, stereotip, dan konflik antarbudaya. Etnosentrisme dapat menyebabkan seseorang merasa superior dan menganggap dirinya lebih baik daripada orang  atau kelompok lain yang berbeda budaya, sehingga dapat memicu ketidakadilan dan ketidaksetaraan.

Menurut Arredondo et al. (2015), akibat etnosentrisme dalam kehidupan sehari- hari antara lain:

  • Diskriminasi:  Etnosentrisme  dapat  memicu  diskriminasi  terhadap  orang  atau kelompok yang berbeda budaya, baik secara sadar maupun tidak sadar.
  • Stereotip:  Etnosentrisme  dapat  memicu  stereotip  dan  pengkategorian  yang  tidak akurat terhadap orang atau kelompok lain berdasarkan perbedaan budaya.
  • Konflik  antarbudaya:  Etnosentrisme  dapat  memicu  konflik  antarbudaya,  baik dalam skala kecil maupun besar.

2.  Kungkungan  

Cultural encapsulation atau kungkungan budaya adalah keadaan di mana seorang konselor  hanya  memahami  dan  memandang  klien  dari  perspektif  budayanya  sendiri, tanpa  mempertimbangkan  pengaruh  budaya  klien  dalam  masalah  yang  dihadapinya. Kungkungan  budaya  dapat  membatasi  konselor  dalam  memahami  dan  merespon kebutuhan klien yang berbeda budaya. Menurut Pedersen (2002), kungkungan budaya adalah kondisi di mana seorang konselor memiliki pandangan terbatas dan berasumsi bahwa konseling yang efektif dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang sama untuk semua orang tanpa memperhatikan perbedaan budaya. Kungkungan budaya juga dapat menyebabkan konselor tidak peka terhadap isu-isu budaya yang muncul dalam sesi konseling,  dan  gagal  menangani  masalah  klien  secara  efektif.  Kungkungan  budaya konselor terjadi ketika konselor tidak memahami atau mengabaikan perbedaan budaya yang  ada  dalam  konseling.  Konselor  yang  bersikap  kungkungan  budaya  dapat mengabaikan pengaruh budaya pada masalah kesehatan mental klien dan mengabaikan cara-cara unik yang klien mungkin mengalami masalah mereka.

Dampak  dari  kungkungan  budaya  pada  konseling  dapat  mengakibatkan ketidakberhasilan  dalam  memberikan  bantuan  dan  mengurangi  kualitas  konseling. Beberapa dampak kungkungan budaya pada konseling adalah sebagai berikut:

  • Keterbatasan  pemahaman  konselor:  Kungkungan  budaya  dapat  menyebabkan konselor tidak mampu memahami latar belakang budaya dan nilai-nilai klien, sehingga sulit untuk merespons kebutuhan klien secara tepat.
  • Kesalahan  penilaian:  Kungkungan  budaya  dapat  menyebabkan  konselor  menilai klien  dari  sudut  pandang  budayanya  sendiri,  tanpa  mempertimbangkan  pengaruh budaya klien, sehingga bisa menimbulkan kesalahan dalam penilaian dan diagnosis.
  • Kurangnya  kemampuan  konselor  dalam  menggunakan  teknik  konseling  yang efektif: Kungkungan budaya dapat menghalangi konselor dalam menggunakan teknik konseling yang efektif dalam mengatasi masalah yang dihadapi oleh klien.
  • Rasa  tidak  aman  dan  tidak  nyaman  pada  klien:  Kungkungan  budaya  dapat memengaruhi  klien  untuk  merasa  tidak  nyaman  atau  tidak  aman  dalam  berbicara dengan konselor, sehingga sulit untuk membuka diri dalam sesi konseling.

Upaya Mengatasi Bias Budaya Dalam Konseling Lintas Budaya 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun