Mohon tunggu...
Alfi Rahmadi
Alfi Rahmadi Mohon Tunggu... -

Peneliti, Jurnalis, Praktisi Publik Relasi, Forensik Komunikasi. \r\n\r\nWartawan Majalah Forum Keadilan (2004-2009), dengan karir terakhir sebagai redaktur. Majalah Gontor (2002-2004). \r\n\r\nSebagai jembatan komunikasi, dapat dihubungi melalui saluran +82112964801 (mobile); +81806243609 (WhatsApp); Email: alfirahmadi09@gmail.com | alfirahmadi17@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rasulullah Suka Merah Putih (Selamat Hari Pahlawan)

6 November 2012   10:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:53 2205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13521961091750063498

“Sesungguhnya Allah memperlihatkan dunia kepadaku. Aku ditunjukkan pula timur dan baratnya. Dan aku dianugerahi warna yang indah: merah putih”.

Kutipan di atas adalah sabda Nabi Muhammad saw, dalam bahasa Arabnya: “Innallaha zawalliyal ardha Masyariqahaa wa magharibahaa Wa-a’thoniil kanzaini:Al-Ahmar wal Abyadh.”

Beberapa sejarahwan menilai, hadist itulah yang menjadi salah satu indikasi kuat kalau Nabi Muhammad Saw suka akan warna merah-putih. Dari sejumlah literatur, hadis tersebut terdapat dalam Kitab Sahih Imam Muslim, yakni Al-Fitan (jilid X halaman 340). Ada banyak silsilah untuk sampai pada periwayatan hadist shahih ini. Silsilahnya: Hamisy Qasthalani mendapat berita dari Zubair bin Harb; Ishaq bin Ibrahim; Muhammad bin Mutsanna; Ibnu Basyayar; Mu’adz bin Hisyam; Qatadah; Abu Qalabh; Abu Asma’ Al-Rahabiy; dan Tsauban.

Memang, dalam berbagai literatur, ada banyak jejak Nabi Muhammad menggunakan merah-putih dalam berbagai dinamika kehidupannya. Panji-panji yang kerap dibawa pasukan Rasulullah saw saat pembebasan (perang) misalnya, warnanya merah-putih.

Merujuk warna merah misalnya, sapaan ungkapan “sayang” beliau terhadap Siti Aisyah, isterinya, yakni humairah, artinya merah. Nabi Adam terhadap Siti Hawa,isterinya, juga begitu; dengan sapaan hautun, berarti merah. Begitulah yang diungkap Ismail Haqqi Al-Buruswi dalam Tafsir Ruhul Bayan.

Warna busana Nabi Muhammad yang berangkap dua (al-Hullah)—buasa yang biasa beliau kenakan—juga berwarna merah. Al-Barra RA menyebutkan, “waqad ra-aituhu fi hullatin hamra-a” (Sungguh kusaksikan Rasulullah SAW berbusana hullatun, merah warnanya). Dalam ungkapan lain ia mengatakan, “maa ra-aitu syay-an ahsana minhu” (Dan aku belum pernah melihat busana Rasulullah yang seindah itu). Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Daud,dan Tirmidzi.

Warna sarung pedang Rasulullah saw, Ali bin Abi Thalib, dan Khalid bin Al-Walid pun merah.Begitu juga warna masjid Rasulullah saw. Semasa hidupnya, dinding dan lantai masjid tersebut berornamen merah bata. Lengkungan pada bangunan masjid Nabi, misalnya,dihiasi warna merah dan putih.Ini dapat dilihat pada warna interior masjid Al-Hamra di Kordoba, Spanyol. Dan Al-Hamra itu sendiri sebutan lain dari al-Ahmarm artinya merah.

Di Masjid Nabawi terdapat interior pada atap bagian dalam (plafon),melengkung seperti Masjid Al-Hamra Muawiyah. Warnanya disesuaikan dengan kubah hijau makam Rasululllah saw, yakni hijau dan putih. Tapi karpet masjid Nabawi tetap menggunakan warna merah.

Saya tidak tahu pasti bagaimana asal muasal merah putih dijadikan bendera Indonesia. Jelasnya, penggunaan merah-putih memang sudah mulai digunakan pada masa Nusantara. Dan warna ini pun cermin dari heroisme.

Pada zaman Kerajaan Singosari (1222-1292 M) yang atau sezaman dengan Dinasti Ilkhanat (Bani Ilkhan) yang berpusat di Turkistan atau sezaman dengan akhir kekuasaa Khwarizmi (dinasti Islam Sunni yang berasal dari mamluk) , misalnya. Di masa itu, pemberontakan Jayakatwang atas kekuasaan Kertanegara, Raja Singosari, sekitar tahun 1292, menggunakan bendera merah-putih.

Zaman Majapahit juga demikian. Merah-putih digunakan oleh tentara Pamalayu dalam mengawal putri Dara Jingga dan Dara Perak. Ornamen dominan keraton pada masa Raja Hayam Wuruk, konon, juga merah – putih, karena tembok yang melingkari keraton terdiri dari batu bata merah, yang lantainya diplester warna putih.

Pengarang Negarakertagama, Empu Prapanca, juga menceritakan warna merah – putih sering digunakan pada upacara-upacara kebesaran Hayam Wuruk. Cincin yang menjadi simbol penghubung Majapahit-Mataram, juga merah putih.

Perang Diponegoro (1825-1830 M) juga didominasi dengan panji-panji merah – putih. Termasuk perang Aceh, menggunakan umbul-umbul merah dan putih, yang di bagian belakangnya tertera gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan bintang serta penggalan ayat suci Al Quran.

Zaman Sisingamangaraja IX juga begitu, warna bendera perangnyamerah-putih. Ini tecermin dari gambar pedang kembar (melambangkan piso gaja dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII), berwarna putih dengan dasar merah menyala dan putih. Merah-putih juga menjadi simbol kebesaran kerajaan Bugis Bone,dengan bendera yang dikenal dengan sebutan “Woromporang”.

Di zaman Nabi Muhammad saw, merah-putih yang melambangkan heroisme itu, bahkan bisa dibilang cerminan detak peradaban. Untuk membangun peradaban itu, Nabi saw membangun ada sentralnya, yang sekarang kita mengenalnya sebagai masjid, sebagaimana pendahulunya, yaitu Nabi Ibrahim sebagai Bapaknya Para Nabi, yang menjadikan Ka’bah sebagai tempat sentral tersebut.

Pada masa Rasulullah, masjid berfungsi sebagai sentra aktivitas untuk mendinamiskan umat. Fungsi tersebut tecermin pada Masjid Nabi yang menggunakan dinding melengkung, terutama pada pintu atau mihrab.Lengkungan itu simbol dari tapal kuda; melambangkan mobilitas dan dinamika. Dan kuda, sebagaimana kita tahu, adalah binatang energik; cerminan dinamis. Itulah yang melatarbelakangi Rasulullah saw menganjurkan agar anak-anak diajari menunggang kuda, bukan unta.

Kuatnya jejak penggunaan warna merah-putih itulah Nabi Muhammad saw jarang menggunakan warna hijau, yang sekarang ini terkesan pertanda sesuatu yang “islami”. Cendekiawan Muslim, Dr. Effat Al-Sharqawi, menuturkan, budaya warna di Timur Tengah, sekalipun tandus, tidak menjadikan warna hijau sebagai warna lambangnya.

Ka’bah misalnya, dengan kiswah berwarna hitam. Pintu Ka’bah dan Mizab (talang Ka’bah) di atas Hijir Ismail berwarna kuning emas. Warna plafonnya merah dan lantainya putih. Warna hitam ini kemudian banyak dipakai pada masa Daulah Mu’awiyah, sejalan dengan pengaruh Yunani,terutama yang melekat pada jubah tokoh- tokoh dinasti ini yang mengusasi Eropa.

Warna ini kelak banyak ditiru dalam peradaban modern Barat. Ketika Barat menggantikan istilah jubah (burrah) dengan “Toga” (bahasa Latin),bentuk topi Toga berbentuk segi empat sesuai dengan bentuk Ka’bah. Begitu juga warnanya: hitam seperti warna kiswah. Di Indonesia, Orde Baru merubah bentuk topi Toga menjadi segi lima, walau ada juga sejumlah universitas dan perguruan tinggi yang tetap mengenakan toga berbentuk segi empat.

Penggunaan warna hijau, sebagaimana yang kini menjadi warna dasar bendera Arab Saudi, menurut Ahmad Mansur Suryanegara, banyak dipengaruhi pemimpinnya akan gambaran surga. Barangkali hal tersebut banyak merujuk pada ayat al-Qur’an yang memang banyak menisbatkan warna hijau dengan surga.

Dalam Al-Qur’an (QS. Al-Kahfi [18]: 31) dan (QS. Al-Insan [76]: 21) misalnya, dikisahkan: orang yang beriman dan beramal shaleh akan memperoleh surga yang kekal, yang busananya terbuat dari sutera berwarna hijau yang halus dan tebal serta bersulamkan emas.

Mansur Suryanegara merasionalisasikan, ini sama artinya kalau warna hijau itu digunakan dalam kondisi sesudah wafat.Tegasnya, warna hijau bermakna kematian. Umat Islam di Indonesia kurang menyadari arti warna hijau sebagai warna keranda jenazah dan kubah makam Rasulullah saw di Madinah. Warna ini amat bertolak belakang dengan merah-putih yang sering digunakan Nabi Muhammad saw di masa hidupnya, yang melambangkan dinamisme. Bahkan heroism, sebagaimana panji-panji pembebasan (perang) yang dipimpin Rasulullah saw.

Bukan kebetulan kalau warna hijau juga sering dilekatkan kepada sesuatu yang ironis. Meja hakim berwarna hijau. Ruang operasi dan seragam dokternya juga berwarna hijau; mencerminkan suasana dan upaya dokter membantu pasien agar selamat dari kematian. Salah satu bendera Kesultanan Yogyakarta bernama Kyai Tunggul Wulung yang berwarna dasar hijau diarak keliling kota justeru untuk mencegah wabah yang berdampak kematian massal.

Atribut militer di banyak Negara, termasuk Indonesia berwarna hijau, melambangkan sebagai benteng negara dari musuh. Jika tak dihalau, hancurlah negeri itu. Paus, saat menyampaikan pidato kutukan pelaku insiden WTC, ia mengenakan serba hijau.Baik busana, maupun topinya.

Hijau di Indonesia memang melambangkan “negeri surga” yang makmur, sesuai dengan alam kita yang seksi ini. Tapi siapapun tahu kemakmuran (hijau) itu akan diraih melewati usaha keras, gagah berani (merah-putih). Kedaulatan milik rakyat, dalam sistem pemilu telah memandatkannya kepada para wakil di parlemen. Dengan itulah wakil rakyat harus menunaikan amanat itu melalui usaha keras. Bukan kebetulan, pengertian usaha keras itu amat susah kita temukan hasilnya jika dikaitkan dengan warna hijau muda kubah gedung DPR sana. Ah, selamat hari Pahlawan, 10 November***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun