Artinya, Siti menuntut mekanisme imperialistik itu harus diubah menjadi mekanisme yang adil dan transparan. Dunia tepuk tangan. Berkat data yang diberi Siti Fadilah Supari ke Gen Bank, akhirnya sharing virus disetuji dalam sidang Pertemuan Kesehatan Sedunia International (Government Meeting WHO) di Jenewa Mei 2007.
Yang lebih yahud: GISN dihapuskan. Diplomasi Menkes tidak berhenti sampai di situ. Ia menuntut pengembalian 58 seed virus yang dikembangkan dari virus strain Indonesia ke WHO.
Sayangnya, semua seed virus Flu Burung sudah terlanjur disimpan di Los Alamos yang sudah ditutup itu. Menkes mendapat kabar, begitu Los Alamos tutup, penyimpanan data sequencing-nya dipindahkan ke dua tempat. Sebagian ke GISAID dan sebagian lagi ke BHS atau Bio Health Security: suatu lembaga penelitian senjata biologi yang berada di bawah Departemen Pertahanan Amerika Serikat di Pentagon. Dan tentu saja virus-virus H5N1 Indonesia ada disana.
Hampir semua pegawai dan peneliti dari Los Alamos ditampung di BHS Pentagon. Artinya, permainan masih diteruskan sampai saat ini, meskipun nama dan keberadaannya sudah berganti. Inilah bayang-bayang yang selalu mengusik Menkes.
Bagaimana WHO mengirimkan data sequencing DNA ke Los Alamos? Apa hubungannya?
Ia menduga virus dari affected countries dikirim ke WHO melalui mekanisme GISN. Tapi bagaimana mekanismenya masih misteri. Bukan tidak mungkin virus itu dijadikan senjata biologi.
Soal itu, Menkes tidak berani menceritakan tentang misteri Los Alamos kepada Presiden. Beberapa hari setelah launching buku itu, kepada FORUM, Siti Fadilah mengaku dihubungi wartawan dari salah satu media di Australia untuk menanyakan keabsahan buku yang ia tulis itu.
Siti Fadilah menjawab, bukunya itu merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi sebelumnya, khususnya ketika wabah Flu Burung mengancam dunia sekitar empat tahun lalu.
Namun esoknya, hasil wawancara sama sekali tak dimuat. Malah berita tersebut menggambarkan Menkes Indonesia dalam bukunya membongkar konspirasi Barat dalam menggunakan sampel flu burung.
Berita itu juga menulis tuduhan Siti Fadilah akan keterlibatan AS dan WHO, yang memanfaatkan virus itu untuk senjata biologi. Dari sinilah kontroversi meletup hingga ke Timur Tengah.
Beberapa ilmuan AS menyebut buku itu karya “Dungu”. Merasa lembaganya disentil, Kamis pekan lalu, David Heymann, pejabat keamanan WHO seperti dilansir surat kabar Australia, The Age, meminta Menkes menarik buku tersebut.