Mohon tunggu...
Alfira Fembriant
Alfira Fembriant Mohon Tunggu... Lainnya - Instagram : @Alfira_2808

Music Director and Radio Announcer STAR 105.5 FM Pandaan Pasuruan East Java (from 2012 until now) 📻

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

UMK Tidak Naik, Saya Bersyukur

6 November 2020   02:43 Diperbarui: 6 November 2020   10:42 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

UMK (Upah minimum kabupaten/kota) dipastikan tidak akan naik tahun depan oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah. Dengan alasan kondisi ekonomi Indonesia yang masih masa pemulihan.

Jujur saja penulis tidak masalah dengan hal ini. Karena sebenarnya penghasilan seberapapun itu dikembalikan pada gaya hidup kita masing-masing.

Sebesar apapun penghasilan kita, jika tidak bisa mengelola keuangan dengan baik ya pasti akan habis juga. Sebaliknya sekecil apapun penghasilan kita tiap bulannya, jika bisa mengelola keuangan dengan baik, tetap akan cukup juga.

Terlebih penulis juga punya pengalaman di masa lalu. Saat itu UMK masih di angka Rp 1.200.000 dan penulis mendapatkan penghasilan pertama hanya Rp 500.00/bulan.

Apakah itu cukup untuk membiayai kebutuhan? Jelas tidak cukup jika mengutamakan gaya hidup atau gengsi. Namun bila kita bisa mengelola keuangan dengan baik terlebih ada puasa keinginan di dalamnya, pasti kebutuhan tercukupi.

Dalam ilmu keuangan pribadi versi penulis, penting untuk mendahulukan kebutuhan dari pada keinginan.

Yang dimaksud cukup itu seperti apa? Memang apa saja yang sudah didapat dari arti kata cukup?

Singkatnya jawaban dari pertanyaan tersebut yaitu penulis memang tidak punya banyak barang mewah, tapi bertahun-tahun penghasilan jauh di bawah UMK saja hingga saat ini sudah mempunyai 2 (dua) gelar pendidikan. Mungkin dari situ saja sudah bisa dipahami ke mana arah dari suatu manajemen keuangan tersebut di masa muda yang lebih bermanfaat untuk masa depan dan bukan hanya kesenangan sesaat. 

Untuk sebagian orang, kenaikan gaji tiap tahunnya itu memang dianggap sebagai suatu waktu pengharapan. Setiap orang pasti ingin move on atau maju ke depan termasuk dalam kenaikan penghasilan.

Namun setiap hak yang diterima seharusnya berbanding lurus dengan kewajiban yang diemban. Kita tidak bisa egois terus menerus menekan agar pemerintah bisa menaikkan UMK setiap tahunnya. Yang pada akhirnya efeknya juga akan kembali pada diri kita sendiri atau para karyawan dari banyak perusahaan.

Semakin UMK naik, pelan tapi pasti semakin banyak juga PHK di berbagai perusahaan. Hal itu dikarenakan pengusaha mulai angkat tangan karena tekanan dengan pemberian standar upah yang semakin melambung tinggi.

Efek buruknya lagi jika UMK naik terus, lambat tahun tenaga yang dihasilkan oleh manusia akan digantikan oleh mesin. Hal tersebut dikarenakan tenaga mesin yang dianggap lebih efisien. Tenaga mesin juga tidak akan menuntut kenaikan upah dan tidak akan demo. Paling mentoknya ada kerusakan kemudian diservis, beres.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun