Sore itu saya bertanya kepada salah satu tetangga saya, 'mas, suk coblosan milih sopo?' 'wah, mbuh yo, milih sing soko Tirto*oyo wae, hha' <small>tirto*oyo adalah sebuah kecamatan di tempat saya tinggal</small> subtitle : 'Mas, besok pemilihan memilih siapa (pasangan mana)?' 'Wah, tidak tahu ya, memilih yang dari Tirto*oyo saja, hha' Bukan percakapan itu yang akan saya bahas, tetapi mengenai hajatan kabupaten yang jargon.nya sukses ini, Wonogiri, yang insya Allah akan dilangsungkan pada 16 September 2010. Tanggal yang cukup ideal mengingat itu adalah sekitar 6 hari pasca lebaran, mungkin KPU mencari momentum yang tepat di saat masih banyak para pemudik yang berKTP Wonogiri, agar mereka bisa berpartisipasi di pemilukada kali ini. Sungguh menarik menilik 4 petarung yang akan berhadapan di Pemilukada Wonogiri tahun ini, di mana pemimpin yang terpilih akan mengampu jabatan Bupati Wonogiri sampai 5 tahun ke depan. Saya sendiri hanya tahu beberapa calon bupati maupun calon wakil bupati saja, tahu karena mereka pernah memimpin, pernah mencalonkan diri tetapi gagal, ataupun tahu hanya karena pernah membaca artikel, atau bahkan karena salah satunya merupakan salah satu orang tersohor di daerah saya. Sekitar dua bulan yang lalu saya sudah berada di kampung halaman, berbagai pamflet, poster, dan berbagai media informasi tentang Pemilu memang sudah ada kala itu, meski belum seramai saat ini. Waktu itu saya pun juga hanya mengetahui siapa yang maju dan dari mana partai yang menhgusung mereka. Tak jelas digambarkan visi misi yang akan mereka bawa sampai bisa menduduki kursi Wonogiri-1. Sampai saat ini pun, yang masih saya lihat hanyalah berbagai poster yang semakin menghiasi jalan-jalan dan perkampungan di kabuaten ini. Tidak ada satu pun yang benar-benar menarik perhatian saya, atau membuat saya sekedar kagum akan pesan yang coba mereka berikan kepada publik. Publik disuguhi foto sang calon dan wakilnya, dengan wajah sumringah nan eksotis, tanpa menyajikan suatu hal yang menggembeirakan bagi calon pemilih yang melihatnya, atau mungkin hanya berlaku bagi saya saja. Pesan yang diusung pun hanya berkutat pada misi-misi global, tidak ada misi yang spesifik, visi yang jelas tentang Wonogiri yang mau dibawa kemana. Ada yang mengusung slogan aku cinta wonogiri, patriotisme yang ingin ditanamkan kepada rakyat di daerah ini, cukup kreatif untuk menarik minat sebagian orang tetapi visinya masih abu-abu. Selain juga membawa misi melanjutkan pengabdian, atau mungkin melanjutkan rezim. Ada juga yang menjanjikan APBD untuk rakyat, memangnya sejak kapan APBD bukan untuk rakyat? Mungkin ini pesan yang menyindir pemerintahan saat ini yang dinilai (mereka nilai) masih belum mengayomi rakyat dengan hak-hak rakyat dalam APBD, cukup berani tetapi harus disadari bahwa para pemilih pun saya rasa banyak yang kurang melek istilah APBD, Anak Polah Bapak Dadi-kepradah jangan-jangan (jokes). Ada pula yang mengusung slogan (lama) milik partai dengan suara terbesar di negeri ini, meski bukan yang terbesar di daerah ini, dengan slogan Wonogiri tanpa Korupsi, ya masuk akal karena mereka memang memakai jubah kebesaran pemerintah nasional untuk mendongkrak poularitas mereka, walau mesti diakui juga bahwa di Wonogiri kasus korupsi bukan kasus yang nomor satu, jadi terasa lucu kalau menggunakannya sebagai senjata mendongkrak rating pasangan. Slogan yang kurang menggigit, visi yang tidak jelas, misi yang cnederung abu-abu, mendompleng nama penguasa, serta demokrasi yang masih kurang dewasa, adalah persepsi saya tentang Pemilukada Wonogiri 2010 ini. Memang diakui pemilu ini lebih semarak dengan 4 calon, dibandingkan pemilu lalu yang 'hanya' diikuti 2 calon saja. Memprediksikan pertarungan sengit, mungkin terjadi, tetapi berharap ada keberuntungan kepada salah satu calon yang membuat kejutan rasanya sulit, meski masih mungkin. Yang jelas Pemilukada Wonogiri ini saya rasakan kurang greget, selain tidak adanya calon bupati yang berniat membawa revolusi, juga karena masih sulit mengharapkan kedewasaan serta penyelenggaraan Pemilukada yang fair play. Terlalu pesimis memang jika saya meyakini perubahan sulit terjadi, tetapi gambaran awal masih kurang menjanjikan, setidaknya membuat rakyat yakin adanya sosok pengayom masyarakat yang ngerti geleme rakyate. Setidaknya tidak ada penjelasan (atau belum ada) tentang berbagai visi mereka ke depannya menyangkut pariwisata yang terkesan adem ayem, atau nasib kaum urban di kota-kota besar yang seperti kurang dimaksimalkan. Atau pendidikan yang justru tidak begitu mendapat perhatian. Sektor ekonomi yang malah tak digagas secara jelas. Seakan-akan jargon EKODAYAWILAGA di depan alun-alun alias dekat agraria itu tak berbekas lagi, padahal itulah salah satu yang menjadi JATIDIRI WONOGIRI. Entahlah, mungkin waktu yang akan menjawab semua keraguan saya. Saya masih mengharapkan adanya vox populi vox dei, suara rakyat adalah suara Tuhan, dan itu yang nantinya mereka dengar dan perjuangkan, semoga. Semoga saja pemilu ini berjalan lancar, aman, demokratis, dan pemimpin yang terpilih mampu menjalankan amanah dengan baik sesuai dengan apa yang dia janjikan. Mengharapkan sesuatu yang sempurna memang mustahil, hampir sempurna juga sulit, realistis ketika berharap pemimpin yang baru mampu mengonversikan kemauan dan kemampuan rakyatnya agar kabupaten ini bisa sukses dan semakin sukses. Mangane roti cemilane kacang tanah, ngunjuke kopi neng awak sumringah Pemilune luberjurdil pemimpine amanah, wonogirine sukses rakyate bungah Wonogiri SUKSES!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H