Suatu hal bisa terjadi karena ada niat dan kesempatan, maka hindarilah potensi hal tersebut terjadi jika Anda tidak menghendakinya. Kisah ini serupa dengan apa yang dialami beberapa korban penodongan di ibukota beberapa waktu ini. Kamis sore, 27 Desember 2012 lalu. Saat itu saya yang selama 2 hari berada di rumah saudara di kawasan Pasar Cakung hendak pulang. Untuk itu saya memutuskan menaiki angkot ke arah Pulo Gadung, sebelumnya saya berusaha mencari travel terdekat tetapi ternyata tidak berhasil. Tujuan saya adalah Bojongsoang, tempat yang beberapa kali muncul di media akhir-akhir ini sebagai salah satu tempat yang terkena dampak banjir di kawasan Bandung Selatan selain Dayeuhkolot, Baleendah, dan sekitarnya.
Angkot berwarna merah kemudian berhenti, jika tidak salah ingat angkot ini memiliki trayek Harapan Indah (Bekasi) - Pulo Gadung. Tiada perasaan negatif saat itu, meski rajin mengikuti kabar ibu kota lewat media selama di tempat saudara tetapi kejadian buruk yang dialami penumpang angkot tidak sekalipun ada di pikiran saya. Sampai akhirnya kami bertiga, selain pengemudi angkot dan saya ada satu orang perempuan berusia 25-30 tahun, ditemani oleh seorang pemuda berbaju loreng hitam putih horizontal lengan panjang yang naik di dekat United Tractor. Ia memulai pembicaraan yang tak biasa itu, dengan gaya bahasa yang saya sendiri susah mengerti tetapi nampaknya ia berusaha menyampaikan sesuatu yang tidak cukup penting untuk kami pahami. Terdengar dari suara yang memang dibuat untuk tak wajib kami mengerti, bahasa tubuh yang tak cekatan, seolah-olah dibuat mabuk. Di kalimat pamungkasnya ia yang berada di samping pintu menengadahkan tangan kanannya ke arah saya yang berada di kursi kanan belakang. Dasar orangnya kurang curigaan (atau memang kurang peka) saya masih cuek saja waktu itu, sampai tangan pemuda ini sengaja disenggolkan ke lutut kanan saya, waktu itu saya baru sadar setelah mengamati ekspresi sopir yang berubah dan ekspresi penumpang perempuan yang panik. Pemuda ini memberikan kode ke tangan kanan saya yang memegang tiga ribu rupiah. Sejenak saya masih punya waktu mengamati orang nekat ini, ia sekitar 170 cm dengan berat badan yang saya taksir 65-75 kg dan tak bersenjata, tubuhnya tidak terbentuk laiknya orang yang terbiasa berkelahi, jika brantem di angkot yang jalannya kurang lancar karena sore itu macet, kemungkinan saya akan terhambat dan terlambat untuk sampai ke terminal, asumsinya saya sampai terminal paling lama pukul 16.30, waktu kejadian pukul 16.00. Saya sodorkan uang seribu, ia mencoba memberi kode untuk meminta dua ribu yang masih di tangan, saya membalasnya dengan kode tengokan ke arah sopir bahwa uang dua ribu untuk membayar angkot ini, meskipun selanjutnya saya baru sadar kode ini bisa pula berarti "silakan lakukan kepada perempuan di sebelah kanan saya". Ia sambil bergumam "orang kaya dimintai duit dikit aja gak mau", sekali lagi saya mendengarnya kurang jelas. Perempuan itu memberinya koin 500 rupiah tanpa memandang wajah si pemalak ini. Sekilas dengan ekspresi kesal dia mengeraskan suara untuk meminta uang lebih, tetapi perempuan itu mengalihkan pandangannya ke arah depan. Perhatian pemuda ini sedikit teralihkan saat ada rekannya berjalan di sisi kanan angkot, ia berteriak ke arah rekannya itu sambil mengacungkan jarinya. Ia setengah melompat keluar angkot karena kebetulan waktu itu memang berjalan pelan karena macet, dan ternyata angkot kami bukanlah korban pertama dan terakhir. Ia berjalan ke angkot merah yang persis di belakang angkot yang saya tumpangi, bisa ditebak apa yang ia lakukan di sana, tak mungkin untuk kampanye Pilgub Jabar pastinya. Tak begitu lama angkot berjalan pemuda ini tadi turun dari angkot yang posisinya sesaat yang lalu mendahului angkot kami, ia sempat hendak naik (lagi) tetapi batal. Tak berselang lama perempuan itu turun, tinggallah saya bersama pak sopir di dalam angkot.
"Tadi dimintain uang ya, dek?"
"Iya bang, hhe"
"Gak usah diladenin yang kaya begitu, saya sudah lama kesal sama itu orang, sukanya malakin penumpang, lawan saja, dek. Saya juga pengen hajar itu orang."
"Iya bang, sekarang jadi gak aman mau naik angkot"
"Jangan dibiarin yang kaya gitu, meresahkan sekali"
Abang sopir ini logatnya Sulawesi, Bugis mungkin tepatnya, masih sekitar 30-35 tahunan, kurus kecil seperawakan dengan saya. Pembicaraan terhenti karena saya sampai di Terminal, dan itulah selembar pengalaman berharga sore itu. Ada banyak pilihan yang saya punya kala itu. Berkelahi dengan pemuda itu, dengan kemungkinan tubuh kami berdua terluka dan menjadi perhatian orang-orang sekitar, lalu perjalanan pulang saya terlambat karena semakin sore saya berangkat semakin malam saya sampai kosan, meski ada potensi perkelahiannya bisa dimuat media karena ada pemuda yang melawan pemalak di angkot dan bisa memicu perhatian pihak terkait untuk menindak hal ini, tetapi terlalu berisiko untuk dilakukan. Selanjutnya saya bisa memilih mengerjai si pemuda ini, ini adalah pilihan tergila yang terlintas. Kalau kita dipalak dan kita memalak balik ini bisa jadi pertarungan saling palak yang seru, tetapi pilihan ini baru saya lakukan kalau tidak ada perempuan di dalam angkot, entah mengapa pilihan kekerasan buat saya jadi pilihan terakhir saat ada perempuan berada di tempat kejadian, potensi kontak fisik sangat tinggi. Lalu yang terakhir adalah pilihan yang sudah saya ambil, menuruti arus dengan memenuhi yang ia minta sembari menurunkan seminimal mungkin kerugian yang bisa menimpa kita, pura-pura bodoh dengan mengikuti bahasa kode yang ia lakukan, meski dalam hati saya was-was juga. Saya selalu membawa cutter ke manapun saya pergi, dulu saya biasa membawa penggaris besi tetapi karena penggaris besi mempercepat usia tas punggung karena menggerus bagian bawah tas, saya memilih cutter atau kadang gunting untuk saya bawa. Saat itu sialnya adalah, barang bawaan saya terlalu banyak terisi makanan pemberian saudara, jadi butuh waktu ekstra untuk membongkar tas dan mengambilnya, lagipula cutter saya sudah berkarat pula.
Tak ada salahnya berjaga-jaga, ke manapun Anda hendak bepergian. Anda bisa belajar ilmu bela diri, bisa Taekwondo, Muay Thai, Karate, Judo, Pencak Silat, dan banyak lagi pilihan. Bukan hanya bagi pria, wanita juga tidak ada salahnya mempelajari hal ini karena potensi kejahatan kepada wanita justru lebih tinggi. Siapkan alat pertahanan diri, ada setrum listrik, ada serbuk cabai berbentuk spray, ada yang sederhana seperti gunting, pisau, N*kia 3310 (maaf, yang ini bercanda), dan letakkan ia di tempat yang mudah Anda jangkau seperti bagian depan tas, saku celana, dompet (bagi wanita). Membaca perkembangan berita dan kecenderungan kejahatan di suatu daerah, dalam porsi yang cukup, bisa cukup membantu. Jangan terlalu banyak, karena justru bisa membuat seseorang paranoid atau malah terlalu berpikiran negatif. Setidaknya ini bisa membantu Anda mengantisipasi hal-hal semacam ini. Hapalkan nomor-nomor ponsel penting seperti nomor Ibu, Ayah, kakak, adik, atau sahabat, ini berguna bila terjadi sesuatu dengan diri Anda. Berpikir dahulu sebelum mengambil keputusan, selalu ada pilihan-pilihan dan pilihlah yang berisiko paling kecil terhadap Anda dan korban lainnya. Jangan lupa berdoa sebelum bepergian dan menggunakan kendaraan umum, ini juga bisa membuat Anda lebih tenang saat mengalami hal-hal tak terduga semacam ini.
Kejahatan bisa terjadi karena ada niat dan kesempatan, maka sebisa mungkin hindarilah potensi kejahatan yang bisa menimpa Anda, seperti tidak membawa atau memakai dan memperlihatkan barang berharga Anda di tempat umum. Jika Anda mengalami kejadian semacam ini, tidak ada salahnya menuliskan dan mempublikasikannya, setidaknya sebagai informasi dan warning agar kejadian serupa tidak menimpa keluarga, teman, dan orang yang membaca tulisan Anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H