Mohon tunggu...
Alfi Pangest
Alfi Pangest Mohon Tunggu... Pendidik -

Pembelajar, pekerja sosial, penikmat buku, penggiat pendidikan, pecinta seni dan budaya, desain, serta sepakbola.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Garuda di Dada Kita

21 Desember 2010   11:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:32 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Garuda di dadaku,  Garuda kebanggaanku .. Ku yakin hari ini pasti menang .. Kobarkan semangatmu, tunjukkan sportivitasmu .. Ku yakin hari ini pasti menang ..

[caption id="attachment_81072" align="alignnone" width="436" caption="Timnas Indonesia di situs Nike.com"][/caption] Sontak kompak serempak berdendang, menyanyikan 'lagu kebangsaan' .. Bersatu padu menuju menang, merindukan sebuah kebanggaan .. Ya, euforia yang tumpah ruah, di seluruh penjuru daerah, mengelu-elukan para ksatria yang pantang menyerah .. Di setiap pusat kota, di semua sudut daerah, menatap mata pada sebuah laga, Indonesia vs Filipina, kemarin .. Ini kecintaan tertinggi putra-putra bangsa, tak dipungkiri lagi seluruh rakyat sejenak melupakan utang-utang mereka yang belum lunas, anak-anak mereka yang belum makan, jalan raya yang berlubang yang sering memakan korban, korupsi yang masih menganakcucu, gizi buruk dan berbagai penyakit, serta kelanjutan episode RUUK Yogyakarta .. Sejenak yang terlintas akan kehebohan ini, sebegitu banggakah rakyat kita dengan Tim Nasional Sepakbola Indonesia? Saya sendiri bangga, dan yang lain menganggukkan kepala. Sebegitu hebatkah Timnas Indonesia? Kali ini saya sepakat mereka bermain lebih baik dari sebelumnya, dari setahun sebelumnya, dari kompetisi sebelumnya, dari lima tahun sebelumnya, dan mungkin ini pencapaian terbaik Timnas sepanjang sejarah, atau bukan? Kalau Timnas pernah lebih baik, mungkin dulu gegap-gempitanya belum sebesar ini. Ya, informasi telah mengubah segalanya, dahulu mungkin memang belum banyak orang memiliki televisi, radio itu wajar semua punya, koran tidak semua orang bisa beli setiap hari, paling dapat kabar dari bungkus nasi, dan apalagi? Internet mungkin yang paling mencolok dengan kondisi saat ini. Memang yang namanya media informasi bisa menjadi satu pembeda yang sangat drastis. Apa jadinya tahun 1969 ARPA tidak melaksanakan proyek ARPANET dengan baik, atau beberapa pekerjanya saat itu tidak mendapat inspirasi akan cikal bakal internet, mungkin saat ini bukan internet yang kita hadapi atau justru ada media lain yang mungkin bisa lebih baik atau lebih buruk. Apa jadinya jika surat kabar dilarang untuk diterbitkan karena informasinya dinilai merugikan penguasa? Mungkin media surat jadi alternatif arus informasi, atau mungkin ada media cetak lain yang menggantikan posisi kertas bacaan ini. Apa jadinya kalau J.L. Baird dan C.F. Jenkins tak menemukan televisi? Apa jadinya kalau Marconi putus asa sehingga radio tidak dikenal dunia? Dan apa jadinya kalau saat itu Faraday berhenti bereksperimen dengan listrik karena banyak orang menghujat penemuannya yang dianggap membahayakan? the Butterfly effect, anything is possible, enjoy everything today, but think again is not bad :) [caption id="attachment_81073" align="alignnone" width="522" caption="Timnas Indonesia ketika melawan Thailand"]

12929316891242509043
12929316891242509043
[/caption] Kembali ke topik, sejenak pernah terlintas di pikiran saya, inikah yang benar-benar diinginkan rakyat Indonesia? Sebuah kebanggaan akan identitas mereka, jatidiri yang lama 'hilang' atau entah belum pernah ada sebelumnya. Maaf, tapi mari berkaca sejenak, level kita di Sepakbola masih di 127 FIFA, secara peringkat kita masih kalah dari Thailand di 121. Meskipun di penyisihan grup terakhir kita menang tipis lewat 2 gol penalti Bambang Pamungkas, tetapi permainan kita kala itu juga tidak terlalu imprefis, catat juga kita bermain di kandang sendiri. Ya, Indonesia bermain cukup bagus tetapi masih belum mengesankan, dan kita jangan terlena akan kemenangan demi kemenangan yang telah kita raih. Jangan besar kepala dulu mas bro, terus dan terus perbaiki permainan. Saya kagum dengan Alfred Riedl sendiri, tidak terlalu banyak memuji tim tetapi menunjukkan kekurangan sendiri, serta tak segan memuji lawan. Juga mampu mendorong anak asuhnya untuk tidak terlena dengan pencapaiannya, kita belum juara lho. Nikmati kegemilangan tetapi jangan terlelap dalam kesenangan, hati-hati ada pihak-pihak licik (baca : cerdik) yang mungkin saja memanfaatkan momentum luar biasa ini demi urusan pribadi. Positive thinking itu baik, tetapi waspada itu harus. Dunia memperhatikan kita, manfaatkan dengan baik. Mari promosikan negeri ini adalah negeri yang santun, ramah, penyelenggara acara yang menarik, dan penerima tamu yang baik. Senanglah Rio Ferdinand, Cesc Fabregas, dan Ryan Babel via twitter menyempatkan atensinya atas prestasi timnas kita, jadikan ini pelajaran agar kelak saat Manchester United, Arsenal, Liverpool, atau tim lain di eropa sana melihat adanya potensi kita, mereka mau datang dengan antusias. Jadi bukan hanya tim eropa saja yang terpikat untuk bertanding di Indonesia, tapi nantinya FIFA pun tertarik untuk menggelar hajatan bola terbesarnya di negeri ini, kalau kita bisa sukses di AFF 2010, maka FIFA pun pasti memikirkan adanya kesempatan menggelar pesta sepakbola berlabel Piala Dunia di tanah air kita ini. 2018 dan 2022 boleh lepas, 2026 or 2030 why not? [caption id="attachment_81075" align="alignnone" width="300" caption="Okto vs Bojan di Piala Dunia 2018 Rusia, why not ?"]
12929319041969361896
12929319041969361896
[/caption] Pada 26 dan 29 bulan ini, Final keempat sepanjang sejarah Indonesia di AFF Cup (dulu Tiger Cup) rencana digelar.Siapkah? Sesungguhnya ini bisa jadi momentum kebangkitan Indonesia. Ya, bukan hanya tim nasional saja tetapi jugaseluruh elemen Bangsa ini. Apa gunanya membanggakan orang lain sedangkan sumbangsih kita sendiri belum bisa dirasakan negara, agama, lingkungan sekitar, bahkan diri kita sendiri. Biarkan Firman Utina dkk. berjuang di lapangan, mari kita beri doa dan dukungan, tapi jangan lekas melupakan kewajiban masing-masing. Di tempat itulah para pahlawan bangsa itu berdedikasi membawa nama bangsa, dan tentu kita juga berdedikasi lewat jalan kita sendiri yang kita pilih. Ayo kawan-kawan sebangsa setanah air, jadikan momentum ini untuk bangkit, simpan energimu untuk laga Final Indonesia kelak dan setiap laga Final dalam perjuanganmu esok. [caption id="attachment_81076" align="alignnone" width="528" caption="Ahmad Bustomi vs Sergio Busquets"]
1292932023157353786
1292932023157353786
[/caption]
Saya memimpikan lagu Garuda di dadaku kelak menjadi salah satu lagu kebangsaan di setiap event yang diikuti Indonesia, entah sepakbola, bulutangkis, volley, memanah, dan semua cabang olahraga. Saya membayangkan juga 10-15 tahun kelak, kita bisa sejajar dengan Korea Selatan, Jepang, dan China di level Asia, bukan cuma di sepakbola tapi di seluruh kualitas aspek. Dan saya mempunyai cita-cita, pada 2018 nanti Garuda Merah Putih menyanyikan Indonesia Raya di Rusia, bertanding di rumput sintetis ala Soviet, dan mencetak sejarah. Mari berangan-angan Okto Maniani vs Bojan Krkic, Kurnia Mega vs David De Gea, Ahmad Bustomi vs Sergio Busquet.
Semoga kebangkitan tim nasional ini, kebangkitan kita semua :)

[caption id="attachment_81078" align="alignnone" width="549" caption="Okto menjebol gawang David De Gea"]

12929321461084446329
12929321461084446329
[/caption] Salam Mahasiswa !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun