Mohon tunggu...
Alfin Taufiq
Alfin Taufiq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa di Institut Agama Islam Negeri Kota Pare pare, Provinsi Sulawesi Selatan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kekerasan Dalam Berpacaran

30 Desember 2024   19:57 Diperbarui: 30 Desember 2024   19:57 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi pasangan bertengkar, sumber:freepik.com/@freepik

Berpacaran pada dekade belakangan ini menjadi tren di  kalangan pemuda. Pacar didefinisikan sebagai kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan berhubungan berdasarkan cinta dan menyukai satu sama lain. Pacar dapat dianggap sebagai individu yang unik dalam hubungan sosial tetapi tidak memiliki ikatan keluarga.  Keluarga inti terdiri dari orang tua dan saudara sedarah.  Saat ini, pacaran menjadi sumber banyak penelitian dan tema dari banyak buku dan tayangan layar kaca, seperti sinetron dan iklan. Jika seorang remaja tidak memiliki pacar, mereka dianggap tidak modern dan aneh. Dalam kehidupan pemuda dan remaja, pacaran telah menjadi nilai baru. Namun, fenomena berpacaran, yang sebenarnya dilarang oleh Islam, masih menjadi budaya baru di masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari pasangan, dapat terjadi salah pengertian atau hal-hal lain yang dapat menyebabkan pertengkaran dan bahkan konflik kekerasan. Ketika seseorang berpacaran, kekerasan dapat disebabkan oleh nilai-nilai paternalistik khususnya di Indonesia atau penyalahgunaan oleh pasangannya untuk mendominasi pasangan lainnya, di mana biasanya pihak perempuan yang mendapat kekerasan.

Contoh nyata dari fenomena ini adalah kasus yang terjadi pada tahun 2017 di jakarta, yang melibatkan seorang mahasiswi berinisial S dan pacarnya D. S mengalami kekerasan fisik dan emosional setelah menjalani hubungan yang penuh pengendalian. D mulai menunjukkan sikap posesif, seperti melarang S bertemu dengan teman-temannya dan sering mengecek pesan-pesan di ponselnya. Kekerasan fisik dimulai dengan pukulan ringan yang lama-lama semakin intens, bahkan saat S mencoba berbicara tentang perasaannya, D malah menyebutnya "terlalu sensitif." Tidak hanya itu, D juga mengancam akan menyebarkan foto pribadi S jika ia mencoba untuk putus. Pada akhirnya, S berhasil melaporkan kekerasan tersebut setelah mendapatkan dukungan dari teman-temannya. Kasus ini menjadi salah satu contoh nyata betapa sulitnya bagi korban kekerasan dalam pacaran untuk keluar dari hubungan beracun karena ancaman dan manipulasi emosional yang diterima.

Orang berpacaran karena berbagai alasan, seperti mencari dukungan dan kebahagiaan, memenuhi kebutuhan emosional, dan berbagi kehidupan dengan orang lain. Ketika seseorang berada dalam hubungan romantis, mereka mendapatkan rasa ikatan dan kasih sayang yang sangat penting untuk kesehatan emosional mereka. Pada awalnya, mungkin ada ketertarikan dan harapan untuk membangun hubungan yang saling mendukung, seperti yang terlihat dalam hubungan S dan D. Hubungan ini kemudian berubah menjadi hubungan yang penuh kontrol dan kekerasan. Pacar memiliki peran penting dalam kehidupan seseorang, termasuk memberikan dukungan emosional, menjadi teman berbagi, dan membantu menghadapi tantangan hidup. Pacar juga bisa menjadi sumber kebahagiaan dan motivasi. Dalam hubungan yang sehat, pasangan saling mendukung dan menghormati satu sama lain. Namun, bagi S, peran pacar berubah menjadi tekanan dan ancaman, yang membahayakan kesehatan emosionalnya. Ketika salah satu atau kedua pasangan mulai menunjukkan perilaku yang merusak, seperti posesif, manipulatif, atau kekerasan, hubungan yang awalnya sehat dapat berubah menjadi tidak sehat. Meskipun D posesif dan mengontrol, S dilarang bertemu dengan teman-temannya dan mengecek pesan di ponselnya. S mengalami kekerasan fisik dan emosional yang semakin intens dari waktu ke waktu, yang membuat hubungan tersebut menjadi beracun dan berbahaya.

Kekerasan dalam pacaran dapat dialami oleh siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan. Namun, penelitian menunjukkan bahwa perempuan lebih sering menjadi korban kekerasan fisik dan emosional dibandingkan laki-laki. Penyebab kekerasan dalam pacaran dapat beragam, termasuk faktor psikologis, sosial, dan budaya. Beberapa penyebab umum meliputi sikap posesif, kebutuhan untuk mengendalikan pasangan, dan kurangnya keterampilan komunikasi yang sehat. D menunjukkan sikap posesif dan mengendalikan, serta menggunakan ancaman untuk mempertahankan kekuasaannya atas S. Pasangan yang menjadi korban kekerasan dalam pacaran harus meminta bantuan dan dukungan dari teman, keluarga, atau pihak yang bekerja dengan mereka. Melaporkan kekerasan kepada pihak berwenang juga penting untuk mendapatkan perlindungan dan keadilan. Dukungan dari teman-teman S membantunya keluar dari hubungan beracun dan melaporkan kekerasan yang dialaminya.

Cinta adalah perasaan yang kuat yang mampu menghadapi berbagai kesulitan. Namun, cinta tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk mendukung kekerasan atau perilaku yang merusak. Dalam hubungan yang sehat, cinta harus disertai dengan rasa hormat, kepercayaan, dan dukungan. Psikolog memandang kekerasan dalam pacaran sebagai masalah serius yang memerlukan penanganan segera. Menurut psikolog, kekerasan dalam pacaran dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan emosional korban, dan mereka menekankan pentingnya belajar dan menyadari tentang hubungan yang sehat dan keterampilan komunikasi yang baik untuk mencegah kekerasan dalam pacaran.

Dalam hal kekerasan dalam pacaran, rekomendasi saya adalah meningkatkan kesadaran dan pendidikan tentang hubungan yang sehat, serta memberikan dukungan dan sumber daya kepada korban kekerasan. Kemampuan untuk berkomunikasi dengan sehat dan mengatasi konflik secara konstruktif juga penting. Selain itu, masyarakat tidak boleh menyalahkan korban kekerasan atas keadaan mereka, tetapi harus mendukung mereka. Hal ini dapat membantu menghentikan kekerasan dalam pacaran dan menciptakan tempat yang lebih aman bagi semua orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun