Keterbatasan fisik, intelektual, dan spiritual manusia menghalangi kemampuan untuk "melihat" Tuhan secara langsung. Sama seperti manusia membutuhkan teknologi canggih untuk menjelajahi alam semesta, demikian pula manusia tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk sepenuhnya memahami atau menyaksikan kebesaran Tuhan.
Dimensi Ilahi dan Manusiawi
Iman, dalam perspektif teologis, memiliki dimensi yang bersifat ilahi sekaligus manusiawi. Iman berasal dari Allah, tetapi juga melibatkan tanggapan manusia yang aktif. Oleh karena itu, tidak mungkin bagi Allah untuk memaksakan iman kepada manusia tanpa adanya sikap sukarela dari pihak manusia itu sendiri. Iman melibatkan penyerahan diri kepada Allah dan kebenaran yang diwahyukan-Nya.
Dalam kebijaksanaan-Nya, Allah memberikan rahmat-Nya untuk menggerakkan akal budi dan kehendak manusia agar mereka dapat menanggapi kebenaran yang diberikan oleh-Nya. Dengan demikian, iman memungkinkan manusia untuk memasuki hubungan yang pribadi dan erat dengan Allah. Hubungan ini hanya mungkin terjadi apabila kedua belah pihak---baik manusia maupun Tuhan---memberikan diri secara bebas dan tanpa paksaan.
"Supaya iman itu manusiawi, manusia wajib secara sukarela menjawab Allah dengan beriman; maka dari itu, tak seorang pun boleh dipaksa melawan kemauannya sendiri untuk memeluk iman. Sebab pada hakikatnya kita menyatakan iman kita dengan kehendak yang bebas."
Baik dalam konteks kehendak bebas maupun dalam keterbatasan manusia untuk "melihat" Tuhan, terdapat hikmah ilahi yang mendalam di balik keduanya. Tuhan memberikan kebebasan kepada manusia bukan sebagai tanda kelemahan, melainkan sebagai bukti cinta-Nya yang mendalam terhadap ciptaan-Nya. Melalui kebebasan ini, manusia dapat memilih untuk mencintai dan menyembah Tuhan dengan kesadaran penuh, sehingga hubungan antara manusia dan Tuhan menjadi lebih bermakna dan mendalam.
Kebebasan ini, meskipun berisiko, merupakan dasar dari kehormatan yang Tuhan berikan kepada manusia. Kehendak bebas memberikan manusia tanggung jawab atas setiap tindakan mereka dan menciptakan ruang bagi iman yang tulus. Iman yang demikian, yang ditanggapi secara bebas oleh manusia, memungkinkan terbentuknya hubungan pribadi yang erat dengan Tuhan, hubungan yang hanya mungkin jika kedua belah pihak memberikan diri secara bebas tanpa paksaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H