Pada tahun 2009, Tropicana, merek jus jeruk terkenal milik PepsiCo, mencoba melakukan rebranding dengan memperkenalkan desain kemasan baru. Langkah ini diharapkan dapat menyegarkan citra merek tersebut di pasar dan menarik perhatian konsumen baru dengan tampilan yang lebih modern. Namun, bukannya mencapai kesuksesan, perubahan ini justru berakhir dengan kegagalan besar. Penjualan Tropicana menurun hingga 20%, dan kerugian yang dialami perusahaan diperkirakan mencapai $50 juta. Desain kemasan baru tersebut ternyata membingungkan konsumen karena menghilangkan elemen visual ikonik seperti gambar jeruk dengan sedotan yang telah lama menjadi identitas Tropicana. Akhirnya, setelah mengalami penurunan penjualan yang signifikan, perusahaan memutuskan untuk menarik kembali desain baru tersebut dan kembali menggunakan desain lama.
Kegagalan ini memberikan pelajaran penting bagi dunia pemasaran, khususnya terkait dengan perubahan elemen visual atau identitas merek. Konsumen sering kali memiliki keterikatan emosional yang kuat terhadap elemen visual yang telah mereka kenal dari sebuah produk. Mengubah elemen-elemen tersebut secara drastis dapat memicu kebingungan, bahkan penolakan. Seperti yang dialami Tropicana, perubahan yang dilakukan tanpa memperhitungkan keterikatan emosional konsumen dapat berdampak negatif pada loyalitas pelanggan dan penjualan produk.
Pada Januari 2009, Tropicana meluncurkan desain kemasan baru di pasar Amerika Utara. Desain ini dirancang oleh agensi kreatif Arnell, yang juga meluncurkan kampanye iklan besar dengan biaya sekitar $35 juta. Kampanye ini mengusung slogan "Peras, itu alami" dengan tujuan menonjolkan kesegaran dan kealamian jus jeruk Tropicana. Namun, hanya dalam beberapa minggu setelah peluncurannya, konsumen mulai mengkritik tampilan kemasan baru tersebut, terutama melalui media sosial. Desain baru yang lebih minimalis dan sederhana gagal menggantikan elemen-elemen ikonik yang selama bertahun-tahun telah menjadi identitas Tropicana.
Penjualan jus jeruk Tropicana mulai menurun drastis hanya dalam waktu dua bulan, dan perusahaan mengalami kerugian sebesar $30 juta. Pesaing mereka dengan cepat memanfaatkan situasi ini dengan merebut pangsa pasar yang hilang. Pada Februari 2009, Tropicana akhirnya mengumumkan bahwa mereka akan kembali menggunakan desain kemasan lama.
Menurut Peter Arnell, direktur agensi kreatif yang bertanggung jawab atas rebranding ini, tujuan utamanya adalah memodernisasi citra Tropicana. Salah satu perubahan utama dalam desain kemasan adalah penggantian gambar jeruk dengan sedotan---elemen ikonik yang telah lama dikenal konsumen---dengan tutup botol berbentuk setengah jeruk. Harapannya adalah memberikan kesan segar dan alami. Namun, konsumen tidak merasakan kesan yang sama. Mereka merasa kehilangan elemen yang telah mereka kenal dan percayai. Selain itu, logo Tropicana juga diubah dari format horizontal dengan nama produk "Pure Premium" menjadi format vertikal dengan font yang lebih sederhana. Ukuran logo diperkecil untuk memberi ruang bagi pesan "100% Orange Pure and Natural". Sayangnya, perubahan ini justru memperburuk situasi, karena konsumen menganggap desain baru tersebut lebih mirip produk kelas bawah, sehingga merusak citra premium Tropicana.
Kisah kegagalan Tropicana ini memiliki relevansi yang kuat dalam konteks personal branding. Sama seperti sebuah merek produk yang memiliki desain kemasan sebagai identitas visualnya, manusia pun memiliki citra diri yang dibangun melalui perilaku, sikap, dan tindakan mereka sehari-hari. Personal branding adalah bagaimana seseorang membangun dan mempertahankan citra diri yang konsisten di hadapan publik. Sama seperti produk, orang-orang di sekitar kita mengenali kita melalui atribut-atribut dan kualitas yang telah mereka kenal dan percayai.
Dalam personal branding, integritas adalah elemen kunci. Ini bukan hanya tentang bagaimana kita bertindak di hadapan orang-orang tertentu, tetapi tentang bagaimana kita menjaga sikap yang konsisten di hadapan semua orang. Sama seperti Tropicana yang kehilangan elemen ikonik dalam kemasan mereka, seseorang yang tiba-tiba mengubah sikap atau perilakunya secara drastis juga dapat menyebabkan kebingungan di antara orang-orang di sekitarnya. Mereka akan mulai mempertanyakan autentisitas dan konsistensi individu tersebut.
Sebagai contoh, seorang atasan yang secara konsisten bersikap keras dan otoriter di tempat kerja akan dikenal sebagai seseorang yang ingin "ditakuti". Sikap ini, meskipun negatif, tetap memberikan identitas yang jelas dan konsisten. Namun, jika atasan tersebut tiba-tiba berubah menjadi lebih ramah tanpa alasan yang jelas, bawahannya mungkin akan merasa bingung, serupa dengan kebingungan yang dirasakan konsumen Tropicana ketika mereka kehilangan elemen visual yang mereka kenal. Sebaliknya, seseorang yang bersikap manis di hadapan atasan tetapi acuh tak acuh terhadap bawahannya akan menciptakan personal branding yang tidak konsisten, yang pada akhirnya akan merusak citra diri mereka di mata orang lain.
Seperti halnya kegagalan rebranding Tropicana, personal branding yang tidak konsisten dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan dari orang lain. Ketidakjujuran dan perubahan mendadak dalam citra diri sering kali menjadi penyebab utama hilangnya kepercayaan tersebut.
Pengalaman pribadi saya dalam membangun personal branding dimulai pada tahun 2020, ketika pandemi COVID-19 memaksa banyak bisnis untuk beralih ke platform online. Pada saat itulah saya mulai berupaya membangun citra diri di depan publik sebagai seseorang yang fokus pada kesehatan mental dan puitis, khususnya filosofi barat dan timur. Sesekali, saya juga menulis tentang industri keuangan serta tips mengelola keuangan. Pada awal 21, dengan adanya kebijakan baru di Quora yang memperbolehkan penggunaan nama samaran, saya harus memutar otak untuk menyesuaikan persona saya dengan situasi tersebut.