Mohon tunggu...
Alfin Febrian Basundoro
Alfin Febrian Basundoro Mohon Tunggu... Freelancer - Menuliskan isi pikiran, bukan isi hati

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UGM 2018, tertarik pada isu-isu politik dan keamanan internasional, kedirgantaraan, militer, dan eksplorasi luar angkasa.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

"Koalisi Senyap" Inggris-Prancis dalam Perang Falkland 1982

25 Desember 2019   12:12 Diperbarui: 25 Desember 2019   12:31 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perang Falkland yang terjadi pada April hingga Juni 1982 menjadi salah satu perang paling penting pasca-Perang Dunia Kedua. Inggris dan Argentina yang telah lama bersengketa atas kepemilikan Kepulauan Falkland (Islas Malvinas) akhirnya saling berhadapan dalam perang terbuka. Keduanya mengerahkan kekuatan terbaik masing-masing, terutama pada sektor laut dan udara. 

Inggris berhasil unggul dalam perang ini dan berhasil menegakkan kedaulatannya atas Kepulauan Falkland. Di sisi lain, Argentina yang takluk mengalami keruntuhan rezim junta militer, di mana Jenderal Leopoldo Galtieri, presiden sekaligus panglima angkatan bersenjata Argentina lengser.

Perang Falkland dipandang banyak pihak hanya melibatkan Inggris dan Argentina sebagai dua negara yang telah berabad-abad berusaha menguasai Kepulauan Falkland. Meskipun begitu, terdapat 'uluran tangan' dari beberapa negara yang luput dari perhatian banyak riset dan pengamatan mengenai perang ini. Prancis menjadi salah satunya. Negara yang memiliki sejarah hubungan yang panjang dengan Inggris menjadi salah satu pihak yang turut terlibat dalam perang ini. 

Namun sebagaimana catatan Mike Thomson dalam How France helped both sides in the Falklands War (2012), terdapat berbagai perdebatan mengenai peran Prancis dalam Perang Falkland dengan dua kubu besar: kalangan yang memandang Prancis sebagai sekutu Argentina serta kalangan yang menyatakan Prancis berpihak pada Inggris. Tulisan ini berusaha menganalisis argumen terakhir, mengingat hubungan Prancis-Inggris meningkat signifikan pasca-Perang Dunia Kedua dan setelah terbentuknya Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE--organisasi pendahulu Uni Eropa).

Sebagaimana judul tulisan ini, Otoritas Prancis tidak pernah secara terang-terangan mendeklarasikan keberpihakan dan asistensinya kepada Inggris dalam Perang Falkland. Selain untuk menjaga stabilitas dalam negeri akibat semakin kuatnya suara-suara antiperang di negara tersebut, Prancis tidak ingin terjadi kegaduhan internasional terutama dalam Dewan Keamanan PBB. Pun, Prancis ingin menjaga hubungan baik dengan wilayah Amerika Selatan, mengingat negara tersebut memiliki wilayah konstituen (Guiana Prancis) di kawasan tersebut.

Terdapat beberapa aspek penting yang melandasi keberpihakan dua negara tersebut. Pertama, adalah aspek kerja sama militer. Prancis dan Inggris adalah pendiri dan anggota NATO. Dua negara tersebut telah berbagi nota kesepahaman dan melakukan kerja sama pertahanan secara intensif sejak dasawarsa 1950-an, termasuk melakukan berbagai latihan dalam menghadapi ancaman terbesar kala itu, blok komunis yang dipimpin Uni Soviet. 

Franois Mitterand, Presiden Prancis yang menjabat ketika Perang Falkland pecah, lantas mendeklarasikan embargo militer kepada Argentina. Embargo tersebut berwujud penghentian pasokan persenjataan ke Argentina, berupa rudal antikapal Exocet, torpedo kapal selam, dan perlengkapan navigasi. Pun, Prancis juga membatalkan penjualan perlengkapan militer nonpersenjataan kepada negara tersebut.

Prancis juga meminjamkan pangkalan militernya di Dakar, Senegal untuk dijadikan pangkalan militer sementara Inggris. Inggris dapat menggunakan pangkalan tersebut sebagai basis suplai tempur, tempat perawatan dan perbaikan kapal, serta 'batu loncatan' sebelum melakukan invasi guna merebut Kepulauan Falkland yang telah dikuasai Argentina. Pilot-pilot Inggris juga dilatih oleh Angkatan Laut Prancis guna melawan pesawat-pesawat tempur Super tendard milik Angkatan Laut Argentina. Selain itu, Prancis menghentikan suplai mesin dan suku cadang pesawat tersebut kepada Argentina.

Hal yang cukup menarik di sini adalah bahwa Prancis sebetulnya telah kondang menjadi penyuplai persenjataan tetap untuk Militer Argentina. Edward Milenky dalam Arms Production and National Security in Argentina berargumen bahwa sejak 1960-an, Prancis dan Argentina telah melakukan kerja sama industri kemiliteran. Dengan asistensi Prancis, Argentina memproduksi berbagai kendaraan militer angkatan darat, terutama tank, truk militer, dan kendaraan pengangkut pasukan. 

Bahkan, sebelum perang pecah pada April 1982, Prancis telah menjual lima unit rudal antikapal Exocet kepada Argentina---yang tak lama kemudian dihentikan penjualannya oleh Prancis dan dialihkan kepada Peru. Pada titik inilah kemudian muncul berbagai pertanyaan mengenai komitmen Prancis dalam 'koalisi senyap' ini. Muncul pula argumen-argumen yang skeptis terhadap usaha embargo Prancis tersebut.

Kedua, adalah aspek ekonomi. Prancis berusaha mendorong MEE untuk melakukan embargo perdagangan atas Argentina. Pada 11 April 1982, ketika Argentina telah menguasai sebagian besar Kepulauan Falkland, MEE resmi memberlakukan kebijakan penghentian impor dan perdagangan bebas kepada Argentina. Harapannya, Argentina mengalami kemandekan ekonomi dan menarik mundur pasukannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun