Mohon tunggu...
Alfina Asha
Alfina Asha Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Tulisan random.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"12 Angry Men": Logika atau Prasangka?

22 Juli 2020   23:01 Diperbarui: 23 Juli 2020   07:29 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Life is in their hands. Death is on their minds

Kalimat diatas merupakan tagline sebuah film yang dirilis pada tahun 1957, berjudul 12 Angry Men. Film berdurasi 96 menit ini bercerita tentang 12 orang juri yang harus memberi vonis 'bersalah' atau 'tidak bersalah' kepada seorang anak berumur 18 tahun yang sedang diproses di pengadilan atas tuduhan kasus pembunuhan kepada ayahnya. Vonis hanya akan berlaku apabila seluruh juri memiliki suara yang sama. Jadi selama masih ada perbedaan pendapat diantara para juri, maka putusan tidak dapat diberlakukan. 

Film ini diawali dengan latar di dalam sebuah ruang pengadilan pada beberapa menit pertama, kemudian disusul ke sebuah ruangan khusus tempat para juri akan berdiskusi yang berlangsung hingga menit-menit terakhir film. Di dalam ruangan khusus ini, pintu dikunci dan tidak ada orang lain selain kedua belas juri tersebut. Para juri tampak berbasa-basi saat memasuki ruangan, terlebih sebelum pertemuan ini mereka tidak saling mengenal satu sama lain. Satu juri kemudian bertindak sebagai pemimpin diskusi. 

Diskusi dimulai dengan pemungutan suara awal, untuk mengetahui berapa juri yang memilih vonis bersalah dan berapa yang memilih tidak bersalah. Hasilnya ialah 11 juri memilih bersalah dan 1 orang memilih tidak bersalah. Hasil ini lantaran menimbulkan keributan karena ternyata perkiraan 11 orang juri ini terbantahkan, yaitu mengira bahwa semua juri telah yakin dengan vonis bersalah kepada Si anak. Mau tidak mau, suka tidak suka, maka jalan yang kemudian ditempuh adalah mendiskusikan kembali masalah tersebut hingga tercapai keputusan yang bulat. 

Saya tidak akan menceritakan alur film hingga selesai, terlebih membocorkan apa hasil akhir keputusan para juri ini --namun sepertinya beberapa pembaca sudah menebak. Pada tulisan ini saya hanya ingin mengemukakan beberapa pesan penting dari film 'tua' tersebut, namun masih sangat relevan dan rasa-rasanya tidak akan pernah menjadi 'kuno' untuk dijadikan bahan renungan dan bekal dalam menjalani kehidupan. Berikut adalah beberapa pesan yang bisa dipetik dari film 12 Angry Men:

  1. Jangan Mau Digiring Prasangka!
    Salah satu dialog "emas" dalam film ini menurut saya adalah dialog berikut; "di manapun kamu berprasangka, prasangka tersebut selalu mengaburkan kebenaran". Saya pikir ini memang benar adanya. Disadari atau tidak, dalam menilai sesuatu di dalam hidup ini, sebagian besar manusia lebih sering mendahulukan prasangka dibanding terlebih dulu mengungkap kebenaran yang sesungguhnya. Perilaku ini berpotensi menjadi semakin subur di tengah gempuran kemudahan teknologi sekarang ini. Hanya dengan melihat gambar atau membaca headline sebuah berita tanpa membaca lebih lanjut isinya atau mencari tahu lebih lanjut kebenarannya, sudah ada kesimpulan sepihak yang ditarik. Prasangka yang muncul sebelum jelas kebenarannya seringkali membawa pikiran manusia menjadi semakin liar, padahal belum tentu hal tersebut benar-benar terjadi. Akibatnya, kebenaran menjadi buram. Jangan mau digiring prasangka! Cari tahu terlebih dulu kebenaran yang sesungguhnya.
    sumber: dokpri
    sumber: dokpri
  2. Jangan Hanya Ikut-ikutan!
    Setiap saat manusia dihadapkan pada berbagai pilihan, dari perkara remeh-temeh hingga perkara besar. Dan dari berbagai pilihan tersebut, manusia dituntut untuk membuat keputusan. Inilah salah satu pesan penting dari film 12 Angry Men, bahwa hendaklah dalam mengambil keputusan karena memang sadar dan memiliki alasan, bukan sekadar ikut-ikutan. Fenomena yang banyak terjadi di masyarakat saat ini adalah orang-orang seringkali melakukan sesuatu karena orang lain melakukan pula hal tersebut. Dia tidak memiliki alasan logis untuk diri sendiri mengapa harus ikut melakukannya. Yaa... hanya ingin ikut-ikutan saja. Sayangnya, perilaku seperti ini justru menggambarkan pribadi yang tidak berpendirian. Kalau kata Mbak Rini di bukunya Om Piring, don't follow the trend just because you want to feel accepted! Jangan mengikuti trend hanya karena ingin merasa diterima. Milikilah alasan logis kenapa harus melakukan sesuatu, jangan cuma ikut-ikutan. Pun jika ternyata apa yang ingin dilakukan berbeda dengan yang dilakukan orang banyak, tidak menjadi masalah. Kalau kata Gus Dur, asalkan kau yakin di jalan yang benar, maka lanjutkan!

    sumber: dokpri
    sumber: dokpri
  3. Kendalikan Emosi
    Ada berbagai macam emosi dalam diri manusia. Yang paling mengkhawatirkan ialah emosi negatif, seperti amarah. Dalam film ini, suasana digambarkan sangat panas, baik karena suhu yang memang tinggi yang tergambar dari tokoh yang dibanjiri keringat, serta karena perdebatan yang rasanya tidak menemui titik akhir padahal waktu yang sudah memasuki malam hari. Jika berada di dalam kondisi seperti ini, rasanya apapun terlihat menjengkelkan dan berpotensi menyulut amarah di dalam diri.
    Dalam salah satu adegan, dua orang juri terlibat dalam perdebatan yang cukup alot. Juri yang satu berteriak-teriak sambil berjalan memasuki toilet dengan gestur tidak peduli, sedangkan yang lain berencana ingin menyusul dan memperjelas argumennya, namun kemudian dihadang oleh juri ke-8 sambil mengucapkan kalimat seperti gambar di bawah; "Dia tidak dapat mendengar anda. Tidak akan bisa. Mari duduk." 
    Ketika sedang dikuasai emosi, dalam hal ini amarah, segala indra rasanya tertutup rapat. Kita mendengar bukan untuk memahami, tetapi untuk membalas. Berbicara pun, merasa diri yang paling benar. Inilah pesan pentingnya, kendalikan emosi. Karena apabila dikendalikan emosi, justru membawa malapetaka terhadap diri sendiri.
    sumber: dokpri
    sumber: dokpri
  4. Nyawa Manusia Itu Berharga
    Poin terakhir dalam film ini, dan yang tidak kalah penting tentu saja, selalu ingat bahwa nyawa manusia itu berharga. Apabila kedua belas juri ini dengan suara bulat langsung memilih vonis bersalah, maka hukuman bagi Si anak adalah hukuman mati, dengan disetrum di kursi listrik. Hal inilah yang menjadi pertimbangan juri ke-8 untuk tidak terburu-buru mengambil keputusan. Karena dia sadar bahwa keputusan yang dibuat apabila asal-asalan dan tidak berdasar, taruhannya adalah nyawa orang lain. Seperti tagline yang ditulis di awal tadi, "Life is in their hands. Death is on their minds". Maka juri ke-8 ini kemudian mengemukakan argumen-argumen yang menjadi alasannya memilih vonis 'tidak bersalah' di antara mayoritas juri yang memilih vonis 'bersalah'.

Itulah empat poin penting dari film 12 Angry Men. Sebenarnya tidak menutup kemungkinan bahwa masih banyak pesan yang bisa ditangkap oleh perspektif lain ketika menonton film ini, namun bagi saya empat poin inilah yang sangat krusial. Yang unik dari film ini adalah selama film berlangsung hanya mengambil latar di satu lokasi, bahkan hampir seluruh ceritanya digambarkan hanya di dalam satu ruangan. 

Nama para tokoh pun tidak terlalu disorot, hanya menyebut juri ke-sekian. Jika tidak salah ingat, hanya dua nama yang kemudian muncul, yang digambarkan dengan perkenalan dua orang juri di akhir film ketika para juri sudah akan berpisah setelah putusan pengadilan ditetapkan. 

Meskipun tersaji hitam-putih, namun dialog-dialog cerdas dan berisi di dalam film ini sangat berguna dalam menambah wawasan penontonnya, terlebih  kepada diri saya pribadi. Rating film ini di IMDb adalah 8,9/10; namun bagi saya ratingnya 9,8/10. Film ini sangat patut ditonton setidaknya sekali seumur hidup. Recommended!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun