Sc : nexusconsultancy.co.uk
     Media sosial bukanlah suatu hal yang tabu, terutama untuk anak-anak muda. Bahkan, seiring berkembangnya waktu, banyak orang tua yang juga tidak terlepas dari media sosial. Di zaman yang penuh teknologi ini, media sosial seakan berubah menjadi kebutuhan pokok yang harus dimiliki oleh banyak orang. Media sosial tidak lagi hanya menjadi sebuah platform untuk melepas penat dari kegiatan sehari-hari, tetapi banyak aktivitas lain yang tidak terlepaskan dari social media seperti pekerjaan, mencari informasi, atau bahkan mengunggah tugas sekolah atau kuliah.
     Ketika membuka media sosial, tentunya banyak orang yang membagikan hal-hal yang mereka miliki atau kegiatan yang mereka lakukan. Tentu hal tersebut merupakan suatu hal yang wajar karena social media memang platform untuk berbagi. Namun, bagaimana tentang orang-orang yang suka membagikan barang-barang mewah, liburan, atau kegiatan produktif dengan tujuan untuk mengesankan orang lain yang mana sering kali membuat orang yang membuka social media merasa insecure dan iri terhadap orang tersebut? Sebenarnya apa yang menjadi alasan banyak orang membagikan hal-hal tersebut dengan tujuan agar orang lain terkesan?
     Sebelum itu, apa yang menjadi penyebab banyak orang suka membagikan suatu hal melalui sosial media? Dilansir dari Ransaw, Rosalin dalam situs Shutterstock.com, studi yang dilakukan oleh New York Times menunjukkan bahwa 68% responden melakukan hal tersebut untuk menunjukkan kepada orang lain tentang diri mereka dan apa yang mereka pedulikan. Oleh karena itu, semakin kesini tidak jarang banyak orang akan melakukan apapun untuk membentuk jati diri yang mereka inginkan melalui media sosial. Masih dari sumber yang sama, penyebab lain, yaitu adanya keinginan rasa memiliki. Setiap mengunggah sesuatu, orang-orang akan senang dan lebih puas jika mendapat banyak like dan komentar dan sebaliknya. Selain itu, terdapat alasan-alasan lain yang tidak akan dibahas disini.
     Hal ini berkaitan dengan psikologi kebutuhan manusia yang digambarkan oleh Maslow. Perilaku untuk menunjukkan diri dan adanya keinginan rasa memiliki menunjukkan kebutuhan psikologis manusia pada tingkat kebutuhan akan rasa sayang dan memiliki serta kebutuhan untuk dihargai. Kebutuhan psikologis ini banyak dicari orang-orang saat ini melalui tanggapan dan anggapan orang lain melalui sesuatu yang mereka unggah di media sosial. Adapun kebutuhan lain, yaitu kebutuhan dasar yang berada di tingkat paling bawah yang terdiri dari kebutuhan fisiologi dan kebutuhan akan rasa aman serta kebutuhan pemenuhan diri, yaitu kebutuhan aktualisasi diri.
    Penyebab-penyebab tersebut dapat menjadi alasan yang cukup mengapa banyak orang ingin membuat orang lain terkesan melalui media sosialnya. Mereka ingin membentuk jati diri yang mereka inginkan melalui media sosial dan tanggapan yang didapatkan dapat menggambarkan bagaimana reaksi orang lain terhadapnya, entah mereka menyukainya atau sebaliknya.
    Terkadang banyak orang tidak percaya diri tentang diri mereka sendiri sehingga di media sosial mereka membangun citra yang berbeda dengan dirinya yang asli agar orang lain menyukainya. Banyak hal akan dilakukan untuk hal tersebut. Contoh yang paling umum ditemukan saat ini adalah sering kali orang membeli barang-barang mewah yang tidak diperlukan hanya untuk diunggah di media sosial sehingga orang lain yang melihat akan menganggapnya sebagai orang kaya. Perasaan insecure  tersebut membentuk orang-orang untuk membentuk citra yang dapat membuat orang lain merasa "wow" dengan dirinya dan hal tersebut mungkin tidak akan pernah memberi kepuasan karena tolak ukurnya adalah tanggapan orang lain. Hal tersebut tentu cukup melelahkan mengingat tentunya kita tidak bisa mengontrol apa yang orang lain pikirkan.
    Keinginan untuk menampilkan sisi baik yang kita miliki terhadap orang lain sebenarnya merupakan hal yang wajar, tetapi jika keinginan tersebut terjadi setiap waktu dan setiap saat, hal tersebut sudah tidak wajar. Kita tidak membagikan pemikiran kita kepada orang lain dan tentu juga kita tidak bisa mengatur apa yang orang lain pikirkan tentang kita. Jika banyak yang sudah terperangkap ke dalamnya, hal yang bisa dilakukan, yaitu dengan menjadi diri sendiri. Jangan memikirkan setiap perkataan orang lain karena hal tersebut tidak dapat kita kontrol dan mulailah fokus terhadap hal-hal yang dapat kita kontrol. Tidak usah berusaha membuat orang terkesan karena merasa insecure dengan diri sendiri karena sebenarnya orang lain pun merasa insecure dan percayalah, sebenarnya kita tidak begitu penting bagi orang lain untuk dipikirkan setiap saat, jadi be yourself.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H