Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang akan berlaku pada 1 Januari 2025, telah memicu berbagai keluhan di kalangan masyarakat, terutama bagi mereka yang berpenghasilan di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Di beberapa daerah, UMR masih terbilang rendah, seperti di Jawa Tengah yang hanya sekitar Rp 1.800.000 dan di Nusa Tenggara Barat yang berkisar Rp 2.000.000. Bagi kelompok masyarakat ini, kenaikan PPN berpotensi menambah beban pengeluaran mereka yang sudah terbatas, terutama untuk kebutuhan pokok.
Keluhan masyarakat tidak hanya terfokus pada kenaikan pajak, tetapi juga pada kondisi infrastruktur yang masih banyak yang rusak dan tidak memadai. Misalnya, kurangnya transportasi umum yang efisien dan aman membuat masyarakat sulit untuk beraktivitas sehari-hari. Jalan-jalan dan trotoar yang sering kali dalam keadaan rusak menambah kesulitan bagi pejalan kaki dan pengguna kendaraan. Hal ini menciptakan frustrasi di kalangan warga, yang merasa bahwa meskipun mereka dibebani dengan pajak yang lebih tinggi, fasilitas publik yang seharusnya diperoleh dari pajak tersebut tidak sesuai harapan.
Banyak warga juga mengungkapkan ketidakpuasan terhadap pelayanan publik yang tidak merata. Masyarakat merasa bahwa kenaikan PPN seharusnya disertai dengan perbaikan infrastruktur dan peningkatan kualitas layanan publik. Namun, kenyataannya, banyak daerah masih kekurangan akses terhadap layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan yang berkualitas. Hal ini semakin memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, yang dianggap tidak mampu mengelola anggaran dengan baik untuk kepentingan rakyat.
Di tengah ketidakpastian ekonomi saat ini, di mana angka pengangguran dan pemutusan hubungan kerja (PHK) masih tinggi, banyak kalangan menilai bahwa keputusan untuk menaikkan PPN seharusnya ditinjau kembali. Masyarakat merasa bahwa pemerintah harus lebih fokus pada pemulihan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat sebelum memberlakukan kebijakan pajak baru yang dapat membebani mereka lebih lanjut.
Reaksi negatif juga muncul di media sosial, di mana banyak warganet menandatangani petisi untuk menolak kenaikan PPN ini. Mereka berpendapat bahwa kenaikan pajak akan berdampak langsung pada harga barang kebutuhan pokok, sehingga semakin menyulitkan kehidupan sehari-hari mereka. Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah untuk mendengarkan suara rakyat dan mempertimbangkan langkah-langkah mitigasi yang dapat meringankan beban masyarakat.
Kenaikan PPN menjadi isu penting yang mencerminkan tantangan besar dalam hubungan antara pemerintah dan masyarakat. Untuk membangun kembali kepercayaan publik, pemerintah perlu menunjukkan komitmen dalam meningkatkan kualitas infrastruktur dan pelayanan publik sebagai imbalan atas pajak yang dibayarkan oleh rakyat. Hanya dengan cara ini, masyarakat dapat merasakan manfaat nyata dari kebijakan perpajakan yang diberlakukan dan merasa bahwa suara mereka didengar dalam proses pengambilan keputusan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H