Mohon tunggu...
Mochammad Alfi Muzakki
Mochammad Alfi Muzakki Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Menerawang Bayang-bayang Kemandirian di Balik Kebijakan Pangan Indonesia

2 Januari 2014   16:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:14 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara eksplisit telah mencantumkan cita-cita yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia. Cita-cita luhur tersebut salah satunya adalah menghantarkan rakyat Indonesia menjadi adil dan makmur. Sudah hampir 7 dasawarsa setelah digaungkan ternyata hal tersebut belum bisa diwujudkan. Salah satu penyebabnya seringkali pemerintah kurang memperhatikan salah satu sektor uatama yang berperan penting dalam memajukan bangsa. Sektor pertanian sangat erat kaitannya dengan hak atas pangan. Dalam hal ini bahwa negara dengan dukungan segenap komponen masyarakat harus mewujudkan sebuah kedaulatan pangan.

Berkaitan dengan kedaulatan pangan tidak terlepas dari ketahanan pangan yang menjadi isu krusial bangsa Indonesia saat ini. Sejak progam swasembada pangan di pertengahan tahun 1980-an, Indonesia tidak lagi mampu mencukupi kebutuhan pangan sendiri. Bahkan selama hampir kurang lebih satu dekade setelah reformasi pada tahun 1998, kita terus menerus menjadi salah satu pengimpor terbesar bahan pangan di dunia. Dari tahun 1980-an kondisi pangan indonesia sebenarnya menjanjikan dengan besarnya perhatian pemerintah di sektor pertanian. Pemerintah pada saat itu melaksanakan program revolusi hijau. Kebijakan proteksi diterapkan dalam sektor pertanian dengan pemberian subsidi untuk bibit, pupuk, insektisida dan pestisida. Badan Urusan Logistik (Bulog) sebagai instansi yang memiliki tugas strategis untuk mengatasi masalah ketahanan pangan bergerak dengan menyediakan pasar bagi produk-produk pertanian dan menetapkan harga dasar bagi para petani. Bulog sendiri dibantu oleh Koperasi Unit Desa yang ditempatkan di level pedesaan sebagai lumbung bagi stok cadangan yang digunakan ketika stok pangan nasional menipis. Pemerintah berusaha agar pangan tetap dapat dibeli oleh rakyat banyak. Pertumbuhan pun bergerak naik seperti yang direncanakan pemerintah dalam repelita. Namun fokus pemerintah kemudian malah berubah ke sektor industri dan perubahan fokus ini ditangani dengan kebijakan impor yang malah menjerumuskan Indonesia dalam ketergantungan. Pada saat pemertintahanSusilo Bambang Yudhono-Jusuf Kalla ketahanan juga tidak kunjung membaik. Dalam menghadapi menipisnya stok pangan nasional, pemerintah lebih memilih jalan jangka pendek yaitu dengan menggunakan intrumen kebijakan berupa impor beras dan penurunan bea impor.

Indonesia sendiri pada tahun 2011, volume impor beras, jagung, gandum, kedelai, gula, susu dan daging mencapai 17,6 juta ton senilai US$ 9,4 miliar. Defisit pangan tahun 2011 sejumlah 17,35 huta ton dengan nilai US$ 9,24 miliar karena ekspor hanya 250 ribu ton dengan nilai US$ 150 juta. Pada tahun 2011, data Badan Pusat Statistik (BPS) menjelaskan, impor beras Indonesia dari sejumlah negara mencapai 2,75 juta ton dengan nilai US$ 1,5 miliar atau 5% dari total kebutuhan dalam negeri. Sementara itu, volume impor kedelai tercatat 60% dari total konsumsi dalam negeri sekitar 3,1 juta ton dengan nila US$ 2,5 miliar, jagung 11% dari konsumsi 18,8 juta ton dengan nilai US$ 1,02 miliar, gandum 100% dengan nilai US$ 1,3 miliar, gula putih 18% dari konsumsi dengan nilai US$ 1,5 miliar, daging sapi 30% dari konsumsi dengan nilai US$ 331 juta, dan susu 70% dari konsumsi. Sedangkan angka impor bahan pangan pada tahun 2012 beras 1,8 juta ton, jagung 1,7 juta ton, kedelai 1,9 juta ton, gandum 6,3 juta ton, daging sapi 40,338 ton, tepung terigu 479,7 ribu ton, gula pasir 91,1 ribu ton, daging ayam 6.797 kg, dan garam 2,2 juta ton.

Dari data diatas menggambarkan bahwa dalam fase 2 tahun terakhir masih tingginya angka impor bahan pangan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Sehingga Indonesia saat ini berada pada fase pangan stadium empat atau sudah dalam kondisi sangat mengkhawatirkan karena sudah terlalu banyak mengimpor berbagai produk pangan tersebut. Menurut Viva Yoga Mauladi anggota Komisi IV DPR RI banjirnya produk impor makin diperparah dengan tidak adanya dukungan kredit dan kemudahan permodalan dari pemerintah yang bisa mewujudkan kemandirian petani.

Tingginya angka impor ini tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor. Pertama hal ini dikarenakan tingginya kebutuhan yang tidak disertai dengan ketersediaan pangan. Hal ini diikuti oleh kebijakan instan dari pemerintah dalam hal impor yang sudah puluhan tahun diterapkan, sehingga masyarakat terbiasa dan tidak tau dampak jangka panjang dari tingginya impor. Selanjutnya semakin sedikitnya lahan pertanian untuk menghasilkan hasil pangan karena terlalu banyaknya konversi dari tanah pertanian ke tanah perumahan. Dan yang terakhir kurangnya perhatian pemerintah dalam permasalahan krisis pangan di Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan sebuah upaya perubahan kebijakan mengenai ketahanan pangan sebagai langkah antisipatif dan solutif dalam menghadapi krisis pangan yang ada di Indonesia saat ini. Kebijakan inilah yang akan menentukan permasalahan ketahanan pangan. Kebijakan lah yang akan merombak segala bentuk pemberdayaan sumber daya mulai dari ketergantungan impor menjadi kemandirian pangan yang mampu memenuhi amanah konstitusi kita

Reformasi Kebijakan yang dapat menjadi langkah antisipatif dan solutif ialah dengan menggunakan model developmental state. Model developmental state sendiri merupakan kumpulan teori, deskripsi dan pemahaman yang melihat keterkaitan hasil-hasil pembangunan ekonomi dengan pengaturan institusi yang berpusat pada negara. Dapat pula diartikan sebagai negara yang politiknya mengkonsentrasikan kekuasaan, otonomi dan kapasitasnya untuk membentuk, mengejar dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan eksplisit, dengan cara membangun dan meningkatkan kondisi dan arah pertumbuhan ekonomi, mengorganisasikan secara langsung, ataupun dengan mengombinasikan antar keduanya. Dalam model tersebut sangat bergantung pada negara yang dalam hal ini yang dapat mengatur dan menyelaraskan. Model tersebut dapat menjadi pendekatan dalam reformasi kebijakan pangan yang ada di Indonesia.

Langkah antisipatif dan solutif melalui model developmental state dalam menghadapi tantangan pangan di Indonesia sekarang ini ialah dengan "Gerakan Mandiri Pangan Indonesia". Gerakan ini dilakukan oleh pemerintah sebagai perwujudan model developmental state dan bersama masyarakat dalam membangun pangan secara mandiri. Masyarakat dan pemerintah haruslah saling berkolaborasi karena elemen ini yang sangat berpengaruh dalam perwujudan kemandirian pangan Indonesia. Pemerintah sebagai aktor utama pembuat kebijakan haruslah mengeluarkan suatu kebijakan baru yang mampu membatasi angka impor yang ada di Indonesia sekarang ini. Kebijakan ini dapat berupa moratorium impor bahan pangan, sehingga mampu menekan angka impor. Dengan terbatasinya impor maka secara tidak langsung keadaan sangat genting karena kebutuhan pangan sangat tinggi. Dengan begitu haruslah ada yang namanya perhatian pada sektor pertanian mikro yang selama ini luput dari perhatian pemerintah.

Langkah selanjutnya yaitu Pemerintah memberikan bantuan kepada pertanian berupa pemberian subsidi untuk bibit, pupuk, insektisida, pestisida dan lainnya. Model seperti ini akan sangat membantu produktifitas petani. Kemudian di sisi lain lebih mengoptimalkan kawasan transmigrasi menjadi lumbung padi dan pangan. Tercatat kurang lebih 37 kawasan yang berkembang menjadi sentra produksi pangan yang telah memberikan kontribusi terhadap produksi beras nasional sebanyak kurang lebih 8,4 juta ton pada tahun 2012. Maka dari itu kawasan-kawasan transmigrasi yang bertranformasi menjadi lumbung pangan nasional dapat mengurangi ketergantungan impor dan mewujudkan ketahanan pangan. Tidak lupa juga pemerintah harus melindungi keberadaan lahan pertanian, dengan melakukan pembatasan terhadap konversi lahan pertanian ke lahan perumahan. Kalau memang dimungkinkan pembukaan lahan baru untuk lahan pertanian. Dengan pembukaan lahan baru secara langsung berpotensi menghasilkan banyak hasil pangan. Kemudian untuk meningkatkan produktifitas pemerintah juga perlu untuk mengeluarkan kebijakan yang menekankan pengembangan pertanian yang berbudaya industri, dalam hal ini agrobisnis Lewat gerakan seperti inilah yang kemudian menciptakan paradigma kemandirian pangan kepada seluruh elemen masyarakat Indonesia. Masyarakat dengan besarnya perhatian pemerintah secara tidak langsung memberikan semangat produktifitas untuk menghasilkan sebanyak-banyaknya hasil pangan. Pemerintah dalam hal ini kembali berperan dalam sektor proteksi terhadap barang-barang domestik dalam transaksi pasar. Gerakan ini pula yang kemudian memberikan peluang pasar yang besar kepada barang-barang pangan Indonesia untuk menjadi pilihan pertama para konsumen. Sektor pertanian pun kembali berjaya dengan Gerakan Mandiri Pangan Indonesia ini. Sehingga bayang-bayang kemandirian dibalik kebijakan pangan Indonesia akan segera terealisasikan.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Budi Winarno, 2010, Melawan Gurita Neoliberalisme, Erlangga, Jakarta

Jurnal Ilmiah

Poppy S. Winanti, 2003, Developmental State Dan Tantangan Globalisasi, JurnalIlmu Sosial & Ilmu Politik, Volume 7 Nomor 2.

Media Online

http://www.kemenperin.go.id/artikel/3845/Defisit-Pangan-US$-9,2-M

http://dipertanaknunukan.blogspot.com/2013/10/volume-dan-nilai-impor-10-bahan-pangan.html

http://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/13/09/25/mtnije-indonesia-masuk-krisis-pangan

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/09/01/msfvzt-ini-solusi-atasi-krisis-pangan-nasional-menurut-kemnakertrans



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun