Salah satu kasus yang paling sering didapati di KUA adalah dalam kasus penentuan wali Hakim, kasus ini terkadang  rumit dan tidak mudah untuk menentukan seorang calon pengantin perempuan harus berwali hakim dalam pernikahannya, KUA harus mengeluarkan keputusan hukum mengenai hal ini setelah benar-benar melakukan penelitian dengan seksama.
Ada permasalahan yang sulit dijawab jika ada pertanyaan apakah KUA berhak melakukan pengambilan keputusan hukum syar'i meski KUA bukan lembaga peradilan? bahwa ranah pengambilan istimbat hukum itu seharusnya di tangan pengadilan agama dimana hakim sebagai pengambil keputusannya, karena KUA bukanlah lembaga peradilan atau fatwa.
Penulis sendiri tidak berani menjawabnya pertanyaan diatas karena penulis sadar bahwa pertanyaan diatas bisa menjadi pertanyaan mendasar bagi KUA dan lembaga-lembaga lainnya dan masyarakat pada umumnya.
hal positive bisa saja didapatkan dari pengungkapan permasalah ini bahwa ternyata patut untuk diketahui jika KUA bukanlah lembaga sembarangan belaka, karena rupanya KUA juga terbebani tanggung jawab dunia akhirat dalam permasalahan umat, KUA dengan peran istimbat hukumnya telah meletakkan kakinya diantara syurga dan neraka seperti halnya tanggung jawab yang diemban oleh peradilan agama.
Selanjutnya lembaga KUA harus lebih menguatkan ikatan batinnya dengan peradilan agama sebagai imbas dari adanya kesamaan otoritas yang tidak disadari diantara keduanya, kedua lembaga ini bisa berbagi cerita dan pengalaman dan menurut hemat penulis seorang kepala KUA yang berpengalaman dan mempunyai SDM yang mumpuni lebih berhak untuk bisa mengikuti seleksi menjadi Hakim di pengadilan Agama.
Melihat Hakim dipengadilan agama adalah seorang pejabat negara dan kepala KUA hanya seorang PNS biasa maka sepatutnya kepala KUA dapat disamakan statusnya dengan Hakim atas dasar peran yang mereka lakukan tidaklah banyak berbeda.
Akan ada kesadaran massif ditengah KUA atas peran dan posisi penting mereka yang disertai tanggung jawab besar pula.
Mengingat pernikahan adalah sebuah ibadah dan bukan hanya semata pencatatan belaka sudah seharusnya otoritas KUA diperluas dari bukan hanya sebagai pencatat pernikahan Islam tapi juga sebagai lembaga yang dapat mengambil keputusan hukum syari dalam masalah pernikahan islam. Ini tentu akan menjadi polimek tersendiri namun polimek bukan sesuatu yang perlu ditakutkan.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H