Pesisir merupakan wilayah yang memiliki ciri khas tersendiri. Dimana karakter wilayah pesisir sangat unik dengan karakter yang spesifik dan dinamis. Hal ini dapat terjadi lantaran wilayah pesisir cukup akrab dengan perubahan secara biologis, kimiawi dan geologis yang sangat cepat. Kendati demikian, wilayah pesisir memiliki banyak potensi untuk dikembangkan secara massif dan berkelanjutan. Secara singkat wilayah pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Artinya kawasan pesisir meliputi kawasan darat yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut (gelombang, pasang surut) dan kawasan laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami dan aktivitas manusia.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki jumlah pulau mencapai 17.508 dan panjang garis pantai kurang lebih 81.000 Km serta dua per tiga wilayahnya merupakan wilayah lautan. Keadaan ini menjadikan kawasan pesisir sebagai andalan sumber pendapatan masyarakat. Indonesia memiliki potensi besar menjadi poros maritim dunia karena keberagaman potensi maritim, antara lain industri bioteknologi kelautan, perairan dalam (deep ocean water), wisata bahari, energi kelautan, mineral laut, pelayaran, pertahanan, serta industri maritim, sebenarnya dapat memberikan kontribusi besar bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Potensi ini tentu dapat dimanfaatkan bagi peningkatan dan percepatan pembangunan ekonomi nasional. Pemanfaatan sumber daya laut secara optimal dan proporsional juga niscaya dapat membantu masyarakat pesisir untuk lepas dari jeratan taraf hidup kemiskinan. Pengelolaan wilayah pesisir telah diatur dalam UU 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor:40/PERMEN-KP/2014 tentang Peran serta dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pengaturan ini memberikan arah bagi masyarakat pesisir dalam mengembangkan dan mengelola wilayah pesisir sesuai dengan kearifan lokal masyarakat setempat. Salah satu arahan pengembangan wilayah pesisir berada di pulau jawa.
Gresik merupakan salah satu kabupaten di zona pesisir utara Jawa Timur dengan panjang pantai sepanjang 140 km yang terdiri dari 69 Km di daratan Pulau Jawa yang memanjang mulai dari Kecamatan Kebomas, Gresik, Manyar, Bungah, Sidayu, Ujungpangkah, Panceng dan 71 Km di Kecamatan Sangkapura dan Tambak terletak di Pulau Bawean. Pesisir Gresik merupakan kawasan strategis yang memiliki potensi perikanan, wisata bahari, pergudangan dan industri, perikanan tangkap, perikanan budidaya serta ekosistem mangrove sehingga dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat khususnya masyarakat yang tinggal di sepanjang kawasan pesisir. Pembangunan besar-besaran di wilayah pesisir karena pertumbuhan penduduk dan infrastruktur tambahan berpotensi membuat kawasan pesisir rentan berubah. Sama halnya dengan pembangunan di Kabupaten Gresik yang masif sehingga memiliki tingkat kerusakan pesisir terparah di Jawa Timur karena sebagian besar wilayah pesisirnya telah direklamasi menjadi pergudangan dan kawasan industri (Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah/SLHD Jawa Timur, 2010). Apabila hal ini terjadi seacara terus-menerus tanpa ada pengendalian dapat menyebabkan defisitnya sumber daya pesisir dan laut. Pengelolaan dan pemanfaatan pesisir yang terpadu dan keberlanjutan, salah satunya melalui pendekatan Integrated Coastal Zone Management (ICZM) menjadi penting untuk dilakukan. Pengetahuan dan pemberdayaan masyarakat pesisir setempat dengan memperhatikan kearifan lokal serta pemanfaatan teknologi (seperti Geographic Information System/GIS) dapat dimanfaatkan untuk mengelola wilayah pesisir Gresik yang terpadu dan keberlanjutan.
Di tengah krisis pandemi Covid-19, pengetahuan  masyarakat dan kearifan lokal dipandang memiliki nilai strategis dalam mendukung prioritas nasional dalam pengembangan wilayah khususnya wilayah pesisir. Wilayah pesisir memiliki nilai ekonomi tinggi, namun terancam keberlanjutannya dengan potensi yang unik dan bernilai ekonomi tadi maka wilayah pesisir dihadapkan pada ancaman yang tinggi pula, maka hendaknya wilayah pesisir ditangani secara khusus agar wilayah ini dapat dikelola secara berkelanjutan. Kendati demikian, peningkatan pertumbuhan penduduk yang sejalan dengan pesatnya kegiatan pembangunan di wilayah pesisir dengan beragam pemanfaatan ruang pesisir dapat memberikan tekanan atau pengaruh yang signifikan terhadap eksistem dan sumber daya pada wilayah pesisir. Paradigma dan realisasi pembangunan selama ini memiliki kecenderungan dalam kerusakan lingkungan pesisir. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena belum sesuainya praktik pembangunan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Trend ide pengelolaan kawasan pesisir scara terpadu (ICZM) memiliki indikator pembangunan dalam pengelolaan sumberdaya keanekaragaman hayati laut, yang minimal harus meliputi empat dimensi yaitu: (1) Ekonomi, (2) Sosial, (3) Ekologi, dan (4) Pengaturan Kelembagaan. Untuk mencapai tujuan-tujuan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan, maka perlu dirumuskan suatu pengelolaan (strategic plan), mengintegrasikan  setiap  kepentingan  dalam  keseimbangan  (proporsionality)  antar dimensi ekologis, dimensi sosial, antar sektoral,  disiplin ilmu dan pelaku pembangunan (stakeholders). Pemanfaatan potensi daerah pesisir secara besar-besaran untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomis dalam rangka peningkatan pertumbuhan perekonomian rakyat belum banyak dilakukan. Pemanfaatan pesisir untuk usaha ekonomi dalam skala besar baru dilakukan pada sebagian Kabupaten dan Kota yang berada di daerah pesisir. Pada umumnya usaha ekonomi pemanfaatan daerah pesisir ini bergerak disektor pariwisata. Kegiatan ini tidak lepas saling mempengaruhi-dipengaruhi oleh masyarakat sekitar. Konsep Community based tourism (CBT) adalah sebuah konsep pengembangan komunitas yang akan menguatkan kemampuan komunitas masyarakat di pedesaan dalam rangka mengatur potensi sumber daya pariwisata yang tersedia sambil memastikan keterlibatan komunitas lokal tersebut dalam kegiatan itu (Jamal & Getz, 1995). Di sisi lain, pengelolaan bidang kelautan kawasan pesisir yang terdiri dari kawasan darat yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut (gelombang, pasang surut) dan kawasan laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami dan aktivitas manusia.Â
Pembagian fokus pemanfaatan ruang pesisir didasarkan pada karakteristik wilayah dan potensi sumber daya pesisir dan laut yang ada. Di Gresik, kawasan yang dimanfaatkan sebagai minapolitan direncanakan pada Kecamatan Bungah, Sidayu, dan Dukun. Kecamatan Ujung Pangkah sebagai kawasan konservasi dan budidaya perikanan tangkap. Sedangkan, Pulau Noko, dan Pulau Bawean sebagai  kawasan pulau-pulau kecil memiliki potensi keaneka-ragaman hayati yang bernilai ekonomi tinggi seperti berbagai jenis ikan, udang dan kerang, yang sangat strategis untuk dikembangkan dengan basis kegiatan ekonomi pada pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan (environmental service) kelautan. Menurut Rencana Zonasi Wilayah Pesisisr dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3K), upaya pengembangan kawasan pesisir dan kepulauan di Kabupaten Gresik yaitu:
- Pengembangan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) terutama pada pusat-pusat aktivitas perikanan. Pengembangan TPI tersebut memerlukan beberapa prasarana yakni: dermaga, sandaran/tambatan perahu kantor dan pasar pelelangan ikan, pabrik es, jaringan utilitas terutama air bersih dan listrik, bangunan koperasi dan lain sebagainya.
- Potensi kelautan juga dapat diolah di wilayah penangkapan sesuai dengan kegiatan pengolahan yang ada di kepulauan.
- Pengembangan potensi perikanan dalam sebuah kawasan minapolitan yang terdiri atas sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditi perikanan, pelayanan jasa, dan kegiatan pendukung lainnya.
- Pengembangan pariwisata perlu dikemas menjadi satu kesatuan pengembangan wisata kepulauan yang memanfaatkan potensi wisata yang ada. Beberapa rencana yang perlu diprioritaskan disini adalah promosi potensi wisata, penyiapan/pematangan lokasi/obyek wisata melalui kelengkapan sarana dan prasarana, peningkatan peran swasta baik melalui kerjasama maupun investasi.
Baru-baru ini Kecamatan Ujung Pangkah sebagai fokusan kawasan konservasi diperkuat dengan adanya penetapan sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE). Tepatnya di tiga desa di Kecamatan Ujungpangkah, yaitu Pangkahkulon, Pangkahwetan, dan Banyuurip oleh Gubernur Jawa Timur (dilansir dari social media, Instagram Info Gresik 16 Maret 2021).
Tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil adalah terwujudnya pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau pulau kecil yang terintegrasi, aman, berdaya guna, serta berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip partisipatif. Dalam hal ini, keterlibatan masyarakat sangat mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan potensi wilayah pesisir. Dimana sebagian besar masyarakat di Gresik khususnya masyarkat pesisir Gresik memiliki kecenderungan matapencaharian sebagai nelayan maupun pelaku kegiatan pesisir. Potensi-potensi pemanfaatan ruang pesisir dapat dioptimalkan dengan tetap memperhatikan kesetimbangan ekosistem lingkungan, adat-budaya social melalui kearifan lokal, kegiatan ekonomi serta sistem kelembagaan yang terpadu sehingga tercapai pengelolaan kawasan pesisir yang terpadu dan berkelanjutan.
Artikel ini ditulis oleh Alfie Fahruz Zubaidah, mahasiswa penempuh mata kuliah Pengelolaan Wilayah Pantai dan Laut Terpadu, Departemen Pascasarjana Teknik Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.