Mohon tunggu...
ALfie QAshwa
ALfie QAshwa Mohon Tunggu... -

"Ikatlah ilmu dengan menuliskannya' -Imam 'Ali ibn Abi Thalib\r\n\r\nhttp://celoteh-alfieqashwa.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hanya imajinasi liarku, ampas-ampas pikiranku…. (Bag 1)

9 Maret 2014   12:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:07 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sang Guru dan Sang Murid sedang makan nasi goreng Ipul di suatu Komplek Perumahan Elite, di tepi jurang selokan mereka bertengger akur layaknya burung tekukur... (anggap aja ada burung tekukur)

“Guru, mengapa mereka tidak sepakat?” tanya sang murid

“Mengapa harus sepakat?!” jawab sang guru

“Bukankah kita sama?” lanjut sang murid

“Iya, sama-sama berbeda!” tukas sang guru

“Kita sama-sama makhluk Tuhan” murid tak puas

“Iya, makhluk Tuhan yg berbeda” senyum sang guru tersimpul puas

“Beri aku perumpamaan!” sang murid haus ilmu

“Hmm.. perhatikan kucing-kucing rumahmu. Tidakkah mereka berbeda?” ajak sang guru

“Mereka semua sama!” jawab sang murid

“Apanya yg sama?” tanya balik

“Mereka sama-sama berkumis!” jawab sang murid

“Tapi tidak betinanya.” lanjut sang guru

“Betinanya berkumis juga!!” yakin sang murid

“Masaa??” sang guru kaget, baru tahu

“hmm.. tentu yg jantan tidak memiliki puting?!” sang guru lega

“Yang jantan memiliki puting juga!!” murid heran dgn gurunya

“Tidak lebih dari dua puting kan?!” sok yakin

“Lebih dari dua kok!! Periksa aja!!” timpal sang murid

“Lalu bgmn membedakan yg jantan dgn yg betina kalau begitu?” kini guru bertanya polos.

*hening...

“Biji!! Hanya jantan yg memiliki biji” jawab murid thd pertanyaannya sendiri

“Biji?? Sama seperti buah. Semua buah ada bijinya” kini Guru yg melihat persamaan

“Tapi ada buah yg tak mempunyai biji” jawab murid senyam-senyum

“Buah apa?” sang guru penasaran

“Aku malu menjawabnya, Guru..” tampak rona merah di wajah sang murid

“Mengapa malu?” sang guru mencoba menukil yg tersirat

“Karena itu aurat seorang wanita (hihi)” jawab sang murid sambil menundukkan wajah, malu

“ Ohh…” (nge-hang)………

*hening lagi*

“Itulah ciptaan Tuhan” sang guru memecah keheningan sesaat

“y..yang mana Guru? Keduanyakah?” tanya sang murid spesifik

“Benar, keduanya” menegaskan sang murid yg masih merona

“Lalu, mana yg kita pilih?” lanjut sang murid

“Terserah yg kau mau” sang guru membebaskan

“Mana yg lebih baik?” murid penasaran, sangat ingin tahu

“Tergantung.. tetapi karena Tuhan menciptakan keduanya, mengapa tidak dua2nya saja kita

manfaatkan??” sang guru menyimpulkan

“Iya, Tuhan menciptakan keduanya” sang murid melamun j*r*k sambil berguman mengucap syukur

“Benar, Tuhan menciptakan keduanya, PERSAMAAN dan PERBEDAAN, tentu punya maksud” jelas sang guru sebelum kesalahpahaman lebih lanjut

“eh, i.. iya.. persamaan dan… perbedaan” sang murid tersentak (kerrr)

“Mana yg kau pilih?” lanjut sang guru, iba

“hmm.. Aku membenci pertikaian, maka aku memilih persamaan” tegas sang murid

“Terkadang, pertikaian itu bukan semata-mata karena perbedaan, tetapi karena persamaan” timpal sang guru

“Contohnya?” murid kembali serius

“Sama-sama emosi, sama-sama merasa sakit hati, sama-sama arogan, sama-sama mau menang sendiri” jawab sang guru

“Tapi Guru… pertikaian pun takkan terjadi jika kita sama-sama berdamai, sama-sama menahan emosi, sama-sama saling mengerti, dan sama-sama mencintai” sang murid menimpal

“Betul sekali. Tetapi semua itu akan terjadi jika kita sudah saling memahami perbedaan” sang guru tengah bersyukur krn secepat itu inspirasi datang pada saat yg tepat

*Sang murid terdiam, menerawang…

“Ketahuilah bahwa Tuhan mencipta sesuatu dgn perbedaan dan persamaan” guru melanjutkan kata2nya

“Yg mana yg ingin kau lihat, itulah kecenderunganmu”

terdiam sesaat *cari kata2*

“Jika kau hanya ingin melihat perbedaan, maka perbedaanlah yg kau dapat. Begitu pun sebaliknya” sang guru mencoba menjabarkan analisa hasil sintesanya

“Namun keduanya memiliki konsekuensi negatif dan positif” menghela nafas panjang

*terdiam*

“Maksudnya?? Mohon diperjelas, Guru” kini sang murid yg memecah kesunyian

“Engkau akan mendapati konsekuensi negatif, jika hanya salah satu yg kau ambil, yang manapun itu.

Engkau belum menyempurnakan syukur nikmat jika hanya mengambil salah satu diantaranya. Seperti mendengar hanya dgn satu sisi telinga, padahal Tuhan menciptakan dua telinga. Seperti melihat dgn sebelah mata, padahal Tuhan menganugerahkan sepasang mata. Seperti menggunakan sebelah otak.. belahan otak mana saja, atau sebelah kaki, sebelah tangan, atau sebelah lubang hidung, padahal Tuhan menciptakan berpasang-pasangan”

*sunyi*

“Maka ambillah keduanya, kian tajamkan nalarmu, sekali2 heningkan hatimu dr kebisingan dunia. Dentingkan sebuah nada, dari F, kemudian G, cari nada-nada miring, semiring jiwamu..., hayati dgn miris, semiris peradaban dunia ini, tinggalkan judi, serta bermabuk2an, pelihara jenggot, beli celana panjang putih, kemeja putih, deraikan syal dibahumu, dan bernyanyilah bersama group … Sonneeetaaaa” hehehehe

“Guruuuuuuuuuu…… jangaaannnn becaaanndaaaaaa, aahh.. resse-rese-reseeeeee.. iihhhh” rengek sang murid bagai banci Salon Nasa di Kecamatan Sawangan, seberang gedung Pusdiklat, kira-kira 500 meter setelah lampu merah gaplek, dari arah pasar ciputat (lho?? Hapall mass??…)

“Hehee… Gurumu bisa gila jika tak kau undang canda-tawa, hehehehe” terkekeh2 hingga copot gigi palsunya

“Huahahahahahahaha..” tawa ledak sang murid melihat gurunya ompong sambil cepat2 mengambil hape blekberi, siap memotret, cekrek cekrek cekrek, upload ke fesbuk, tag-in ke semua org, agar di cela, semoga dgn itu sang guru mendapat tambahan pahala…

*another moment

Tengah malam, dua bulan kemudian, setelah hari ketiga yasinan, masih dalam suasana berkabung, sang murid tertidur sedih. Dalam mimpi, ia bertemu dengan gurunya, yg kini ompong tidak memakai gigi palsu lagi

Dalam mimpi:

“Guru… aku sangat mencintaimu. Peluk aku dgn kasih sayang” pinta sang murid

“Hehe.. belum seminggu di tinggal, kamu udah kangen” sang guru memeluk erat muridnya, sangat erat, seakan ingin menyatukan dua hati dlm jiwa

“Guru, kau telah pergi menuju alam yg lebih tinggi, menamatkan jatah waktumu di dunia fana ini. Kini aku menempuh hidupku sendiri tanpamu. Aku sedih..” tangis sang murid

“Tidak! Kau takkan pernah sendiri, aku akan selalu bersamamu, dan takkan punah menantimu” kata sang guru menenangkan

“Guru, beri petuahmu, tentang pembahasan terakhir kita tempo lalu sebelum engkau sakit2an hingga kau di jemput Izra’il” pinta sang murid

“Oh, ya.. hmmm...., ambil keduanya anakku, mudah2an engkau akan merasakan konsekuensi-konsekuensi positif dalam hidup ini.

Persamaan dan Perbedaan akan selalu melekat pada tiap-tiap ciptaan Tuhan. Kenalilah Perbedaan, engkau akan menemukan Persamaan.

Pahamilah Persamaan, engkau tak akan merasa terganggu dengan Perbedaan yg ada. Jangan kau tinggi hati atau rendah diri saat yg tampak adalah perbedaan.

Jangan kau tertipu bias dalam menegakkan keadilan saat persamaan menampakkan dirinya.

Telitilah dengan tekun dlm menilik perihal persamaan dalam perbedaan, begitu pun sebaliknya.

Jika engkau belajar pelan-pelan, mengintai terus paradigma apa yg mencabuli penilaian dan kesimpulanmu, niscaya engkau (setidaknya) akan mengetahui sehelai tembaga tipis di balik suatu peristiwa, yg kian diperkuat seiring waktu, tentang pertikaian di muka bumi ini, pertikaian apapun, antar agama, ras, keluarga, persahabatan, percintaan, dan sebagainya” tuntas Sang guru.

“Oh, indah sekali Guru.” Sang murid kembali ceria.

“Time’s up, son. Pamit dulu yaaak! Tenanglah, meski kita tak bisa bertemu di fesbuk lagi, tapi kita dpt bersua dlm mimpi-mimpimu. Tuhan menciptakan mimpi sbg media komunikasi antara yg masih hidup dengan yg sudah mati, meskipun, itu limited edition.. tergantung siapa yg dapet doorprize.

See You again, anakku, cintaku” Sang Guru pamit dari mimpi

“Aku mencintaimu, wahai Guru..!! Laksana Persamaan mencintai Perbedaan yang takkan pernah terpisahkan, demikian sebaliknya.. hiks!” Sang murid terisak, menangis pilu, terbangun dari mimpi.

*Ayam-ayam berkokok, sama-sama berkokok tetapi dngn intonasi yg berbeda*

Sang murid meneruskan hidupnya, tetap bersama Sang Guru tercinta, yang terkadang menjadi angin atau batu, berwujud serpihan derita atau kerenyahan tawa, terbias imajinasi, terkikis nyata….

ZzzZzzzZZzzzzZZzzzzZzzzzZZZZzzZZZzzzZZzzzzzzZZZZZzzz…..

gudnait efriwan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun