“Maksudnya?? Mohon diperjelas, Guru” kini sang murid yg memecah kesunyian
“Engkau akan mendapati konsekuensi negatif, jika hanya salah satu yg kau ambil, yang manapun itu.
Engkau belum menyempurnakan syukur nikmat jika hanya mengambil salah satu diantaranya. Seperti mendengar hanya dgn satu sisi telinga, padahal Tuhan menciptakan dua telinga. Seperti melihat dgn sebelah mata, padahal Tuhan menganugerahkan sepasang mata. Seperti menggunakan sebelah otak.. belahan otak mana saja, atau sebelah kaki, sebelah tangan, atau sebelah lubang hidung, padahal Tuhan menciptakan berpasang-pasangan”
*sunyi*
“Maka ambillah keduanya, kian tajamkan nalarmu, sekali2 heningkan hatimu dr kebisingan dunia. Dentingkan sebuah nada, dari F, kemudian G, cari nada-nada miring, semiring jiwamu..., hayati dgn miris, semiris peradaban dunia ini, tinggalkan judi, serta bermabuk2an, pelihara jenggot, beli celana panjang putih, kemeja putih, deraikan syal dibahumu, dan bernyanyilah bersama group … Sonneeetaaaa” hehehehe
“Guruuuuuuuuuu…… jangaaannnn becaaanndaaaaaa, aahh.. resse-rese-reseeeeee.. iihhhh” rengek sang murid bagai banci Salon Nasa di Kecamatan Sawangan, seberang gedung Pusdiklat, kira-kira 500 meter setelah lampu merah gaplek, dari arah pasar ciputat (lho?? Hapall mass??…)
“Hehee… Gurumu bisa gila jika tak kau undang canda-tawa, hehehehe” terkekeh2 hingga copot gigi palsunya
“Huahahahahahahaha..” tawa ledak sang murid melihat gurunya ompong sambil cepat2 mengambil hape blekberi, siap memotret, cekrek cekrek cekrek, upload ke fesbuk, tag-in ke semua org, agar di cela, semoga dgn itu sang guru mendapat tambahan pahala…
*another moment
Tengah malam, dua bulan kemudian, setelah hari ketiga yasinan, masih dalam suasana berkabung, sang murid tertidur sedih. Dalam mimpi, ia bertemu dengan gurunya, yg kini ompong tidak memakai gigi palsu lagi
Dalam mimpi: