Mohon tunggu...
Alfida Meliana
Alfida Meliana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan

Selanjutnya

Tutup

Financial

Mampukah CBDC Rupiah Digital Men-reachout Masyarakat Unbanked Indonesia?

1 November 2024   18:15 Diperbarui: 1 November 2024   18:45 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan November 2022, Bank Indonesia merilis White Paper Proyek Garuda Digital Rupiah dan dilanjutkan dengan perilisan Consultative Paper pada Januari 2023. Bank Indonesia membuka fokus diskusi dan menerima masukan dari berbagai kalangan (ekonom, dunia perbankan, industri, lembaga keuangan, dan lembaga keuangan non-bank) terkait kesiapan Indonesia mendigitalisasikan Rupiah-nya. Setidaknya, BI merangkum pertanyaan yang masuk sebanyak 35 yang berfokus pada 5 point utama : akses CBDC, penerbitan dan pemusnahan token Rupiah Digital, transfer dana atau mobilitas CBDC, kapabilitas teknis dan aspek 3i (integrasi, interoperabilitas, dan interkoneksi), teknologi yang digunakan dalam ekosistem CBDC, dan terakhir berkaitan dengan implikasi kebijakan jika Rupiah Digital diimplementasikan. Gagasan Rupiah Digital ini, hadir bukan tanpa sebab. Banyak negara tengah melakukan hal yang sama untuk mendigitalkan mata uangnya. Ini sebagai bentuk membendung dan merespon perkembangan revolusi blockchain seperti cryptocurrency dan stablecoin. Era perkembangan blockchain ini dianggap mengancam stabilitas moneter dan sistem pembayaran internasional karena tidak ada lembaga resmi yang mengawasi, mengendalikan, dan peredarannya diserahkan ke pihak swasta secara bebas. Ini jelas mengancam kedaulatan mata uang masing-masing negara. Bahkan China dan India yang saat ini dalam tahap pilot CBDC-nya, masih terus berupaya mematangkan ekosistem untuk implementasi di samping misi China dalam gerakan dedolarisasinya.

CBDC Rupiah Digital Indonesia yang saat ini masih dalam tahap research and proof of concept, masih membutuhkan perjalanan panjang dalam beberapa fase sebelum implementasinya. Rupiah Digital selain berperan sebagai respon atas maraknya blockchain, juga berperan dengan melihat potensi besar dalam pembayaran cross border di Indonesia. Negara berkepulauan dengan wilayah 3T yang masih sangat banyak dan perlu biaya yang besar untuk distribusi Rupiah, maka Rupiah Digital ini menjadi solusi dalam meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan menghemat biaya dalam distribusinya. Namun, meskipun potensi peluang ini besar, masih banyak tantangan yang turut dihadapi oleh masyarakat luas yakni berkaitan dengan ketersediaan infrastruktur telekomunikasi.

Pembangunan infrastruktur telekomunikasi jaringan internet di Indonesia yang belum merata hingga ke daerah pelosok ditambah dengan tingkat literasi dan inklusi keuangan yang masih belum menyeluruh, menjadi tanda tanya apakah siap dan mampu CBDC Rupiah Digital ini hadir di tengah-tengah masyarakat sebagai alat pembayaran yang sah. Data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan Indonesia dari OJK per Agustus 2024, secara umum menunjukkan indeks literasi keuangan penduduk Indonesia sebesar 65,43 persen, sementara indeks inklusi keuangan sebesar 75,02 persen. Data ini masih menunjukkan gap tingkat literasi keuangan yang masih terpaut di bawah tingkat inklusi keuangan. Artinya, tingkat pemahaman masyarakat akan melek literasi dan pemahaman tentang keuangan masih perlu digiatkan lagi. Meskipun akhir 2024, ditargetkan tingkat inklusi keuangan mencapai 90 persen, namun akan menjadi tidak optimal jasa layanan keuangan yang ada di masyarakat terutama di wilayah daerah jika pemahaman masyarakat dalam memanfaatkannya masih terdapat yang terlampau jauh. Ini menjadi tantangan tersendiri yang juga perlu diakselerasi penyelesaiannya mengingat adanya rencana implementasi Rupiah Digital di Indonesia.

Rencana kehadiran Rupiah Digital yang nantinya bisa sebagai full of use ataupun hybrid, alangkah baiknya pemahaman masyarakat dan pemerataan infrastruktur telekomunikasi ditingkatkan dan mampu merata hingga pelosok negeri, terutama wilayah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga secara daratan (Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua, dan NTT). Mereka lebih sering bertransaksi menggunakan mata uang negara tetangga karena secara akses dan geografis, dinilai lebih efisien serta untuk distribusi Rupiah fiat dalam bentuk fisik membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Maka dari itu, upaya Bank Indonesia menjaga kedaulatan negara melalui distribusi pemerataan Rupiah sangat besar biaya dan pengorbanannya.

Tantangan besar dengan fakta yang memprihatinkan lainnya, bahwa menurut data World Bank 2021, jumlah penduduk Indonesia secara individu yang cukup umur namun tidak memiliki akun rekening bank (unbanked) menempati posisi terbanyak keempat di dunia dengan jumlah 97,74 juta atau 48 persen dari populasi dewasa di negeri ini. Di samping itu, Indonesia juga banyak penduduknya bekerja di luar negeri sebagai TKI yang melakukan remitansi gajinya ke Indonesia. Menurut Badan Perlindungan Pekerja MIgran Indonesia (BP2MI) mencatat terdapat 274.695 pekerja migran yang ditempatkan di luar negeri sepanjang tahun 2023. Dana remitansi per 2021 Q3 dari Bank Indonesia sebanyak US$ 3.240 juta. Namun pekerja imigran ini tidak jarang melakukan transfer melalui jalur informal yang memotong banyak biaya karena ketika ingin mentransfer melalui bank membutuhkan banyak pengorbanan seperti setidaknya memiliki rekening bank tersebut, dikenakan biaya admin, transfer yang belum tentu real-time atau menunggu hingga H+3, dan menunggu antrian yang harus datang ke bank.

Maka dari itu, dapat disimpulkan selain dari sisi teknis digitalisasinya, proses panjang Rupiah Digital untuk bisa diterima oleh masyarakat dengan tantangan mulai dari daerah 3T, tingkat literasi keuangan dan infrastruktur telekomunikasi yang belum merata, masyarakat yang unbanked, dan pekerja imigran yang remitansi melalui jalur informal. Perjuangan bank sentral dan lembaga terkait untuk menyelaraskan dan pemerataan dalam implementasinya nanti perlu banyak pengorbanan dan bantuan dari berbagai pihak. Harapan dengan adanya CBDC Rupiah Digital, jumlah masyarakat yang unbanked dan remitansi TKI dari jalur informal bisa menurun serta distribusi pemerataan Rupiah Digital jadi lebih efisien, mudah, praktis, dan hemat biaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun