Beberapa oknum yang memanfaatkan pesantren-pesantren yang berada dipelosok karena minimnya pengetahuan tentang UU NO.18/2019 tersebut.
Beriming-iming membantu pesantren dalam pengajuan proposal untuk menjamin administrasi dan memperoleh bantuan dari pemerintah.
Dalam sebuah literasi yang saya baca, Â seorang Divisi Hukum ICW (Indonesia Corruption Watch) yakni, Lalola Easten mengatakan "ada potongan 40% hingga 50% dikenakan atas total bantuan yang diterima ponpes oleh makelar ini".
Temuan ini berdasar penelitian atau pemantauan ICW, dalam pantauan tersebut ada pihak pihak yang memanipulasi kepercayaan pihak pesantren, berkedok sebagai pembantu atau pelancar admininistrasi agar bantuan cepat dicairkan.
Dengan hanya membuat proposal pengajuan bantuan, oknum tersebut sudah mendapatkan 40-50% dari dana BOP Ponpes.
Dana bantuan pesantren sekitar 25jt-50jt, apabila dihitung menggunakan kalkulator, dan dana bantuan yang cair 40 juta, oknum memotong 40% dari dana tersebut maka sekitar 16 juta yang didapat oleh oknum tersebut, sisanya 24 juta diberikan ke pesantren.
Lantas bagaimana cara oknum tersebut melabui Lembaga pesantren?
Kerap kali yang menjadi incaran dari oknum tersebut adalah pesantren pesantren yang ada dipelosok, yang minim akan pengetahuan tentang prosedur pengajuan  bantuan pesantren tersebut.
Ini terjadi karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah mengenai berlakunya atau terbentuknya UU N0. 18/2019 tentang pesantren ini, dan juga tidak ada bimbingan secara mendalam mengenai fasilitas-fasilitas yang sudah disediakan oleh pemerintah untuk pesantren
Mengenai pendirian Lembaga pesantren terdapat dalalm Bagian ke-2 pasal 6 menyebutkan, "pendirian pesantren harus didaftarkan pesantren harus memiliki izin dari Menteri." Seperti peraturan yang telah ditetapkan oleh KEMENAG Nomer 13 tahun 2018, "badan, institusi, dan organisasi wajib mendaftar sebagai badan hukum untuk dapat menerima dana pemerintah. Tidak terkecuali pesantren, pesantren yang mengajarkan kurikulum nasional sudah terdaftar."
Namun secara umum masih banyak pesantren yang tidak mendaftarkan dirinya dalam pemerintah, dan jika tidak ada data dalam pemerintah maka pesantren tersebut "illegal". Sangat dikhawatirkan bahwa ada dampak besar akibat dari hal tersebut, padahal pesantren ini sebelumnya berdiri sendiri tanpa campur tangan pemerintah.