Begitu besar sumbangsih dari Miriam Budiarjo (almarhumah). Selain dikenal sebagai ilmuwan politik senior di Indonesia, semasa hidupnya, Â Miriam Budiarjo pernah menjadi Wakil Ketua Komnas HAM (1993-1998) dan penasihat Komnas HAM (1998-2002). Dia juga aktif dalam diskusi panjang bagi upaya pembenahan politik di Indonesia dan terlibat langsung sebagai anggota 11 (Tim Persiapan Komisi Pemilihan Umum yang bertugas sejak Februari hingga Maret 1999).Â
Selain itu, Miriam  memperjuangkan pemenuhan hak-hak politik perempuan dengan membuka terobosan membuka kuliah "Perempuan dan Politik" di Universitas Indonesia. Betapa besar peran andil beliau dalam perpolitikan Indonesia---apalagi dengan diterbitkannya "Dasar-Dasar Ilmu Politik".
Kembali lagi bagi para caleg yang budiman.
Selain  Anda kampanye dan selalu "setor muka" ke rakyat, pikirannya harus diisi dulu dengan "Dasar-Dasar Ilmu Politik" agar pengetahuannya  cerdas dan benar-benar paham politik itu apa. Tidak melulu berpikir bahwa politik itu materi (uang) dan kekuasaan.
Padahal, menurut Plato dan Aristoteles, politik adalah usaha menggapai kehidupan yang baik. Kendati demikian, dalam pelaksanannya tidak dapat disangkal bahwa politik mencerimkan sifat dan perilaku manusia, baik nalurinya yang baik atau yang buruk.Â
Tidak heran jika dalam kehidupan sehari-hari , acapkali berhadapan dengan banyak kegiatan yang tidak terpuji . Seperti yang dirumuskan Peter Merkl, "politik, dalam bentuk yang paling buruk, adalah perebutan kekuasaan, kedudukan, dan kekayaan untuk kepentingan diri sendiri".
Tidak heran jika rakyat berpikiran bahwa politik itu, semata-mata adalah perebutan kekuasaan,  taktha dan harta. Harap maklum, kesejahteraan mereka  tidak pernah dibagi-bagikan ke rakyat. Inilah yang membuat rakyat sangat  skeptis, pesimis dan acuh tidak acuh terhadap politik.
Belum lagi ditambah dengan para caleg yang tidak berkualitas. Tidak berkualitas adalah tidak mempunyai kapasitas sebagai seorang intelektual.
Menurut saya, ada tiga hal yang selalu dikeluhkan para rakyat dalam memilih para calegnya. Pertama, caleg itu kaya. Kedua, jika dia kaya, otomatis dia banyak uang tunai, dan uang itu dihambur-hamburkan uang untuk mendapatkan suara ; membentuk tim relawan ; posko pemenangan dan komunitas kolektif berbayar lainnya. Ketiga, selain penjelasan pertama dan kedua, tinggal calegnya yang dipermak bagaimana berbicara di depan podium dan dikalungkan berbagai macam simbol.Â
Simbol-simbol ini yang kadang membuat saya jengkel karena selalu  disangkutpautkan dengan agama, keturunan, gelar,apa yang pernah caleg buat,  dan hal-hal lainnya yang tidak masuk dalam hitungan seorang intelektual. Hal tersebut yang kadang kita tidak bisa terima karena kapasitas mereka sangat tidak mumpuni sekali. Benar tidak?
Belum lagi soal ini, mengenai Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD, dan DPRD. Ketentuan lengkap menjadi caleg di Pemilu 2019. Dalam salah satu poin tertulis : "Berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat".