Mohon tunggu...
Alfian Helmi
Alfian Helmi Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Sedang nyantren di Hokkaido University, Jepang. Cinta Indonesia :-)

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama FEATURED

Menggugat Narasi Impor Garam

8 September 2016   12:31 Diperbarui: 2 Agustus 2017   07:22 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - petani garam. (KOMPAS.com/TAUFIQURRAHMAN)

Baru-baru ini pemerintah mencanangkan akan mengembangkan sentra industri garam di Nusa Tengara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Di mana kedua daerah tersebut bukan merupakan daerah dengan kebutuhan garam tinggi. Artinya, jika produksi tinggi di daerah ini, maka perlu additional cost berupa biaya pengangkutan ke ke daerah-daerah dengan kebutuhan garam tinggi, seperti di Jawa.

Pertanyaannya adalah apakah biaya pengangkutan ke Jawa akan lebih murah jika dibandingkan impor dari Australia? Kalau ternyata lebih mahal, maka yang terjadi adalah harga garam impor lagi-lagi menjadi lebih murah jika dibandingkan garam lokal. Alhasil, strategi untuk menggenjot produksi garam di daerah lain akan menjadi sia-sia jika ujung-ujungnya impor lagi. Itu sebabnya, perlu ada rencana aksi yang konkret agar biaya angkut dari sentra produksi garam ke daerah-daerah dengan kebutuhan garam tinggi bisa ditekan sebaik mungkin.

Lalu, bisakah kita lepas dari ketergantungan impor garam yang banyak didukung oleh ketiga narasi di atas? Jawabannya tentu saja bisa! Asal ada kemauan dari semua pihak yang berkepentingkan akan garam untuk bisa lepas dari ketergantungan terhadap impor garam.

Penulis adalah Mahasiswa Hokkaido University, Jepang
Fokus pada permasalahan pergaraman di Sampang, Madura

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun